Bersama jajaran Manajemen dan Karyawan yang dibawahinya.

Liburan bersama keluarga

Bersama istri tercinta "Laniati Dewi".

Hidup hanya sekali...Hiduplah dengan Luar Biasa !!

Bersama manajer pelumas "Sutoyo Wijaya" salah satu divisi yang dibawahinya

Sabtu, 30 Agustus 2014

Tugas Memimpin


Banyak orang menganggap saya punya bakat memimpin. Perlu saya tegaskan, bahwa saya bukan punya bakat, hanya biasa memimpin.Mungkin karena sewaktu remaja cukup aktif dan mbeling, sehingga akrab dengan sebutan pemimpin geng. Tapi bukan kenakalan seperti geng motor yang berbau kriminal. Sebutan pemimpin tidak selalu menyenangkan malah sering mendatangkan beban.

Sebutan itu bahkan seringkali bikin repot dan menghadirkan kesulitan. Teman saya, yang sebutannya si badan kekar, selalu menjadi suruhan di setiap kesempatan ketika tenaga besar menjadi kebutuhan. Kebagian lebih dulu untuk angkat-angkat atau memindahkan barang. Kalau si jangkung, kebagian mengambilkan sesuatu atau mencantolkan barang di tempat yang sulit dijangkau.

Yang berbadan gemuk misalnya, karena dianggap paling doyan makan maka selalu kebagian tugas untuk menghabiskan sisa hidangan. Karena dianggap gampang mencari uang, maka terhadapnya banyak orang cenderung pinjam uang atau minta sumbangan. Karena saya dianggap biasa memimpin, setiap kali kebagian jadi ketua kegiatan atau organisasi.

Tugas memimpin itu banyak tidak enaknya apalagi dengan menyandang anggapan tadi. Kalau ada acara sering dianggap serba bisa, diminta jadi pembicara atau kasi sambutan bahkan tak jarang disuruh menyanyi pula. Untuk urusan menyanyi, kalau boleh memilih sebenarnya lebih enak jadi penonton seperti orang lapar yang disodori hidangan, tinggal makan. 

Tetapi kalau jadi penyanyi seperti seorang koki yang harus menyiapkan masakan, jauh sekali bedanya. Beda antara pihak yang menghibur dan yang dihibur. Tampil menyanyi tugasnya berat, seperti koki harus membuat masakan enak. Kalau tidak enak, pada gilirannya bukan tepuk tangan didapat, tapi tepuk jidat. Jadi, kedudukan sebagai penonton pasti lebih menyenangkan, sama sekali tak menanggung risiko apa-apa.

Tetapi hidup memang tidak boleh memilih hanya apa yang kita sukai saja. Hidup kadang menuntut kita melakukan apa yang amat dibutuhkan dalam hidup walau tidak kita sukai. Siapa lagi yang akan melakukannya kalau bukan kita sendiri. Kerja malam adalah hal yang tidak saya sukai, tapi terpaksa pernah saya jalani selama bertahun-tahun. Derita memang sulit dipisahkan dari hidup kita.

Dalam memimpin juga harus siap untuk tidak populer, karena kadang harus mengambil keputusan yang menuai kontroversi. Soal subsidi bbm sampai sekarang masih terkatung-katung karena tidak ada pemimpin yang berani menaikkan harga bbm. Saya masih ingat ketika harus memphk puluhan bahkan ratusan karyawan karena bisnis angkutan minyak menurun drastis, banyak industri beralih ke batu bara. Keputusan yang harus dibuat walau sebenarnya sangat saya benci.

Memimpin juga melelahkan, tetapi itu dibutuhkan untuk organisasi atau perusahaan, paling tidak juga untuk keluarga saya. Ketika di rumah pun masih harus memimpin, dimintai saran atau pendapat  keluarga bahkan bila perlu memutuskan begini begitu. Tidak mudah melepaskan peran sebagai komandan rumah tangga ini. Tidak cuma urusan yang berat, kadang soal sepele juga harus ditangani.

Pada saat menuruti kelelahan, mungkin saya lebih banyak diam saat berada di rumah. Mungkin agak menyebalkan karena kalau ditanya diam atau menjawab seperlunya. Bagi yang belum tahu, pasti disangka sedang kesal, padahal tidak apa-apa, hanya ingin istirahat saja. Televisi tidak saya nyalakan, paling saya asyik menulis untuk kolom ini atau diam merenung.

Seisi rumah menjadi sunyi, kemurungan juga menyelimuti karena salah satu fungsi kepemimpinan tidak berjalan, yaitu tentang mendengarkan orang lain. Pada saat saya sadar bahwa tugas memimpin ternyata tidak dapat ditinggalkan, maka semua berjalan normal kembali. Walupun cuma soal sepele, yaitu ketika istri bertanya, “ Malam ini mau makan sama apa ?” Kalau tidak dijawab, maka saya pasti kelaparan.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Jumat, 29 Agustus 2014

Terbanglah !


Memang tidak semua orang suka terbang.  Masih banyak orang yang takut naik pesawat, karena takut ketinggian atau pesawatnya jatuh. Tapi Anda tidak usah terlalu khawatir, karena untuk menjadi pilot pesawat tidak semudah menjadi sopir mobil. Ada jenjang atau tahapan cukup berat yang harus ditempuh sebelum benar-benar mengantongi ijin untuk menerbangkan pesawat. 

Kemampuan dan kehebatan seorang pilot, umumnya akan ditentukan oleh seberapa lama dirinya memiliki jam terbang. Makin tinggi jam terbangnya, penghargaan publik terhadap pilot tersebut juga akan semakin tinggi. Beberapa perusahaan penerbangan bahkan memberikan gaji berdasarkan jam terbang. Mungkin karena itu, ada istilah ‘jam terbang’ untuk menggambarkan ‘pengalaman’.

Menyetarakan pengalaman dengan terbang tentu karena kesulitannya. Sehingga beratnya mendapat pengalaman sama dengan beratnya terbang. Kesulitan itu menggambarkan betapa berharganya jam terbang. Ada orang yang sangat jagoan kalau di darat, bisa jadi amat penakut soal terbang. Seperti, Mohammad Ali yang menakutkan di ring tinju, ketika disuruh naik pesawat, ia yang ganti ketakutan. 

Bagi sebagian besar orang, terbang adalah keputusan yang menakutkan, tapi cuma dengan terbang jarak yang jauh mudah ditempuh, waktu yang lama dapat dipersingkat. Sementara ini cuma cara ini yang mempunyai kemampuan sebesar itu. Sangat menguntungkan dan efektif, walaupun resikonya juga tinggi, seperti berlakunya hukum ekonomi, high risk-high profit.

Anda juga mungkin pernah mendengar tentang aturan berlatih 10.000 jam yang harus dilalui untuk menjadi ahli level dunia pada bidang yang Anda tekuni. Namun perlu diingat, bahwa yang dilakukan bukan sekadar lamanya menjalani. Banyak orang yang sudah puluhan tahun bekerja melebihi jam terbang itu, tetapi tidak ahli dalam bidang apa pun. Kenapa ?

Banyak orang terjebak pada rutinitas pekerjaan, sehingga jamnya nambah tapi keahliannya tidak meningkat tajam. Mereka tidak berlatih tapi sedang menjalankan rutinitas. Biasakanlah memiliki target dan terukur, lalu mintalah umpan balik sehingga kita dapat mengetahui kemajuan kita tahap demi tahap. Berbagi pengalaman dengan ahlinya juga dapat menghemat waktu tempuh.

Untuk menjadi seorang master catur butuh latihan bertahun-tahun, itu pun kalau intensif. Saat saya belum punya jam terbang, setiap main ingin menang malah menderita kekalahan. Jadi, menempuh jam terbang itu juga sarat penderitaan. Maka, nikmatilah penderitaan itu karena kita sedang bekerja dalam rangka menempuh jam terbang, atau dalam proses menjadi ahli.

Bahkan orang yang sudah ahli pun, masih harus akrab dengan kesulitan. Tetapi percayalah, dengan menambah jam terbang kita akan semakin mahir menangani persoalan. Maka setiap kali hendak mengumpulkan pengalaman demi pengalaman yang penuh penderitaan itu, mari membayangkan buah pengalaman yang nilainya selalu akan sepadan. Semua memang layak kita lakukan.

