Membandingkan Mesir dengan Indonesia atau Jakarta dengan Kairo, membuat saya lebih bersyukur karena ternyata negeri sendiri lebih makmur, lebih maju dan lebih bersih. Jakarta memang bukan kota yang bersih, tapi tumpukan sampah tidak sebanyak di sini. Kalau masalah lalu lintas di Jakarta adalah macet, masalah di sini adalah semrawut. Lampu lalu lintas saja di ibu kota cuma ada satu.
Tumpukan sampah, mobil bobrok, udara berdebu, kemiskinan adalah pemandangan biasa di negeri ini. Jadi, jika tanpa petunjuk pemandu tur, mungkin kita bingung memilih tempat yang tepat untuk makan dan minum. Semua tempat tampak kumuh dan kotor, ingin sekadar minum kopi pun takkan terpenuhi. Tidak ada tempat ngopi yang setara dengan Starbucks.
“ Kalau di Indonesia marak kedai kopi seperti Starbucks (baca: starbaks), Mesir juga punya namanya ‘Satarabak’,” kata pemandu tur Mesir tidak mau kalah. “Kalau Anda nanti naik ke puncak bukit Sinai, Anda bisa minum kopi di sana, “tambahnya lagi. Minum kopi di Starbucks, saya sudah biasa, karena di kota-kota besar pasti ada. Tapi minum kopi di satarabak tentu sebuah pengalaman yang baru.
Tapi ketika sudut pandangnya saya geser, beda lagi persoalannya. Langsung menjadi sudut bahagia. Pada saat dingin sangat menusuk tulang, jaket tidak lagi mampu jadi andalan, secangkir kopi panas sungguh keajaiban. Menemukan penghangat badan, pasti keberuntungan. Keberuntungan ganda karena tubuh hangat dapat menekan keinginan pipis, di mana jangan berharap ada toilet. Terutama bagi para ibu, jika tak mau pipis di tanah bebatuan.
Yang lebih mencengangkan lagi, ternyata di warung kecil satarabak ini, juga tersedia indomie buatan Indonesia, walaupun harganya cukup mahal, lima dolar. Jangan-jangan turis bangsa kita yang paling banyak datang ke sini, karena mereka sampai berani mempunyai persediaan indomie. Atau mungkin karena produk indomie memang sudah mendunia.
Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.