Mengawali
tahun yang ke sepuluh, dengan tambahan satu cabang baru tentu saya bergembira,
puas rasanya, sekalipun saya tahu bahwa ini berbahaya. Saya merasa puas karena
memperoleh tantangan baru, seperti seorang anak mendapat mainan baru. Tapi
sekaligus berbahaya karena setiap kali saya mengawali usaha baru seperti
memasuki gelanggang pertandingan yang saya tidak pernah tahu akan berhasil atau
tidak.
Namanya pertandingan, kita tentu bisa kalah, tapi saya tetap merasa gembira karena telah mencapai niatan. Niatan melahirkan sebuah cabang baru. Orang sering salah duga bahwa saya dapat menjamin setiap usaha baru yang saya lakukan akan selalu sukses. Memang ada kenaikan kelas dari dua cabang menjadi tiga. Logika kenaikan kelas ini sering dipandang sebagai kenaikan segala-galanya.
Itulah
kenapa banyak orang yang syukuran jika naik jabatan, naik status dan naik
golongan. Hajat ini bisa dipahami sebagai rasa syukur atas pangkat baru,
pencapaian baru dan rejeki baru. Kenaikan itu tidak pernah dipahami dalam
pengertian sungguh-sungguh sebagai ketertekanan baru, penderitaan baru, dan
tanggung jawab baru.
Bagaimana
tidak ? Setelah membuka sebuah cabang baru, maka saya punya persoalan baru,
punya tanggung jawab baru untuk menyukseskannya. Saya hanya akan menderita jika
bengkel cabang itu sepi pengunjung. Saya akan tertekan jika target penjualannya
tidak tercapai. Apalagi jika saya harus menanggung rugi karena biaya lebih
besar daripada keuntungan.
Bahkan
kenaikan kelas itu jika tak disikapi dengan tepat, bisa menjatuhkan. Padahal
jika jatuh dari ketinggian tentu sakit, semakin tinggi kenaikan akan membanting
kita semakin keras. Kita sering melihat tentang manusia yang kemalangannya
bertepatan dengan kenaikannya. Belum rampung mereka bergembira menyelenggarakan
syukuran, pada saat yang sama musibah mengintip di balik jendela.
Banyak
orang tidak kuat memenuhi tuntutan naik kelas itu, akhirnya menuai musibah di
saat sedang menanjak hidupnya. Musibah itu bisa dikarenakan gagalnya menyangga
jabatan, terbongkarnya aib sampai penyalahgunaan kekuasaan. Orang Jawa bilang,
ora kuat derajat. Apakah kenaikan kelas akan selalu menimbulkan akibat-akibat
yang mengerikan semacam itu ?
Sepanjang
berada di tangan orang yang kuat dan tepat, tentu tidak akan berakibat
demikian. Bagi orang semacam itu, kenaikan adalah kenaikan profesi. Orang itu
dengan mudah akan menyesuaikan profesi barunya dengan bersikap profesional.
Kelasnya meningkat, kualitasnya juga meningkat setara dengan kenaikannya.
Maka,
kenaikan kelas itu selain wajib kita syukuri juga perlu kita waspadai dan
kemudian kita sikapi dengan sebaik-baiknya. Karena banyak orang ingin lebih
sukses, tapi tidak memantaskan diri untuk menjadi lebih sukses, ingin lebih
mulia tanpa pernah benar-benar memiliki derajat kemuliaan yang sesungguhnya.
Memantaskan diri itulah tugas kita.