Sama sekali membebaskan diri dari penderitaan saat menempuh jam terbang adalah sesuatu hal yang tidak mungkin. Kesakitan tetaplah kesakitan, penderitaan juga tetap penderitaan dan itu tidak dapat dilenyapkan. Satu-satunya jalan, ya kita nikmati saja. Akan selalu nampak kelegaan di wajah semua orang tanpa kecuali,  pada saat pesawat mendarat dengan selamat.

Jika mereka tidak pernah terbang, kelegaan semacam itu tak akan pernah mereka peroleh. Maka, terbanglah !


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA !

Kamis, 28 Agustus 2014

Garasi Sebelah Rumah


Sudah sepuluh tahun lebih sejak tinggal di rumah ini suara deru mesin bus selalu dekat dengan hidupku. Bagaimana tidak, karena persis sebelah rumahku adalah garasi untuk bus-bus besar yang pulang malam dan berangkat pagi dini hari. Apalagi bus-bus yang berjumlah belasan itu, bukan bus baru yang suaranya halus, tapi bus-bus yang suaranya kasar dan keras karena sudah dimakan usia. Kalau ‘baru akan’ membangun garasi bus, tentu takkan kuberi ijin lingkungan.

Yang paling meneror adalah suaranya. Jika malam hari, campuran gerungan mesin dan getaran keras tentu semakin jelas kedengaran. Terutama saat pulang kandang menjelang tengah malam dan bus mau berangkat, jam dua pagi. Jika tidurku sudah terlampau pulas karena kerja siangnya terlalu berat mungkin dapat kuabaikan. Petir menyambar pun bisa tak kugubris.

Sesungguhnya perusahaan bus itu sudah hampir bangkrut karena tidak diurus. Maka, pernah saya mengajukan penawaran untuk membeli lahan itu agar tidur tidak lagi terganggu. Bahkan saya pernah mendoakan yang jelek, agar lebih cepat bangkrut. Doa yang jelek ternyata tidak manjur, malah sekarang bertambah banyak jumlahnya setelah merger dengan perusahaan lain.

Sekarang bukan hanya garasinya yang bertambah penuh, bahkan jalan depan rumah dijadikan lahan parkir. Berderet bus shuttle setiap sore dan malam di sepanjang jalan depan rumahku. Tapi karena jalan umum, aku hanya bisa menghimbau jangan parkir depan pintu persis. Sayangnya, mereka juga membuang sampah sembarangan, bikin geram sampai rahangku gemeretak kalau mengingatnya, karena bukan hanya sekali sudah kuperingatkan.

Malam-malamku yang berhiaskan gerungan mesin mustahil akan berkurang. Jika sedang banyak pikiran, persoalan sepele bisa jadi ancaman. Keburukan di siang hari bisa berlanjut, jadi malam yang melelahkan. Yang pasti akan merusak kualitas tidurku dengan segala akibatnya. Mungkin besoknya uring-uringan, leher kaku atau minimal pusing.

Saya tidak dapat membayangkan orang yang tinggal di pinggir jalur rel kereta api yang hampir setiap jam dilewati. Mungkin karena terbiasa, mereka tidak lagi mendengar. Atau barangkali mereka lebih tahan daripadaku yang menuntut ketenangan. Atau jangan-jangan mereka malah merindukan suara berisik kereta yang mengisyaratkan bahwa mereka ada di sekitar rumah.

Tidak baik, rasanya mengeluh. Katanya hidup adalah pilihan. Kalau garasi itu tidak dapat diusir, satu-satunya jalan aku yang pindah. Tetapi pasti tidak mungkin, keluargaku pasti semua keberatan karena tempat ini merupakan peninggalan. Tuntutanku mungkin dianggap tak masuk akal, karena semuanya baik-baik saja kecuali aku yang merasa terganggu pada saat tertentu.

Malam ini, mata terpejam setengah mengantuk ketika terdengar bus pulang masuk ke kandangnya, sejenak memancing insting kejengkelanku. Hidup bersama orang lain di masyarakat memang ada ongkosnya, yang harus kubayar dengan kesabaran. Sejatinya, hidup tak mungkin tanpa gangguan. Kenapa aku manusia yang sudah diberi banyak kemuliaan tidak bisa berbaik hati dengan tetangga ?

Maka, setiap gerungan mesin bus yang keras kubayangkan sebagai tarikan pedal gas mobil Mazdaku di sebuah sirkuit dengan aku sebagai pembalapnya. Semakin keras suaranya , semakin kencang jalan Mazdaku. Hasilnya ajaib, seterusnya aku berdamai  dengan perasaanku dan tertidur sambil balapan. Enak sekali !


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Rabu, 27 Agustus 2014

Pegawai Casual


Pagi itu saya sarapan cukup pagi di sebuah hotel bintang di Bandung karena mau segera ke rumah sakit menengok cucu yang baru lahir. Selesai sarapan, saya mencari tempat yang bisa untuk ngopi sambil merokok di bagian luar restaurant. Rasanya kecut, kalau sehabis makan tanpa merokok. Suasana di luar juga tampak sepi, hanya beberapa meja kursi kosong.

Tampak seorang wanita belia yang sedang asyik membersihkan dan menata meja dengan peralatan makan. Satu per satu dia bereskan dengan cekatan, saat mendekati meja sebelah dia menyapa dan mengucapkan maaf, sambil tersenyum. Pegawai hotel, penerbangan dan bank selalu membuat saya kagum, karena mereka terdidik dengan baik.

Pikiran saya menerawang, sebentar lagi saya juga punya hotel seperti ini dan pasti pegawai-pegawai saya juga akan seperti itu. Saya tergerak untuk membuka pembicaraan,” Sudah berapa lama bekerja di sini, dik ?” “ Baru dua bulan, pak. Saya di sini PKL dari sekolah, semuanya ada 8 orang, sedangkan  pegawai tetap di FB (Food Beverage) sedikit, hanya 4 orang,” katanya menerangkan.

“ Ada juga pegawai casual sebanyak enam orang,” tambahnya.

“ Maksudnya casual ?” 

“ Pegawai yang hanya bekerja saat dibutuhkan, hanya kalau ramai saja mereka dipanggil dan dibayar harian.”

Agak kaget saya mendengar ini, ternyata perusahaan sebesar ini sangat ketat dalam mengeluarkan anggaran. Perusahaan hanya membayar mereka berdasarkan jam kerja. Meskipun demikian para pekerja casual dapat menjalankan tugasnya dengan profesional, mereka cepat dan terampil, dapat diandalkan. Hanya dalam bilangan menit mereka akan membereskan meja yang berantakan, sigap dalam melayani para tamu hotel, meskipun gajinya tidak menentu.

Bahwa memperoleh gaji yang tidak menentu itu berat, pasti. Tapi bahwa otomatis gaji yang tidak menentu harus membuahkan hasil pekerjaan buruk, ternyata tidak. Maka, meskipun gaji kecil itu berat, tidak otomatis menjadi sumber buruknya mutu pekerjan. Pasti bukan karena jumlah yang diterimanya, tetapi lebih karena prinsip-prinsip hidupnya.

Mungkin gaji kecil tidak mencukupi, tetapi tidak menjadi alasan untuk bekerja seenaknya. Banyak kehidupan meski sederhana, baik-baik saja. Persoalannya, banyak orang menjadi lemah begitu saja, sudah tahu gajinya cekak bukannya bekerja lebih baik supaya gajinya dinaikkan, malah semaunya. Jadi meskipun gaji kecil itu berat, untuk bekerja baik tetap merupakan pilihan.

Lalu saya coba bandingkan dengan para karyawan di perusahaan saya. Tak seorang pun yang bekerja casual, mereka mendapatkan upah tetap setiap bulan. Semua pegawai tetap, sehingga penghasilan mereka juga tetap setiap bulan, tidak terpengaruh sama sekali dengan fluktuasi omset perusahaan. Tetapi tidak semua bekerja lebih baik dari pegawai casual, karena upah tetap bukan suatu jaminan.

