Bersama jajaran Manajemen dan Karyawan yang dibawahinya.

Liburan bersama keluarga

Bersama istri tercinta "Laniati Dewi".

Hidup hanya sekali...Hiduplah dengan Luar Biasa !!

Bersama manajer pelumas "Sutoyo Wijaya" salah satu divisi yang dibawahinya

Jumat, 17 April 2015

Program Cicilan


Belanja apa saja di kota-kota besar pasti lebih menarik daripada belanja di kotaku. Di kota kecil tidak banyak pilihan, tidak banyak toko besar, belum ada mall, paling banter Rita pasaraya, semua serba ketinggalan. Uang tunai lebih berharga daripada kartu kredit dan uang benar-benar masih digunakan sebagai alat bayar. Di samping itu, harganya juga pasti lebih mahal kecuali untuk jenis-jenis barang tertentu saja.

Sedangkan di kota-kota besar, persaingan bisnis begitu ketat sehingga toko-toko saling membanting harga dan menguntungkan konsumen. Tidak cuma murah, hampir semua barang juga ada atau lebih lengkap, tetapi yang lebih menonjol adalah kemudahan, kenyamanan dan fasilitas yang dapat kita peroleh ketika berbelanja. Aneka macam penawaran menarik diberikan untuk kepuasan konsumen.

Uang tunai hampir jarang saya pergunakan selama di kota besar. Masuk restoran untuk makan, tidak perlu uang tunai. Pakai kartu kredit lebih menguntungkan karena dapat memperoleh diskon-diskon yang cukup  besar, sedangkan bayar tunai malah lebih mahal. Karena program diskon hanya berlaku bagi pemegang kartu kredit yang diberikan oleh pihak bank bekerja sama dengan pemilik restoran.

Banyak toko juga menawarkan pembelian barang dengan program cicilan selama enam bulan tanpa bunga alias 0 % jika membayar dengan kartu kredit bank tertentu. Jadi, asal punya kartu kredit kita boleh mengangsur selama enam kali tanpa dikenai bunga,karena bunganya sudah ditanggung oleh pemilik toko dan pihak bank. Semua pihak sama-sama memperoleh keuntungan.

Pembeli yang tidak cukup uang, dapat membeli dengan cara mengangsur. Sedangkan pihak penjual diuntungkan karena menerima pembayaran tunai dari bank, tanpa harus menanggung resiko hutang dari konsumen dan diharapkan juga omset penjualan toko dapat meningkat. Pihak bank juga diuntungkan karena bunga dibayar di depan dengan memotong langsung jumlah transaksi dari toko.

Itulah kenapa dalam waktu dekat ini, bengkel variasi saya juga akan menawarkan program cicilan ini kepada seluruh konsumennya. Bekerja sama dengan beberapa bank seperti bank Mandiri, bank BCA dan BRI. Sebenarnya hidup ini juga berisi dari serangkaian cicilan demi cicilan. Saya tidak pernah berani membayangkan bisa menjadi pengusaha seperti sekarang pada awalnya.

Membayangkan punya mobil saja takut, karena itu dunia yang tak terjangkau dengan keadaaan saya saat itu. Hanya dengan cara mencicil itulah saya kuat mendapatkan apa-apa yang tidak berani saya bayangkan. Karena alam hanya memberi saya kekuatan sedikit demi sedikit, setahap demi setahap tidak memberikan sekaligus, maka cara itulah yang bisa saya tempuh.

Kalau seluruh rezeki disampaikan hanya dalam satu pemberian, turun sekaligus pada hari ini, saya pasti bingung setengah mati karena tidak ada perangkat dalam diri saya untuk kuat menampungnya. Maka, datangnya kesuksesan juga demikian, tidak serta merta datang seketika, tapi melalui tahapan demi tahapan. Harus melalui proses yang panjang, tidak didapat tiba-tiba.

