Berhentilah menilai orang dari penampilannya, maka kita tak akan terkecoh. Pelajaran ini diberikan oleh tukang bakso yang sering mampir ke bengkelku. Perkenalanku dengan tukang bakso inilah yang hendak kuceritakan. Dia rambutnya gondrong, penampilannya rapi, sama sekali tidak menyerupai abang bakso keliling menurut pandanganku.
Ketika
ia masuk ke bengkelku aku menyambutnya bak melayani seorang pelanggan, apalagi
saat dia berjalan berdampingan dengan seorang ibu. Kupikir suaminya ibu itu,
maka keakraban belaka yang kuperagakan, senyum salam sapa tidak ketinggalan.
Tapi rupanya aku yang terkecoh kali ini, ia cuma masuk untuk mengambil mangkok.
Mangkok bakso bekas pesanan seorang staffku.
Bagiku
seorang tukang bakso tidak boleh berambut gondrong, apalagi berpakaian rapi.
Terhadap orang lain tiba-tiba aku menetapkan banyak persyaratan. Menurutku cuma
seniman, roker atau preman yang layak bergaya rambut gondrong dan menguncir
rambut. Tapi kuli bangunan tidak, penjual sayuran, abang bakso juga tidak,
pengangguran apalagi, ia harus tahu diri dan harus tahu kedudukannya.
Jika
engkau seorang pengangguran, jangan coba-coba bertingkah macam-macam agar lebih
mudah mendapat pekerjaan karena orang sedang menilaimu. Yang kasat mata, pasti
selalu didahulukan dan menjadi bahan pertimbangan pertama dalam menilai
sesuatu. Itulah kenapa lebih mudah memberi penilaian secara subyektif ketimbang
obyektif.
Seorang
juri yang seharusnya bisa memberikan penilaian lebih obyektif saja masih
terpengaruh pada penampilan fisik seseorang. Yang profesional saja masih
seperti itu apalagi cuma kita. Terbukti ketika seorang peserta audisi X factor
Indonesia tahap pertama tampil di panggung. Cara berjalannya saja langsung
dikritisi, mau menyanyi malah ditanya bela diri, hanya karena melihat
tampangnya ndeso.
Beby
Romeo penyanyi bersuara bariton kesukaanku, pasti tidak jahat dengan meremehkan
peserta itu. Mungkin dia tidak tahan memandang penampilan orang desa berani
ikut audisi. Apalagi ketika ditanya mau menyanyi lagu apa, ia menjawab lagu
Mirasantika ( Minuman keras dan narkotika ) karya bang haji. Lengkap sudah pelecehan
itu dapat diterima karena pilihan lagunya juga bukan lagu yang diharapkan oleh
para juri.
Para
juri yang terdiri dari Beby Romeo, Rossa, Afghan dan Achmad Dani pasti
memandang rendah pilihan itu. Maka ketika Boby Berliandika mulai bernyanyi, tiba-tiba
semua juri terkejut, penonton pun terkesiap karena yang terdengar bukan musik
dangdut, tapi sudah diaransemen sedemikian rupa dan vokalnya juga luar biasa,
sehingga dihentikan oleh Rossa sebelum lagu tersebut selesai dinyanyikan dan
hasilnya membawa pulang 4 yes dari para juri.
Para
juri itu dikirim ke dunia ini pasti bukan untuk menyakiti sesama. Demikian pula
kita ketika keliru menilai orang lain sehingga tanpa sengaja menyakitinya. Para
juri pasti menyesali diri karena telah melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang
kurang etis terhadapnya, bahkan ketika Boby menjawab termotivasi ikut audisi
karena dorongan almarhum ayahnya.
Untung
kepada si abang bakso yang berambut gondrong itu, aku tidak sampai menyakitinya
hanya sekadar terkecoh dengan penampilannya. Seandainya aku keliru menilai
seorang pelanggan yang kukira tukang bakso, tentu lain ceritanya.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.