Tengoklah para pegawai casual, mereka pasti sadar gajinya kecil dan tidak menentu, tapi mereka memilih bekerja dengan baik dan profesional. Kecilnya gaji sering dipersalahkan, padahal biang masalah itu adalah kelakuan.



Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Selasa, 26 Agustus 2014

Senyum Irfan


Apabila Anda datang ke bengkel tokoku pasti akan ketemu Irfan, seorang remaja yang setiap hari duduk di lantai. Kesan pertama Anda mungkin akan menganggapnya gila atau kurang ingatan.  Dia sering tersenyum sendiri atau bergerak-gerak melambaikan tangannya yang tidak bisa lurus. Betapa pun, senyum yang menghiasi pelakunya akan memberikan kesejukan bagi penontonnya.

Irfan adalah seorang remaja yang cacat tubuh dan mental, tetangga kampung yang setiap hari selalu datang ke bengkel tokoku. Panjang kakinya tidaklah sama, sehingga cara berjalannya juga agak pincang, wajahnya mencerminkan keterbatasannya, salah satu tangannya pun agak bengkok tidak sempurna. Mungkin menderita celebral palsy saat dilahirkan, sehingga dia pun sulit berbicara secara normal.

Meskipun anak itu dapat dikatakan terbelakang, tetapi karena selalu tersenyum, ada gambaran damai di wajahnya. Saya malah jarang tersenyum sebanyak dan selepas itu. Secara kualitas dan kuantitas jelas sekali senyum saya tak seberapa, bukan tandingannya. Dan yang tak seberapa itu pun lebih banyak berisi senyum-senyum terpaksa. Bibir tersenyum, tapi pikiran melayang entah kemana.

Setiap pagi sebelum tokoku buka, dia setia menunggu di depan pintu yang masih tertutup melebihi karyawanku sendiri yang masih suka datang terlambat. Padahal jelas-jelas ada aturan perusahaan mengenai jam masuk kerja dan sangsinya bagi yang terlambat. Semangat kehadirannya membuat kita harus banyak bercermin tentang siapakah diri kita yang sesungguhnya.

Dia memang kurang, tetapi mau belajar dan diajari. Dia mau belajar memahami sesuatu, bagaimana harus bersikap selama berada di tokoku agar tidak mengganggu pekerjaan. Jika dia diberi air minum, tidak lupa membuang gelas plastik aqua ke tempat sampah, sekali diajari. Tak seperti kita yang suka mengabaikan dan meninggalkan begitu saja bekas-bekas kita karena tidak membiasakan diri yang baik.

Kita pun termasuk orang yang sulit diajari dan belajar karena menganggap diri sendiri terlalu tinggi. Ada pepatah kosongkan cangkirnya jika kita ingin belajar, karena gelas yang kosong bisa menampung isi lebih banyak. Tetapi, pada kenyataannya yang kita gunakan prinsip cangkir kosong terbalik, hanya pantat cangkir yang kita sisakan untuk pendapat atau gagasan orang lain.

Banyak tamu pelanggan yang baru mengenal memberinya uang karena iba dan kasihan, mungkin menyangkanya butuh uang seperti kita. Uang yang diberikan tamu biasanya ditinggal begitu saja di atas lantai, sebelum diajari untuk menyimpannya. Kebutuhannya beda dengan kita, bukanlah uang seperti kebutuhan kita. Kerap kali, jika seseorang biasa memberi kita uang tip setiap kali bertemu dan suatu saat lupa untuk memberi lagi, kita menyesalkannya.

Tidak mudah menghadapi berbagai persoalan hidup dengan senyum. Wajah ini lebih tertarik untuk melayani soal-soal yang membuat bibir ini cemberut dan kening berkerut. Tergantung apakah hari sedang cerah. Jika rejeki sedang seret dan kebutuhan menumpuk lalu datang seseorang yang minta sumbangan setengah memaksa, bisa mendidihkan uap di kepalaku. Ini persoalan yang cukup serius, padahal untuk membuat kesal, persoalan sepele saja bisa jadi penyebabnya.

Ada banyak persoalan hidup yang membuat senyum ini terusir dari wajahku yang kata orang cukup angker, termasuk di dalamnya adalah persoalan remeh temeh. Banyak pekerjaaan yang terbengkelai karena ketidakdisiplinan kita, banyak masalah yang tidak mampu kita atasi karena tidak mau belajar dan dalam banyak hal sejatinya kita tidak lebih mulia daripada Irfan. Setiap kali melihatnya, saya seperti menemukan kembali senyum saya yang hilang.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Senin, 25 Agustus 2014

Penutup Lensa Kamera


Ikut tour ziarah ke Eropa dan tanah suci bersama keluarga selama tujuh belas hari sangat membahagiakan, bisa mengabadikan setiap momen indah dengan sebuah kamera baru yang sengaja kubeli sebelum keberangkatan. Saya kurang menyukai fotografi, sehingga tidak memiliki sebuah kamera yang baik, seperti kamera DLSR yang saat ini kutenteng sepanjang perjalanan. 

Perjalanan di Eropa lebih banyak ditempuh menggunakan bus sewaan yang sudah disediakan, mulai dari Roma menuju ke Paris. Perjalanan dengan bus cukup nyaman karena melalui jalan highway antar negara, apalagi setiap dua jam sopir diwajibkan berhenti dan istirahat selama dua puluh menit,  demi keselamatan. Kami bisa turun, menikmati secangkir kopi dan menghabiskan sebatang rokok.

Sampai suatu hari, perjalanan jadi terganggu, ketika saya menyadari bahwa penutup lensa kamera baruku hilang saat sudah di dalam bus. Hilangnya penutup ini benar-benar mengganggu batin saya. Bagaimana kalau lensa kamera baru saya nanti tergores ?  Gara-gara barang kecil ini seolah seperti kena musibah.  Penutup lensa model kamera ini tidak terikat tali yang terkait seperti model lain, sehingga mudah lepas. Saat berdoa pun kukeluhkan penderitaan ini kepada Tuhan.

Demikian gampang hidup saya atau bisa jadi kita semua terganggu oleh hal-hal remeh dan kecil. Seperti seorang teman yang pintu belakang mobilnya tergores paku. “ Itu kerjaan pengamen yang tak kuberi uang,” katanya dengan rahang mengeras dan mata menyala. Goresan itu benar-benar mengganggu, karena mobil itu adalah kesayangan dan kebanggannya dan sudah menjadi bagian hidupnya.

Di rumah pun ia menjadi peka. Canda tawa anak-anak hanyalah berarti kegaduhan. Kemesraan istri malah mendatangkan kebosanan, pembantu yang bergerak lambat memicu kemarahan. Hanya oleh karena goresan kecil, burung piaraan mati atau buah di pekarangan dipetik orang, betapa mudahnya kita melupakan tawa anak-anak dan kesabaran seorang istri. Inilah hebatnya kekuatan gangguan.

Menjelang hari terakhir menggunakan bus sewaan, tiba-tiba seorang ibu peserta tour yang duduk di depan mendatangi dan memberikan penutup kamera yang hilang selama beberapa hari. Ternyata hanya jatuh di dalam bus, bukan jatuh di luar ketika turun seperti perkiraanku. Hanya karena barang itu, berhari-hari kesal dan murung rasanya sia-sia karena apa yang selama ini saya anggap masalah besar ternyata bukan apa-apa.

Sepanjang perjalanan yang seharusnya penuh doa dan kebahagiaan jadi ternoda. Saya hanya dapat menyesalinya karena ternyata saya belum mampu menjadi bijak memaknai setiap persoalan dalam kehidupan ini. Tour pun berlanjut menuju Yerusalem, hari menjelang sore ketika rombongan sampai di taman Getsemani, tempat bersejarah dimana Yesus berdoa.

Taman tampak sepi, tidak ada peziarah lain, pintu gerbang waktu itu sudah tertutup, sehingga harus menunggu dibukakan terlebih dahulu. Saya berjalan paling depan ketika masuk taman, lalu berkumpul untuk mendengarkan penjelasan pemandu, ketika tanganku yang hendak berpegang pada jeruji jendela, tiba-tiba meraba sesuatu di dasar jeruji dan hatiku terkesiap. Astaga, ternyata sebuah penutup kamera seperti punyaku, sama persis!