Jadi, setiap saya mengingat tentang perusahaan, pertumbuhan, kemajuan, kekuatan, keberanian, kemampuan dan semua pencapaian yang yang saya miliki pada hari ini, sesungguhnya saya seperti sedang mengingat kumpulan cicilan yang menakjubkan. Sakit mata pun sudah mulai bijaksana dengan mengenal cicilan, terbukti ketika mata saya timbilen kemarin cuma sebelah. Sebelah pun sudah amat menyiksa, apalagi jika keduanya.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Rabu, 15 April 2015

Rambut Tukang Bakso


Berhentilah menilai orang dari penampilannya, maka kita tak akan terkecoh. Pelajaran ini diberikan oleh tukang bakso yang sering mampir ke bengkelku. Perkenalanku dengan tukang bakso inilah yang hendak kuceritakan. Dia rambutnya gondrong, penampilannya rapi, sama sekali tidak menyerupai abang bakso keliling menurut pandanganku.

Ketika ia masuk ke bengkelku aku menyambutnya bak melayani seorang pelanggan, apalagi saat dia berjalan berdampingan dengan seorang ibu. Kupikir suaminya ibu itu, maka keakraban belaka yang kuperagakan, senyum salam sapa tidak ketinggalan. Tapi rupanya aku yang terkecoh kali ini, ia cuma masuk untuk mengambil mangkok. Mangkok bakso bekas pesanan seorang staffku.

Bagiku seorang tukang bakso tidak boleh berambut gondrong, apalagi berpakaian rapi. Terhadap orang lain tiba-tiba aku menetapkan banyak persyaratan. Menurutku cuma seniman, roker atau preman yang layak bergaya rambut gondrong dan menguncir rambut. Tapi kuli bangunan tidak, penjual sayuran, abang bakso juga tidak, pengangguran apalagi, ia harus tahu diri dan harus tahu kedudukannya.


Jika engkau seorang pengangguran, jangan coba-coba bertingkah macam-macam agar lebih mudah mendapat pekerjaan karena orang sedang menilaimu. Yang kasat mata, pasti selalu didahulukan dan menjadi bahan pertimbangan pertama dalam menilai sesuatu. Itulah kenapa lebih mudah memberi penilaian secara subyektif ketimbang obyektif.

Seorang juri yang seharusnya bisa memberikan penilaian lebih obyektif saja masih terpengaruh pada penampilan fisik seseorang. Yang profesional saja masih seperti itu apalagi cuma kita. Terbukti ketika seorang peserta audisi X factor Indonesia tahap pertama tampil di panggung. Cara berjalannya saja langsung dikritisi, mau menyanyi malah ditanya bela diri, hanya karena melihat tampangnya ndeso.

Beby Romeo penyanyi bersuara bariton kesukaanku, pasti tidak jahat dengan meremehkan peserta itu. Mungkin dia tidak tahan memandang penampilan orang desa berani ikut audisi. Apalagi ketika ditanya mau menyanyi lagu apa, ia menjawab lagu Mirasantika ( Minuman keras dan narkotika ) karya bang haji. Lengkap sudah pelecehan itu dapat diterima karena pilihan lagunya juga bukan lagu yang diharapkan oleh para juri.

Para juri yang terdiri dari Beby Romeo, Rossa, Afghan dan Achmad Dani pasti memandang rendah pilihan itu. Maka ketika Boby Berliandika mulai bernyanyi, tiba-tiba semua juri terkejut, penonton pun terkesiap karena yang terdengar bukan musik dangdut, tapi sudah diaransemen sedemikian rupa dan vokalnya juga luar biasa, sehingga dihentikan oleh Rossa sebelum lagu tersebut selesai dinyanyikan dan hasilnya membawa pulang 4 yes dari para juri.

Para juri itu dikirim ke dunia ini pasti bukan untuk menyakiti sesama. Demikian pula kita ketika keliru menilai orang lain sehingga tanpa sengaja menyakitinya. Para juri pasti menyesali diri karena telah melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang kurang etis terhadapnya, bahkan ketika Boby menjawab termotivasi ikut audisi karena dorongan almarhum ayahnya.

