Pagi ini saya mendapat pesan singkat dari seorang pemuda yang minta diberi semangat karena kios ibunya di pasar Johar Semarang habis dilalap api. Sudah sembilan jam kebakaran hebat yang terjadi dari semalam belum juga padam karena angin bertiup kencang, sehingga dapat dipastikan tidak akan ada yang tersisa dari seluruh barang dagangannya.
Segera
saya balas smsnya, memberinya dorongan semangat bahwa di dalam setiap peristiwa
pasti ada hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil. Ada dua hal, yang pertama
adalah persiapan kita atas kejadian semacam itu sehingga mungkin perlu sedia
payung sebelum hujan dengan turut atau ikut asuransi kebakaran. Yang kedua,
musibah itu soal yang ada hubungannya dengan rejeki.
Berbicara
soal rejeki, mau tidak mau kita harus berbicara mengenai spiritualitas, yang
berhubungan dengan sang Maha. Jadi, mengaitkan rejeki, bisnis atau kegiatan apa
pun dengan spiritualitas adalah suatu keharusan. Namanya keharusan, suka atau
pun tidak suka, terpaksa kita harus mengaitkannya. Dan itu tidak mungkin kita
hindari.
Hukum
‘Siapa yang memberi akan mendapatkan’, harus kita percayai. Kepercayaan kepada
aturan tertinggi inilah yang saya sebut sebagai spiritualitas. Intinya, saya
percaya kepada energi spiritualitas sehingga dalam hidup atau berbisnis,
moralitas harus selalu kita junjung tinggi. Maka itu, bisnis yang besar menjadi
amat besar, pasti karena pemberiannya yang besar.
Kebakaran
ini mengingatkan cerita bagaimana komplek laboratorium milik Thomas Alva edison
yang terdiri dari enam bangunan habis terbakar. Kerugian itu mencapai dua juta
dolar, belum termasuk semua penemuan dan hancurnya catatan kerja seumur
hidupnya. Malam itu, Thomas berkata, “ Walaupun aku sudah berumur 76 tahun, aku
akan memulai lagi besok.”
Demikian
pula saat sebuah rumah makan terbakar habis, pemiliknya mempercayai energi itu.
Malam terbakar, paginya tetap berjualan. Ia gembirakan semua staff dengan
dorongan semangat. Menangis secukupnya saja, dan seterusnya ayo kembali
bekerja. Hasilnya justru mengejutkan, pelanggan kaget melihat rumah makan
terbakar, jauh lebih kaget lagi melihatnya tetap buka seperti biasa.
Para
pembeli dipersilahkan duduk seadanya, di mana saja. Di atas reruntuhan juga
boleh sebab telah beratap tenda ala kadarnya. Suasana berubah sedemikian rupa
dan para pelanggan malah menolak menerima kembalian uang mereka sebagai empati.
Pada waktu kebakaran itulah, rumah makan itu mencapai omset tertingginya.
Kebakaran
memang suatu musibah, semua orang menangis dan terguncang. Semua tegang
tertekan dari kanan kiri. Sudah bangkrut, salah-salah dianggap sebagai penyebab
hangusnya seluruh kawasan. Jadi tidak ada yang nyaman dengan kebakaran itu,
sehingga yang tersisa hanyalah menguatkan hati. Kekuatan itu tidak ada lagi
sumbernya selain kepada energi spiritualitas.
Hanya
dengan percaya kepada energi inilah maka kita akan mempercayai segala sesuatu
bahkan saat kita belum melihatnya. Dengan percaya itulah, yang tidak mungkin
menjadi mungkin, yang mustahil dapat menjadi kenyataan. Jadi, gunakanlah energi
itu untuk bangkit dari keterpurukan, untuk hidup lebih bermakna, tidak hanya
mengayakan keuangan kita, tapi juga mengayakan hati kita.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.