Dengan dua tutup lensa di tangan, aku terdiam dan memejamkan mata. Katakan waktu itu penutup lensaku benar-benar hilang di perjalanan, tetap mendapatkan ganti. Soal manusia yang sedih karena kehilangan penutup lensa kamera pun masih diurus oleh Tuhan. 




Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Keterpaksaan


Mengenang masa lalu ada baiknya, terutama untuk merefleksi diri dan mengambil makna dari semua pengalaman yang pernah kita jalani. Saya pernah ‘terpaksa’ ikut orang, ikut saudara sekadar hanya untuk numpang tidur dan makan. Rasanya benar-benar tidak enak. Tidur tidak lelap karena mau bangun siang tidak enak hati. Makan juga tidak enak, kalau banyak disangka kebangetan.

Waktu itu, saya masih miskin tidak punya apa-apa, masih belum menemukan pekerjaan. Saudaraku juga miskin, tapi dia punya rumah walau sepetak kecil. Hidup di ibukota memang tidak mudah dan semua itu pernah kujalani. Daripada menganggur, aku mencoba berjualan apa saja. Dengan modal pinjaman teman. Karena terpaksa, maka usaha itu pun tidak berhasil, malah punya hutang sama teman.

Teman-teman pada kuliah, saya ‘terpaksa’ merantau mencari pekerjaan. Berbekal seadanya, yang jelas bukan uang karena memang tak punya. Hanya tekad untuk menderita, daripada berpangku tangan di rumah. Miskin adalah duniaku saat itu dan kebutaanku akan kesulitan dan hambatan menjadi peganganku, seolah sukses mudah direngkuh hanya bermodalkan dengkul.

Kerja paksa juga pernah, walaupun tidak suka karena tidak ada pilihan lain di perantauan. Kerjanya berat, bayarannya rendah dan sama sekali tidak bergengsi. Waktunya panjang, istirahat sedikit, mandornya kejam. Apa pun harus dijalani asalkan halal. Saking beratnya, saya hanya mampu bertahan dua hari. Lalu dengan gagahnya saya keluar. Gagah dalam arti tidak mengambil upah. Gagah tapi menderita.
  
Terpaksa keluar juga pernah. Ketika sudah mendapat kerja yang cocok, karier cepat dan posisi bagus, ternyata ayah kurang setuju. Setiap kali bertemu, selalu menekankan jangan menjadi pegawai terlalu lama, nanti malas buka usaha. Demi menuruti kemauan, pulang kampung buka usaha dan cuma bisa bertahan dua tahun, karena terpaksa.

Memaksa keluar juga pernah. Walaupun saya suka bekerja di sini setelah puluhan tahun dan cukup mapan dalam ukurannya, justru malah ambisi yang lain memicu nyaliku untuk keluar.  Keinginanku tidak bisa lagi dibendung atau dihalangi. Yang dulu tidak suka dan terpaksa, sekarang malah menjadi pilihanku yang terbaik sampai saat ini.

Memaksa orang lain juga sering, terutama memaksa kebaikan, karena kalau keburukan tidak usah dipaksakan. Tapi justru karena jarang menggunakan pemaksaan maka orang-orang cenderung akrab dan nyaman dengan keburukan. Mereka belajar beradaptasi dengannya secara alamiah. Secara alami, memang orang enggan dipaksa. 

Akhirnya, saya pun tahu bahwa keterpaksaan yang saya jalani, memberi manfaat di kemudian hari. Perlu waktu dan kedewasaan untuk menangkap dengan jelas apa yang ada dibalik keterpaksaan itu. Numpang hidup adalah bekal untuk sadar dalam bergaul dengan orang lain sampai hari ini. Ketidak- sukaan adalah pondasi untuk dapat membuat pilihan dengan bijak. Kegagalan adalah bekal untuk lebih baik, bukan menjadikannya trauma.

Tidak ada yang sia-sia keterpaksaan yang harus saya jalani selama hidup ini. Mengingat semua itu saya mengajak yang lain untuk memaksakan diri terhadap yang kita tidak suka. Apalagi terhadap orang-orang terdekat saya, tega tidak tega atau suka tidak suka, jelas ada tujuan hidup yang harus dicapai bukan untuk sesaat tapi untuk sepanjang hidup mereka. Semua itu demi kebaikan mereka.  
   

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Jumat, 22 Agustus 2014

Apa Jadinya


Menulis itu gampang-gampang susah, kalau sedang datang ide sepuluh menit juga selesai, tapi saat kebuntuan tiba, bisa berhari-hari satu tulisan tidak selesai menuangkannya. Seperti malam ini, saya kesulitan mencari ide untuk menulis. Apa jadinya kalau saya tidak bisa menulis untuk besok ? Tiba-tiba kepala terasa kencang dan leher tegang serta perut mual, ada apa gerangan ?

Dari semua perkiraan, yang paling saya curigai adalah karena terlalu keras berpikir. Mudah saja saya menyalahkan angin dan cuaca yang memang sedang buruk, tapi setelah saya pikir, penyebab paling kuat adalah beban pikiran. Kata teman saya, hati-hati dengan pikiran karena itu yang paling jahat terhadap kondisi tubuh.

Makin tua, bukannya makin tenang malah semakin tegang, itulah hidup saya. Teman sebaya sudah pada pensiun, santai dan momong cucu, sedangkan saya rasanya baru saja memulai bekerja yang benar-benar sesuai dengan keinginan saya. Kesuksesan karier menjadi tanggung jawab saya, menjadi tumpuan bukan hanya keluarga, tapi orang-orang yang ikut saya, saudara, teman dan lingkungan sosial saya. 

Karena hidup sejatinyanya bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain dan kalau perlu untuk bangsa dan negara atau bahkan untuk seluruh isi jagat raya. Percuma saja kita rajin ke gereja, ke masjid, atau  ke kuil kalau tidak ada manfaatnya untuk orang lain. Percuma saja kita berdoa berjam-jam setiap hari, kalau hanya memikirkan diri sendiri. 

Seseorang menjadi semakin tua sejatinya hanya untuk hidup semakin mandiri dan sendiri. Menjadi semakin terkenal sesungguhnya hanya agar lebih mudah diketahui baik buruknya kelakuan. Menjadi semakin kuat sejatinya hanya agar lebih banyak menerima beban. Jadi, dari sudut kemudahan, tidak ada enaknya menjadi semakin tua, terkenal dan kuat itu. Seluruhnya hanya tambahan persoalan dan makin banyak beban.

Semakin tegang ? Jelas. Seharusnya berasa plong bila sudah menyelesaikan sebuah pekerjaan yang makan energi bikin pencernaan terganggu. Tapi bukan rasa lega yang saya peroleh, sebab sudah ada lagi pekerjaan berikutnya yang seharusnya masih jauh di sana, malah saya angkut memenuhi kepala. Bahkan di dalam tidur pun otak terus bekerja, mata terpejam namun jiwa meronta-ronta.

Kekhawatiran selalu menghampiri setiap orang, saat bekerja sebagai seorang karyawan yang dipikir adalah bagaimana melunasi hutang. Apa jadinya jika anak-anak tidak memeperoleh pendidikan yang baik ? Apa jadinya jika saya hanya mampu menyekolahkan anak sampai SMA saja ? Apa jadinya jika rumah kreditan tidak bisa saya lunasi ? 

Saat perusahaanku  membesar dan karyawan bertambah banyak, yang pertama melintas di benak bukanlah kesuksesan melainkan beban. Apa jadinya jika bahan baku naik ? Apa jadinya jika laba menurun ? Apa jadinya jika kalah dari pesaing ? Apa jadinya jika perusahaan tidak jalan ? Semakin besar dan kuat kedudukan kita, semakin panjang daftar ‘apa jadinya’ menjadi penghuni hidup kita.