Untung kepada si abang bakso yang berambut gondrong itu, aku tidak sampai menyakitinya hanya sekadar terkecoh dengan penampilannya. Seandainya aku keliru menilai seorang pelanggan yang kukira tukang bakso, tentu lain ceritanya.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Jumat, 10 April 2015

Cabang Baru


Kami syukuran dan semua bersuka cita pada hari pembukaan cabang bengkel variasi otokits yang ketiga di Wonosobo minggu kemarin. Rasanya masih terasa gema riuhnya tepukan tangan, masih terbayang puluhan bunga ucapan selamat, dan masih tersimpan kiriman pesan dari para sahabat dan handai taulan yang ikut bergembira. Tanpa terasa bengkel ini sudah berjalan sembilan tahun.


Mengawali tahun yang ke sepuluh, dengan tambahan satu cabang baru tentu saya bergembira, puas rasanya, sekalipun saya tahu bahwa ini berbahaya. Saya merasa puas karena memperoleh tantangan baru, seperti seorang anak mendapat mainan baru. Tapi sekaligus berbahaya karena setiap kali saya mengawali usaha baru seperti memasuki gelanggang pertandingan yang saya tidak pernah tahu akan berhasil atau tidak.


Namanya pertandingan, kita tentu bisa kalah, tapi saya tetap merasa gembira karena telah mencapai niatan. Niatan melahirkan sebuah cabang baru. Orang sering salah duga bahwa saya dapat menjamin setiap usaha baru yang saya lakukan akan selalu sukses. Memang ada kenaikan kelas dari dua cabang menjadi tiga. Logika kenaikan kelas ini sering dipandang sebagai kenaikan segala-galanya.

Itulah kenapa banyak orang yang syukuran jika naik jabatan, naik status dan naik golongan. Hajat ini bisa dipahami sebagai rasa syukur atas pangkat baru, pencapaian baru dan rejeki baru. Kenaikan itu tidak pernah dipahami dalam pengertian sungguh-sungguh sebagai ketertekanan baru, penderitaan baru, dan tanggung jawab baru.

Bagaimana tidak ? Setelah membuka sebuah cabang baru, maka saya punya persoalan baru, punya tanggung jawab baru untuk menyukseskannya. Saya hanya akan menderita jika bengkel cabang itu sepi pengunjung. Saya akan tertekan jika target penjualannya tidak tercapai. Apalagi jika saya harus menanggung rugi karena biaya lebih besar daripada keuntungan.

Bahkan kenaikan kelas itu jika tak disikapi dengan tepat, bisa menjatuhkan. Padahal jika jatuh dari ketinggian tentu sakit, semakin tinggi kenaikan akan membanting kita semakin keras. Kita sering melihat tentang manusia yang kemalangannya bertepatan dengan kenaikannya. Belum rampung mereka bergembira menyelenggarakan syukuran, pada saat yang sama musibah mengintip di balik jendela.

Banyak orang tidak kuat memenuhi tuntutan naik kelas itu, akhirnya menuai musibah di saat sedang menanjak hidupnya. Musibah itu bisa dikarenakan gagalnya menyangga jabatan, terbongkarnya aib sampai penyalahgunaan kekuasaan. Orang Jawa bilang, ora kuat derajat. Apakah kenaikan kelas akan selalu menimbulkan akibat-akibat yang mengerikan semacam itu ?

Sepanjang berada di tangan orang yang kuat dan tepat, tentu tidak akan berakibat demikian. Bagi orang semacam itu, kenaikan adalah kenaikan profesi. Orang itu dengan mudah akan menyesuaikan profesi barunya dengan bersikap profesional. Kelasnya meningkat, kualitasnya juga meningkat setara dengan kenaikannya.

Maka, kenaikan kelas itu selain wajib kita syukuri juga perlu kita waspadai dan kemudian kita sikapi dengan sebaik-baiknya. Karena banyak orang ingin lebih sukses, tapi tidak memantaskan diri untuk menjadi lebih sukses, ingin lebih mulia tanpa pernah benar-benar memiliki derajat kemuliaan yang sesungguhnya. Memantaskan diri itulah tugas kita.

