Selasa, 17 Juni 2014

Prinsip Berempati


Penyelenggaraan Kejuaraaan Catur Provinsi se Jawa Tengah yang biasa diadakan setiap tahun, kali ini agak istimewa, karena bersamaan dengan Musyawarah Propinsi yang harus diselenggarakan setiap empat tahun sekali, untuk memilih Ketua Umum Percasi Provinsi Jawa Tengah baru periode 2014-2018. 

Karena tidak ada calon lain, maka saya dipilih sebagai ketua baru secara aklamasi. Menjelang acara pemilihan, setelah rapat komisi selesai. Seorang teman pengurus mendekati saya dan bertanya,” Pak, nanti ada pernyataan visi-misi dari calon ketua baru, apakah bapak siap ?” Saya menjawab, “ Siap, tenang saja.”

Tidak lama kemudian seorang lagi datang dan berbisik, “ Pak, ada pernyataan visi-misi.” Mereka semua adalah teman dekat sesama pengurus yang berempati dan mengkhawatirkan kesiapan saya. Mereka bisa berempati dengan mudah karena mereka merasa dekat dengan saya. Sebaliknya, ketika berhubungan dengan orang lain yang tidak dianggap dekat, sebagian besar orang sulit berempati. 

Tindakan kita sering kali lebih banyak berdasarkan perasaan ketimbang pikiran. Maka, kita baru bisa bertukar pendapat melalui pikiran setelah ada perasaan yang baik terlebih dahulu. Ketika perasaan kita negatif, maka kita akan sulit untuk mempunyai pikiran yang positif yang kemudian akan sangat mempengaruhi respon kita.


Empati bukanlah simpati. Simpati adalah bentuk persetujuan, sedangkan empati bukanlah sepakat dengan orang lain namun memahami seseorang secara sepenuhnya serta mendalam, baik secara emosional maupun intelektual.

Untuk dapat memahami orang lain, maka kita harus mendengarkan secara empatik. Maksud saya adalah berusaha memahami lebih dulu, untuk benar-benar memahami. Kita akan masuk ke dalam kerangka cara berpikir orang lain dan memandang dengan cara mereka sehingga kita paham sudut pandang dan perasaan mereka.

Sebagian besar orang mendengarkan bukan dengan niat untuk 'memahami', tetapi dengan niat 'menjawab'. Saat mereka tidak bicara, mereka bersiap-siap untuk berbicara. Mereka menyaring informasi melalui paradigma mereka sendiri, memproyeksikan kehidupan mereka ke dalam kehidupan orang lain.

Apa yang penting bagi Anda mungkin remeh bagi orang lain. Anda mungkin sedang mengerjakan sesuatu yang amat penting saat anak Anda yang berusia enam tahun menyela dengan sesuatu yang tampak remeh bagi Anda tapi mungkin amat penting  dari sudut pandangnya.

Aturan emas mengatakan,” Perlakukan orang lain seperti Anda ingin orang lain memperlakukan Anda.” Saya pikir memiliki makna yang lebih mendasar yaitu memahami mereka secara mendalam secara individu, seperti sebagaimana Anda ingin agar dimengerti oleh orang lain, dan kemudian memperlakukan mereka berdasarkan pemahaman itu.

Semakin dalam Anda memahami orang lain, semakin banyak Anda menghargai mereka, dan semakin menghormati mereka. Jika saya harus meringkas dalam satu kalimat tentang prinsip berempati yang sungguh penting dalam hubungan antar pribadi, maka saya akan mengatakan,” Berusaha memahami dahulu, berikutnya barulah berusaha dipahami.”

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.


Comments
2 Comments

2 komentar:

  1. Dalam kita memimpin sebuah perusahaan dan kita diharuskan mengerti apa yang dipikirkan oleh karyawan kita,dengan kita memiliki Empati pada karyawan kita kadang ada kalanya timbal baliknya melebihi apa yang kita inginkan....dan efek yang timbul adanya timbal balik tersebut membuat kita harus punya kontrol diri untuk membedakan mana urusan pekerjaan mana urusan hati...karena kalo tidak seperti itu bahaya untuk hubungan pribadi kita...dan itu sering terjadi di seluruh perusahaan atau instansi2..karena kalau urusan pekerjaan nyerempet ke hati wah bahaya tuh Pak...he..he..Makasih Pak Han Tulisannya....Salam Sukses Hidup Luar Biasa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Curhat ya mas....hehehe....profesionalisme harus dijunjung tinggi sehingga dapat memisahkan antara pekerjaan dan pribadi. Orang-orang yang luar biasa adalah orang-orang yang profesional.Salam Sukses, Hidup Luar Biasa.

      Hapus