Akibatnya tahu sendiri, kepala dan pundak sering kencang, perut menjadi mual karena banyaknya pikiran yang menjadi beban. Walaupun hasil cek darah ke laboratorium juga tidak jelek-jelek amat, dan seharusnya tidak sakit kepala. Kalau  ‘apa jadinya’ menghilang dari kamusku, mungkin saja saya tak perlu sering sakit kepala seperti malam ini. Sungguh jahat kata-kata itu.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Kamis, 21 Agustus 2014

HP Rusak


Suatu hari, hp Blackberry Dakota saya tiba-tiba mati total, tepat di tengah perjalanan ke Semarang. Saya agak tenang karena tidak terjadi pas di rumah, tahu sendiri kota kecil seperti Cilacap mana ada bengkel yang canggih. Malam itu saja tanpa bb, besok pasti beres setelah dibawa ke bengkel hp, toh masih ada hp satunya, walaupun sudah mulai rewel tapi termasuk hp papan atas nokia. 

Esok paginya, hp rusak segera dibawa ke toko, katanya dua jam selesai. Wah, ayem, tapi sampai sore belum ada tanda-tanda yang melegakan dari tokonya, padahal saya harus melanjutkan perjalanan ke Solo. Mendekati magrib baru ada kabar, bahwa hp itu rusak dan tidak dapat diperbaiki alias  harus ganti baru. 

Setiap harus berganti hp, selalu muncul perasaan berat atau setidaknya enggan. Kalau dipikir-pikir, setiap kali saya ganti hp selalu karena peristiwa dramatik, seperti hilang, ketinggalan entah di mana, kecemplung air, tombolnya rusak dan sebab-sebab yang terpaksa. Terhadap setiap hal yang sudah kita akrabi, termasuk juga terhadap teman, saudara apabila harus berpisah tentu ada perasaan tidak tega, termasuk dengan hp yang sudah lama bersama kita.

Setiap mau mengganti hp tentu kita akan memilih-milih dulu, cari info type  yang lebih terbaru, lebih canggih, lebih keren sekaligus lebih asing dan yang paling mengesalkan, pasti rumit untuk dipelajari. Tapi yang penting, sesuaikan dengan budget , jangan sampai kita kecewa sudah mengeluarkan uang yang tidak direncana seperti ini. 

Kebetulan, di Solo ada teman kepala cabang salah satu bank swasta bermurah hati untuk mengantar ke toko. Hasil konsultasi sana sini, akhirnya saya jatuh hati pada BB type Q 10. Bentuk dan ukurannya bagus, sudah teknologi terbaru menggunakan layar sentuh dan ada yang warnanya putih, lagi trend, sungguh memantapkan pilihan. Singkat cerita, hari itu hp saya baru.

Keluar toko, tiba-tiba hp baru saya berdering, dan ketika saya mencoba menerimanya dengan cara menyentuh layarnya, waduh kok susah. Teman tadi segera memberi tahu caranya menerima telpon, “ Bukan disentuh tapi diusap, pak.” Setelah saya mencoba sarannya ternyata memang tidak mudah.  Perlu berkali-kali mengusap dan tidak selalu berhasil. Maklum, teknologi baru.

Cuma untuk mencari sebuah fungsi saja sudah menghadapi kendala, belum lagi kalau harus melihat buku petunjuknya. Seperti masuk ke hutan rimba, pasti menguras tenaga dan pikiran sedemikian rupa. Untuk menerima panggilan saja sudah menimbulkan kekesalan, memancing emosi kalau saja saya tidak ingat sebuah nasihat sederhana.

Ya, nasihat bahwa ada sebuah tahapan di mana manusia di minta bersabar pada kesulitannya, yaitu ‘tahapan belajar’. Tidak ada yang enak pada saat belajar. Sebelum bisa naik sepeda dengan gagahnya kita harus merasakan jatuh berkali-kali sampai lutut berdarah-darah. Kerjanya tidak lain hanya keliru, bodoh dan menderita. 

Tapi, kalau saya resapi, keberanian menjalani penderitaan dalam tahapan itulah yang membuat saya berhasil hidup seperti sekarang, termasuk berhasil menulis kolom ini. Tak terhitung hambatan dan kesulitan saya belajar bagaimana menulis saat itu. Tak terkira banyaknya masalah yang harus saya hadapi saat memulai membuka usaha baru. Tak terkatakan sulitnya mengembangkan karyawan dan memotivasinya.

Sesulit apapun, itu hanya kesepadanan dengan nilai yang kita dapatkan. Silih berganti harus dijalani. Seluruh jenis pekerjaan baru, hal-hal baru, perpindahan atau pergeseran ke arah yang baru selalu menimbulkan kesakitan. Jalani saja tahapan itu, kalau memang mengajak kita ke tatanan yang lebih bernilai, yang lebih memartabatkan kita. 

Jujur saja, memang kadang mengesalkan, maka hp satunya walaupun layar sentuhnya sering ngadat baru akan kuganti kalau sudah rusak-sak.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Rabu, 20 Agustus 2014

Masalah Kepercayaan


Siapa pun yang pernah menumpang mobil yang dikendarai oleh sopir tua pribadi saya pasti paham. Saya tidak bisa membayangkan kalau mobil yang dipakainya tidak memakai klakson. Dia punya kebiasaan unik, sebentar-sebentar membunyikan klakson ketika berkendara. Entah ada becak, sepeda, atau motor di klakson, bahkan ada ayam pun diklakson, semua diklakson tidak peduli mereka berjalan dengan baik dan benar atau memang membahayakan. Seolah-olah tidak mempercayai pihak lain.

Klakson mobil yang paling sering dipergunakan di dunia mungkin hanya di Indonesia, karena lalu lintasnya yang serba semrawut, pengguna jalan belum memiliki kesadaran sama sekali sehingga sulit dpercayai oleh pengendara lain. Gara-gara klakson bisa berantem, seperti pernah diberitakan media bahwa salah satu atlet bulu tangkis kita berhenti dan turun untuk memukul pengendara mobil yang di belakangnya.

Kalau di amerika, membunyikan klakson berkali-kali bisa dianggap sedang marah, orang sana santun sekali di jalan raya. Tidak perlu terlalu banyak lampu merah di perempatan. Cukup ada tulisan tanda stop, semua kendaraan yang lewat pasti akan berhenti sejenak meski jalanan sepi tidak ada apapun. Mereka layak dipercaya, meskipun tidak ada yang mengawasi.

Soal lampu rem yang menyala, berarti ada hambatan di depannya. Maka sudah sepantasnya yang di belakangnya ikut mengerem, tanpa harus membunyikan klakson tanda tidak setuju.Kendaraan yang paling depan memang tengah menjadi imam, melihat dengan mata kepala sendiri, paling menguasai data dan informasi. Karena azasnya sudah tidak dipercaya, maka sering terjadi insiden kecelakaan ketika mobil yang di belakang menyalip dengan tidak sabaran.

Kalau memang jalanan macet, sekeras apa pun klakson kita bunyikan, tidak akan membuat jalanan menjadi lancar. Padahal jika kita mau sedikit bersabar dan terpenting mau mempercayai kendaraan di depan kita, tentu tidak akan terjadi banyak kecelakaan. Tetapi memang begitulah keadaan di negeri tercinta ini, orang lain tidak pernah dibiarkan menjadi imam, walau ia tengah memegang otoritas yang sesungguhnya. 

Inilah kenapa kita selalu terdorong main klakson terhadap kendaraan di depan kita. Inilah kenapa dalam hal antrean panjang, leher kita menjulur paling panjang dan selalu gatal untuk menginterogasi keadaan di depan. Padahal, seringnya tidak terjadi apa-apa. Pada gilirannya, antrean pasti akan bergerak maju dengan sendirinya. Jika masih terhenti berarti masih ada persoalan yang harus ditunggu.

Persoalan, bagi yang paling depan yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, sedangkan kita yang di belakang tinggal mempercayainya saja. Penasaran dan berat ? Memang. Tapi itulah ongkos hidup bersama di dunia.  Ongkos kepercayaan sebagai mahluk sosial. Ketidakmauan membayar ongkos inilah yang sering membuat kekacauan hidup bersama.

Para imam, para pemimpin dan yang berada paling depan itu memang bisa saja menyelewengkan kepercayaan kita. Kita boleh kecewa tapi tidak perlu trauma. Karena untuk hidup bersama perlu rasa saling percaya. Soal sesekali tertipu juga hal yang lumrah tidak perlu diherankan lagi. Anggap saja sedang sial, karena kita pasti sama sekali tidak bisa luput dari kesialan. 