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Selasa, 07 April 2015

Keinginan Akan Tetap Berada Di Sana


Memang tidak selalu yang kita inginkan akan kita dapati. Tepatnya, Tuhan tidak selalu mengabulkan semua permintaan kita. Itulah yang sering kita ingat, kita rasakan, kemudian kita keluhkan dan kita cemaskan, tak terkecuali saya. Besarnya keinginan dan kenyataan seringkali jauh dari harapan. Niat ingin begitu, kenyataan cuma begini. Realitas selalu di sini, angan-angan selalu jauh di sana.

Sudah sembilan tahun saya mengelola bengkel variasi Oto Kits, dan baru saja membuka cabang yang ketiga. Tapi kenyataan ini ternyata masih jauh dari besarnya keinginan menjadi tujuh belas cabang. Padahal, usia saya sudah lima puluh tujuh, teman-teman seusia pasti sudah pensiun, menikmati hari tuanya. Sedangkan saya masih sibuk dengan banyaknya keinginan yang belum saya dapatkan.

Menjadi seorang pengusaha adalah impian saya sejak kecil. Maka, ketika menginjak kelas dua SMA, sepulang sekolah saya bersedia membantu memasarkan dagangan ayah ke daerah-daerah sekitar dengan naik sepeda motor. Empat hari dalam seminggu, saya harus pulang petang bahkan kadang sampai larut malam jika terhadang hujan atau gangguan.

Setiap perjalanan memasarkan itu tidak selalu membawa hasil menggembirakan, mengajarkan saya tentang kesulitan. Dikatakan berat bagi anak sekolah, pastilah berat. Tapi saya suka melakukannya, apalagi ada tambahan uang saku sebagai upahnya. Itulah kenapa setelah lepas SMA, saya kemudian memilih merantau berdagang di Jakarta ketimbang kuliah atau mencari kerja.


Sukses berdagang tidak dikabulkan, malah mendapat kesialan-kesialan yang membuat saya akhirnya harus melupakan keinginan. Berdagang kripik tempe, tidak berhasil. Berdagang burung merpati, juga gagal. Buka toko kecil di kampung pun tidak mudah, dagangan habis, uang juga habis entah kemana. Karena kebutuhan, saya terpaksa merubah tujuan dengan mencari pekerjaan.

Namun, ketika saya punya waktu senggang untuk mengingat-ingat, ternyata sebagian besar Tuhan sebenarnya telah memberi. Rasanya bukan hanya saya yang bersikap seperti itu, sebagian dari kita sering lupa atau tidak sempat memikirkan lagi. Keinginan yang didapat langsung saja tidak kita ingat apalagi keinginan yang diperoleh dengan perjuangan bertahun-tahun.

Meskipun harus menunda lebih dari dua puluh tahun dengan rela menjadi karyawan, akhirnya saya bisa menjadi seorang pengusaha. Meskipun bengkel saya belum menjadi tujuh belas cabang, saya sudah memiliki tiga cabang yang kata orang, luar biasa. Meskipun keinginan masih banyak yang belum tercapai, ternyata alam juga telah banyak memberi.

Jadi, sesungguhnya banyak mimpi-mimpi saya yang sudah diberi. Hanya saja karena keinginan baru selalu bertambah, maka jumlah keinginan yang belum tercapai juga bertambah. Memimpikan hotel bintang, dua tahun yang lalu, sekarang hampir menjadi kenyataan. Hotel belum selesai dibangun, ternyata sudah lahir mimpi lain tentang pesawat terbang.

Sekalipun hidup ini telah banyak memberi, tapi yang selalu kita ingat cuma soal-soal yang belum kita dapati. Keinginan akan tetap berada di sana dan hidup selalu berada di sini, karena sekalipun saya telah banyak mendapat, saya masih akan banyak bermimpi.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

Minggu, 05 April 2015

Satarabak


Membandingkan Mesir dengan Indonesia atau Jakarta dengan Kairo, membuat saya lebih bersyukur karena ternyata negeri sendiri lebih makmur, lebih maju dan lebih bersih. Jakarta memang bukan kota yang bersih, tapi tumpukan sampah tidak sebanyak di sini. Kalau masalah lalu lintas di Jakarta adalah macet, masalah di sini adalah semrawut. Lampu lalu lintas saja di ibu kota cuma ada satu.