Kalau sopir tua itu saya ceramahi sampai dower, pasti percuma, dia tetap akan melakukan kebiasaan membunyikan klakson secara berlebihan kecuali, suatu saat ketemu atlit bulu tangkis yang temperamen itu.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Selasa, 19 Agustus 2014

Sumbangan


Setiap kali ketemu dengan pelanggan yang satu ini selalu mengingatkan saya tentang kakak iparnya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Kakaknya, seorang senior sekaligus teman lama yang cukup akrab sewaktu masih bekerja di Pertamina. Pernah sama-sama mengikuti tugas pendidikan selama setahun di Cepu, kalau tidak salah dua kali bareng dalam kurun waktu enam tahun. 

Kenangan kadang tergelar kembali. Ketika kami menonton film bersama di sebuah bioskop kecil, dia menolak ketika saya mencoba membayarkan tiketnya, tapi dia juga tidak mau membayari. Cukup fair menurut saya, dibandingkan teman lain yang selalu cari gratisan. Tapi membahas soal kenangan nanti akan saya tulis tersendiri, yang mau saya bicarakan adalah soal pengaruh yang dia tinggalkan sehingga saya tidak mungkin melupakannya.

Suatu hari dia pernah datang ke rumah berdua dengan teman untuk meminta saran karena mereka patungan mendirikan sebuah bengkel mobil. Di setiap tahapan kehidupan kadang kita menemukan kata-kata pujian yang kemudian terpatri di dalam hati. Saya masih ingat ketika dia memperkenalkan kepada temannya. Katanya sambil menunjuk saya, “ Orang ini bertangan dingin, dia bisa menjual apa saja, bahkan kotoran pun laku dijual.” 

Seorang teman senior yang lain juga pernah memberikan pujian untuk diri saya kepada orang lain yang membutuhkan sebuah komputer. Dia berkata, “ Beli saja sama Han, dia tidak hanya menjual tapi bisa membuat komputer.” Terlalu dilebih-lebihkan, memang. Pada saat itu komputer masih barang baru dan belum banyak orang yang menggunakannya, saya memang sudah berjualan sambil mengajarkan cara menggunakannya pada pembeli sehingga laku keras.

Seorang guru SMP saya yang sekarang masih hidup juga pernah berkomentar,” Anak ini nakal, tetapi sangat cerdas.” Saya hampir tidak mendengar kata ‘nakal ‘ itu. Yang terdengar hingga hari ini adalah sekadar kata ‘cerdas’. Sungguh satu pujian dari guru yang  seperti itu akan menancap terus di dalam ingatan dan selalu memotivasi alam bawah sadar saya hingga saat ini.

Ketika saya diberi tugas untuk rapat dengan vendor dari perusahaan Amerika di depan para petinggi Pertamina, ada satu kejadian yang tidak pernah saya lupakan ketika orang bule itu bertanya kepada peserta rapat,” Siapa saja yang kemarin berangkat ke manufacturing di Philadelphia ?” Dua orang manajer mengacungkan telunjuk.” Seharusnya anak ini,” kata orang bule itu menunjuk saya yang hanya bisa tersipu malu. 

Saya tidak peduli apakah pujian itu merupakan kenyataan diri saya atau bukan, karena yang penting adalah saya mempercayainya. Ketika kita percaya maka ada semacam energi yang muncul berusaha membantu mewujudkan kenyataan seperti yang kita yakini. Kualitas orang percaya sungguh berbeda dengan orang yang ragu-ragu atau menolak.

Dan ketika saya mengalami kesulitan, kelemahan, hambatan bahkan keputusasaan maka saya tinggal membayangkan wajah orang-orang itu yang berperan memberikan sumbangan yang sungguh tidak ternilai dalam kehidupan saya. Awalnya mungkin sok cerdas, namun lama-lama menjadi makin besar dorongan itu untuk membentuk kebiasaan cerdas.

Pernyataan-pernyataan positif dari mereka menjadi semacam mantera di dalam batin saya. Mereka adalah sebagian para pemberi sumbangan paling berharga sepanjang hidup saya. Banyak kehidupan ini berubah menjadi luar biasa hanya karena pengaruh dari kata-kata. Kenapa kita tidak sesering mungkin menyumbangkan kata-kata itu kepada orang-orang di sekitar kita ?


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Senin, 18 Agustus 2014

Tujuh Belasan


Semua pelanggan tahu, kalau dalam setahun bengkelku Otokits hanya libur selama lima hari, yaitu hari libur lebaran selama empat hari dan setiap tanggal 17 Agustus. Sudah sejak awal buka delapan tahun yang lalu, setiap tanggal keramat itu memang diliburkan. Semua karyawan tahu tetapi tidak pernah ada yang tanya kenapa kepada saya. Siapa yang tidak suka kalau diberikan hari libur ?

Orang pasti berpikir bahwa saya sosok yang nasionalis, padahal saya juga tidak pernah ikut upacara bendera, tidak pernah pula ikut malam tuguran atau ikut acara lomba Agustusan. Setiap tahun juga diundang untuk hadir acara di kampung (karena ikut menyumbang) sama pak RT atau pak RW saja, saya malas datang. Apakah menurut Anda jadi seorang sosok yang nasionalis beneran itu mudah? 

Menurut saya sama sekali tidak mudah, apalagi bangsa kita sudah 69 tahun merdeka. Sudah banyak yang sama sekali tidak ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan, tidak ikut merasakan bagaimana dijajah. Kita hanya mendengarkan cerita-cerita, mempelajari sejarah di sekolah, itu pun belum tentu masuk ke otak, apalagi ke hati. 

Kita baru meributkan nasionalisme kalau pulau Ambalat diakui negara tetangga, atau mungkin saat kesenian asli Indonesia tiba-tiba menjadi milik bangsa lain. Tapi dalam keseharian kita, sama sekali tidak mencerminkan seorang nasionalis. Nasionalisme kita hanya keluar saat kepepet atau tersakiti. Saya maklum, karena kita hanya pewaris kemerdekaan, bukan pelaku.

Beberapa bulan lalu saya diminta tampil membahas nasionalisme konsumen untuk produk pelumas Pertamina di depan para grosir, bengkel dan toko, tujuannya adalah agar supaya mereka lebih mementingkan menjual dan memakai produksi dalam negeri daripada merk lain. Sesungguhnya saya malu hati, karena saya baru dapat bicara tetapi tidak dapat menjalankan.

Ketika saya meminta mereka loyal dengan produk pelumas Pertamina, saya  masih menggunakan pelumas buatan Jepang untuk dua mobil import saya. Mungkin saya bisa berdalih, bahwa mesinnya rusak kalau tidak pakai pelumas buatan Jepang. Yang jelas, tidak mudah untuk menjadi orang yang menjalankan apa yang dikatakannya atau mengamalkan apa yang diajarkannya. Masalah integritas.

Meskipun saya bukan nasionalis, tapi saya cinta negeri ini, saya cinta Indonesia. Apakah karena kita lahir, sekolah, cari makan dan jatuh cinta sama orang Indonesia, orang tua asli Indonesia sehingga kita perlu mencintai Indonesia ? Mencintai adalah masalah hati, masalah pilihan yang kita lakukan secara sadar, yang menghasilkan keinginan untuk memberi kepada Indonesia, apa pun itu. Yang tahu jawabannya hanya diri kita sendiri.

Sebagai orang yang cinta negeri ini, saya memang tidak dapat memberikan pengorbanan jiwa raga bagi negara dan bangsa seperti orang lain, karena saya hanya seorang pengusaha. Namun saya sudah berjanji dalam hati untuk selalu ikut ambil bagian, paling tidak  akan menyediakan lapangan-lapangan kerja baru bagi saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air, karena hanya itu yang sementara ini bisa saya lakukan.

Biarlah setiap tanggal 17 Agustus bengkel saya libur menjadi tradisi setiap tahun sebagai bukti kecil kecintaanku dengan caraku sendiri, karena saya sangat menghormati tanggal itu, hari kemerdekaan bangsaku yang setiap tahun hanya dapat saya ikuti di layar televisi, tidak di lapangan seperti mereka yang punya kesempatan untuk itu. Dan biarlah libur itu berlaku selama saya masih hidup, saya senang, karyawan pun senang. Dirgahayu, Indonesiaku tercinta !


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Sabtu, 16 Agustus 2014

Kesamaan


Pada jaman saya masih muda, pertemanan dan kesamaan berjalan beriringan. Mulai dari bertemu, berkenalan, berbincang kemudian berteman dan saat menemukan kesamaan akan menuju kesukaan dan pertemanan yang lebih dalam. Namun pada era digital, pertemanan, kesamaan dan kesukaan bisa hadir sebelum kita saling bertegur sapa.

Pada jaman sekarang orang-orang bisa menjadi follower Anda di Twitter atau berada dalam group Facebook yang sama, atau menekan tombol ‘like’ untuk status, tulisan atau video Anda sebelum Anda bertemu dengannya. Seringkali kesamaan ditunjukkan beberapa kali meskipun tidak pernah bertemu. Rasa suka menjadi pintu yang sempurna untuk pengaruh.

Saat seseorang bergabung dengan group Facebook yang sama, mengikuti blog Anda, atau memberi komentar dalam sebuah situs, berarti dia berkata ‘ya’ kepada Anda. Hal ini memberikan posisi yang kuat jika Anda ingin memengaruhi orang tersebut. Semakin besar kemungkinan yang Anda dapatkan untuk membuat orang tersebut terus setuju dengan Anda.

Mendapatkan kata ya jauh lebih mudah apabila Anda memulai dengan kata ya. Dan ketika kita mulai dengan kata ya, pada level yang paling dasar kita menciptakan kesamaan. Namun untuk mengubah kesamaan menjadi pengaruh, harus terdapat fondasi empati. Kita harus bisa secara konstan melihat interaksi dari sudut pandang orang lain agar kita tahu apa yang diinginkan orang lain, bukannya memaksa mereka berkata ya.

Dalam komunikasi Anda harus menawarkan kepada mereka apa yang mereka inginkan jikalau Anda ingin untuk memulai dengan kata ya dan kemudian terus menjaganya. Hanya dengan begitu Anda berada pada level kepercayaan yang mengijinkan Anda untuk lebih percaya diri menyodorkan tawaran Anda kepada orang lain, entah itu berupa sebuah produk, jasa atau misi.

Seperti hukum magnet yang disebut oleh penulis John C.Maxwell, dimana ia menulis,” Pemimpin yang efektif selalu mencari orang-orang baik.” Coba pikirkan, apakah Anda tahu siapa yang Anda cari saat ini ?  Menurut Anda pegawai sempurna seperti apa ? Sifat-sifat semacam apa yang dimiliki olehnya ? Apakah Anda mencari pemimpin ? Apakah Anda peduli jika usia mereka dua puluhan, empat puluhan atau enam puluh tahun ? 

Sekarang, apa yang menentukan ? Apakah orang-orang yang Anda inginkan adalah orang-orang yang Anda dapatkan, apakah mereka memiliki sifat-sifat yang Anda inginkan ? Anda mungkin akan terkejut dengan jawabannya. Percaya atau tidak, siapa yang Anda dapatkan tidak ditentukan oleh apa yang Anda inginkan, tetapi ditentukan oleh ‘siapa diri Anda’. 

Kalau Anda ingin mendapatkan orang-orang yang seperti Anda inginkan, maka diri Anda harus menjadi orang seperti itu. Kalau Anda ingin orang baik, maka Anda harus baik. Kalau Anda ingin orang yang jujur, maka Anda pun harus jujur. Kita selalu tertarik kepada mereka yang memiliki kesamaan dengan kita, sehingga seolah terjadi kesepakatan tanpa disadari.

Menetapkan kesamaan sejak awal adalah bentuk baru dari kata ya. Semakin banyak kata ya yang Anda dapatkan di awal, semakin besar kemungkinan Anda berhasil mendapatkan kata ya untuk banyak hal lainnya seperti ide, solusi, atau transaksi Anda.

Carilah ‘kesamaan’ secepat dan sesering mungkin.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Jumat, 15 Agustus 2014

Mereka Juga Ingin Berpartisipasi


Saat ada penawaran kelas komputer untuk membuat situs web, seorang remaja tidak sabar ingin segera mendaftarkan diri. Menurutnya , ia bakal terlihat hebat memiliki web sendiri sebagai sarana membagikan ide-idenya dengan teman-teman dan keluarganya. Namun, kelas itu ternyata tidak sesuai dengan harapannya.

Sang guru kurang profesional, tidak mempersiapkan diri dengan baik. Ia hanya membaca instruksi dari sebuah buku. Alih-alih membiarkan murid-muridnya berpartisipasi, ia hanya menunjukkan caranya pada satu komputer yang sudah tersedia di depan ruangan. Ada 26 orang yang ikut kelas itu pada pekan pertama. Namun pada pekan kedua hanya tersisa 10 orang.

Seorang guru yang buruk dapat membuat topik paling menarik menjadi amat membosankan. Begitu juga halnya dengan impian. Anda bisa saja mempunyai visi yang terhebat di dunia, tetapi dianggap membosankan oleh orang lain. Mengapa ? Karena Anda tidak mampu memotivasi orang. Kita semua ingin segalanya menarik dan menyenangkan, dan kita semua ingin merasa menjadi bagian dari setiap tindakan yang diambil.

Ketika Anda menjadi seorang pemimpin, memotivasi atau membuat orang lain ingin berpartisipasi, sepenuhnya menjadi pekerjaan Anda. Saat Anda memimpin sekelompok orang, Anda lah yang menggerakkan tim itu. Tiap anggota tim menginginkan hal-hal tertentu, dan pemimpin yang baik akan bekerja dengan mereka untuk meraihnya. Lima hal yang perlu diperhatikan untuk membakar semangat mereka adalah :

‘Orang ingin meyakini kontribusi mereka bernilai’. Saat orang lain menunjukkan kelemahan mereka, berikanlah empati, jangan menuduh. Sebenarnya yang menjadi persoalan bukanlah apa yang mereka lakukan ataupun yang mereka lalaikan. Persoalannya adalah respon yang Anda pilih terhadap situasi yang terjadi dan apa yang seharusnya Anda lakukan. Sikap Anda yang paling penting.

‘Orang ingin menjadi bagian dari membuat dan merencanakan impian’. Pemimpin yang baik memiliki impian. Pemimpin yang hebat menceritakan impiannya kepada orang yang dapat membantu mewujudkannya. Libatkan orang dalam masalah, rendam mereka didalamnya, sehingga mereka menyerap dan merasa bahwa itu adalah masalah mereka dan selanjutnya mereka menjadi bagian penting dari solusi.

‘Orang ingin diakui (bahwa dirinya amat penting)’. Begitu Anda memahami orang lain dan mempercayai mereka, mereka pasti bisa menjadi seseorang. Tak butuh banyak usaha untuk membantu orang lain merasa penting. Hal-hal kecil, yang sengaja dilakukan pada saat yang tepat, dapat menciptakan perbedaan besar.

‘Orang ingin mendapat penjelasan mengenai apa yang harus mereka lakukan’. Orang melakukan apa yang mereka lihat. Cara terbaik bagi mereka untuk mempelajari apa yang Anda harapkan dari mereka adalah dengan memberikan contoh dari diri Anda sendiri. Sebuah agenda yang tidak disampaikan secara terbuka hanya akan membingungkan. Beri arahan yang jelas.

‘Orang ingin tahu bahwa mereka bisa berhasil’.  Sebagai pemimpin, Anda harus menumbuhkan rasa percaya diri orang lain. Tunjukkan bahwa Anda cukup percaya pada diri sendiri dan pada mereka. Orang lain tahu ketika Anda meragukannya. Raihlah kemenangan-kemenangan kecil dan ajaklah mereka melalui kemenangan-kemenangan itu. Teruslah mengingatkan visi kepada mereka.

Kalau Anda ingat untuk terus memberikan kelima hal ini kepada mereka, maka mereka akan berlari kencang. Jika Anda lupa, mereka bakal terlelap dan mendengkur.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Kamis, 14 Agustus 2014

Investasilah


Ada seorang ibu yang ditinggal suaminya satu setengah tahun yang lalu memeriksakan mobilnya ke bengkel. Sudah lama sekali mobilnya hanya dipakai tapi tidak pernah diservis, karena dulu biasanya sang suami yang mengurus mobil itu. Setelah ibu itu tahu apa yang harus dilakukan, secara periodik mobilnya dirawat di bengkel kami.