Jalan-jalan begitu kacaunya karena orang berkendara semaunya tanpa menaruh perhatian pada rambu-rambu. Katanya, mereka tidak ada yang punya sim, bahkan menolak memilikinya walaupun tidak mahal. Apalagi jika biaya sim mahal seperti di negeri kita. Jangan berharap kita dapat melihat mobil mewah berlalu lalang di jalan. Jangankan mobil mewah, mobil bagus pun jarang.

Tumpukan sampah, mobil bobrok, udara berdebu, kemiskinan adalah pemandangan biasa di negeri ini. Jadi, jika tanpa petunjuk pemandu tur, mungkin kita bingung memilih tempat yang tepat untuk makan dan minum. Semua tempat tampak kumuh dan kotor, ingin sekadar minum kopi pun takkan terpenuhi. Tidak ada tempat ngopi yang setara dengan Starbucks.

“ Kalau di Indonesia marak kedai kopi seperti Starbucks (baca: starbaks), Mesir juga punya namanya ‘Satarabak’,” kata pemandu tur Mesir tidak mau kalah. “Kalau Anda nanti naik ke puncak bukit Sinai, Anda bisa minum kopi di sana, “tambahnya lagi. Minum kopi di Starbucks, saya sudah biasa, karena di kota-kota besar pasti ada. Tapi minum kopi di satarabak tentu sebuah pengalaman yang baru.

Sebelum mendaki, saya membayangkan satarabak seperti kedai-kedai kopi seperti umumnya daerah tujuan wisata, tapi ternyata keliru. Karena tiba di puncak itu sudah petang, maka yang tampak hanya kegelapan, sepi, tak ada listrik. Di atas bukit itu tidak ada bangunan lain kecuali sebuah warung kecil, sepetak tepatnya ! Di bawah penerangan lampu minyak, tempat duduk hanya dari batu beralas kain, ruangan sempit, dan bau kencing onta, mau muntah rasanya.

Menikmati segelas kopi seharga dua dolar, di tempat yang jauh dari yang dibayangkan, tentu wajar jika kecewa. Sudut pandang ini pasti boleh saja saya pakai, apalagi bagi pecandu berat kopi seperti saya sebab kopi semacam ini sama sekali tidak bisa disebut kopi. Kebiasaan minum kopi di tempat sekelas Starbucks jelas menambah kejengkelan saja. 

Tapi ketika sudut pandangnya saya geser, beda lagi persoalannya. Langsung menjadi sudut bahagia. Pada saat dingin sangat menusuk tulang, jaket tidak lagi mampu jadi andalan, secangkir kopi panas sungguh keajaiban. Menemukan penghangat badan, pasti keberuntungan. Keberuntungan ganda karena tubuh hangat dapat menekan keinginan pipis, di mana jangan berharap ada toilet. Terutama bagi para ibu, jika tak mau pipis di tanah bebatuan.

Yang lebih mencengangkan lagi, ternyata di warung kecil satarabak ini, juga tersedia indomie buatan Indonesia, walaupun harganya cukup mahal, lima dolar. Jangan-jangan turis bangsa kita yang paling banyak datang ke sini, karena mereka sampai berani mempunyai persediaan indomie. Atau mungkin karena produk indomie memang sudah mendunia. 

Maka tidak peduli seberapa buruknya dan seberapa baunya satarabak ini, mendapat secangkir kopi panas dan indomie di tempat ini sungguh soal yang luar biasa. Jadi, kualitas kita dalam menggeser sudut pandang, ternyata dapat membuat satarabak ini mengalahkan Starbucks, kedai kopi ternama di dunia.



Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.