Mobil memang harus dirawat secara berkala meskipun masih bisa digunakan dengan lancar. Pada saat perawatan adalah kesempatan untuk mengganti atau memperbaiki part-part sebelum mereka menyebabkan kerusakan atau kerugian yang fatal. Melakukan investasi semacam itu tidak hanya mencegah masalah-masalah yang mungkin terjadi di masa depan tapi juga memperpanjang umur dan ketahanan sebuah mobil.

Mungkin kita juga perlu pendekatan seperti merawat kendaraan dalam menjaga hubungan dengan orang lain. Sangat mudah untuk membiarkan hubungan yang sudah terjalin baik kemudian perlahan-lahan memudar dan akhirnya berakhir. Sangat mudah membiarkan hubungan yang sangat penting untuk sekedar berjalan begitu saja, datar, daripada menjalaninya dengan sungguh-sungguh.

Tidak dengan sengaja. Tidak dengan kejam, tapi hanya dengan mengabaikan. Tidak ada waktu luang untuk berbicara, untuk bertanya, untuk mendengarkan, untuk tertawa, untuk melakukan sesuatu bersama-sama. Sebagai sebuah tim, sebagai pasangan, sebagai keluarga, sebagai sahabat, dengan alasan mungkin karena Anda sibuk, mungkin karena mereka sibuk, mungkin ada banyak gangguan, mungkin karena tidak ada yang perlu dibicarakan. Sepertinya tampak baik-baik saja.

Sebuah cabang toko eceran yang memiliki kinerja yang sangat buruk, berbalik menjadi baik dengan datangnya manajer baru. Penjualannya terus meningkat karena tokonya semakin ramai pengunjung dan lebih dari seratus pekerja di toko itu melaporkan bahwa salah satu alasan utama peningkatan semangat dan kinerja kerja mereka adalah karena sang manajer baru menggunakan dan mengingat nama-nama semua pegawai.

Sang manajer sungguh-sungguh menunjukkan perhatian kepada mereka sebagai manusia, bukan hanya kinerja kerja mereka. Saya yakin masih banyak lagi hal lain yang dilakukan oleh sang manajer untuk memperbaiki performa toko, tapi perhatian itu menjadi satu-satunya yang menciptakan dampak terbesar kepada para pegawai. Bukan kenaikan gaji, tapi mengingat dan menggunakan nama-nama orang.

Anda tahu kenyataannya adalah bahwa sangat mudah untuk melihat orang-orang setiap hari dan tidak mengenal mereka dengan baik. Hubungan-hubungan yang sangat baik dengan konsumen, rekan kerja, atau orang terkasih tidak terjadi dengan sendirinya. Hal itu memerlukan waktu. Dan ketika Anda gagal menginvestasikan waktu maka jangan terkejut saat Anda gagal untuk memperoleh keuntungannya.

Jika Anda percaya bahwa orang-orang merupakan hal yang sangat penting, berhentilah berharap menemukan waktu untuk diinvestasikan untuk hubungan-hubungan itu, tetapi ‘buatlah’ waktu itu. Terkadang hal paling penting bisa jadi hanya sekedar melakukan sesuatu hal bersama-sama dan berbagi pengalaman. 

Dan jika Anda adalah seorang manajer, ingatlah selain berinvestasi waktu pada orang-orang juga berinvestasi pada perkembangan mereka. Merekrut dan memperlengkapi pegawai bisa menjadi latihan yang menghabiskan waktu dan uang. Saya pernah ditanya seorang teman, “ Bagaimana jika Anda sudah melatih orang-orang dan mereka pergi ?” Saya balik bertanya,” Bagaimana jika Anda tidak melatih orang-orang dan mereka tetap tinggal ???

Jadi, investasilah beberapa waktu dengan orang-orang, lalu carilah juga cara-cara berinvestasi pada perkembangan mereka. ( Hehehe... mungkin Anda bisa mengajak mereka membaca artikel-artikel Hidup Luar Biasa ).


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Rabu, 13 Agustus 2014

Mulailah Dengan Cara Bersahabat


Beberapa hari terakhir ini saya mendengarkan banyak cerita dari isteri saya yang baru saja diangkat menjadi ketua sebuah yayasan kematian tentang sulitnya menyamakan persepsi orang. Perbedaan pendapat antara pengurus lama dengan yang baru adalah hal yang wajar dalam organisasi. Kalau seseorang sedang teguh dengan pendiriannya, Anda tidak akan mudah membuatnya menerima pendapat Anda berdasarkan logika.

Mereka tidak dapat dipaksa, atau ditarik-tarik untuk menyetujui Anda. Kalau Anda mendatangi saya dengan tangan terkepal, saya kira saya pun akan kepalkan tangan sekeras kepalan Anda. Namun, jika Anda datang dan berkata, “ Mari kita duduk bareng dan bersama-sama membicarakan sesuatu, dan kalau pendapat kita berbeda, kita akan berusaha memahami kenapa berbeda. Kita akan segera tahu bahwa ternyata kita tidak jauh berbeda dan kita pasti bisa mencapai satu pendapat.”

Sewaktu masih kecil, saya pernah membaca dongeng tentang matahari dan angin. Mereka saling bertengkar untuk memperdebatkan siapa yang paling kuat di antara mereka. Angin berkata,” Saya akan membuktikan sayalah yang paling kuat. Lihat orang tua yang memakai pakaian di sana. Saya akan menanggalkannya lebih cepat daripada kau.”

Maka, matahari berjalan membelakangi awan, dan angin bertiup hampir seperti tornado, tetapi semakin keras angin bertiup, semakin kencang orang tua itu memegangi pakaiannya. Akhirnya angin lemas dan menyerah, kemudian matahari muncul dari balik awan dan tersenyum lebar kepada orang tua itu. Sekarang, dia mengusap keningnya dan menanggalkan bajunya. Lalu matahari memberitahu angin bahwa kelembutan dan sikap bersahabat selalu lebih kuat daripada kemarahan dan paksaan.

Orang-orang  yang menyadari bahwa setetes madu akan lebih banyak mengundang lebah ketimbang segalon barang pahit akan semakin sering memakai cara-cara lembut dan bersahabat. Seorang pemilik mobil baru membuktikan hal ini sewaktu dia membawa mobilnya yang baru tiga bulan ke tempat servis resmi untuk ketiga kalinya.

Dia menyadari bahwa masalahnya tidak akan selesai dengan berbicara atau berteriak-teriak, atau adu mulut dengan manajer tempat servis itu. Dia segera pergi menemui pimpinan dealer resmi itu. Setelah menunggu sejenak dan diantarkan ke ruangan pimpinan, dia menerangkan bahwa dia baru saja membeli mobil dari tokonya atas rekomendasi teman yang sebelumnya juga membeli dari situ.

“ Saya diberitahu bahwa di toko ini harganya murah sekali dan servisnya hebat,” katanya, membuat pimpinan toko itu tersenyum puas sambil memperhatikan orang itu. Dia lalu menerangkan masalah yang dihadapinya dengan bagian servis. “ Saya pikir, Anda ingin mengetahui setiap keadaan yang mungkin bisa merusak reputasi Anda, “ demikian pemilik mobil menambahkan.

Pimpinan dealer resmi itu pun berterima kasih karena peringatan ini, meminta maaf atas kejadian itu serta menjamin masalah pemilik mobil akan diperhatikan. Bukan dia pribadi saja yang terlibat ikut menangani masalah itu, tetapi dia juga meminjamkan mobilnya, sementera mobil baru itu diperbaiki.

Dongeng abadi dari Yunani enam ratus tahun sebelum Masehi memaparkan kebenaran mengenai sifat manusia yang berlaku sekarang maupun dua puluh enam abad lalu di Athena. Matahari dapat memintamu untuk menanggalkan baju lebih cepat daripada angin. Kebaikan hati dan pendekatan yang bersahabat serta menghargai dapat mendorong orang mengubah pendapat mereka dengan cepat.

Ingat, mulailah dengan cara bersahabat.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.