Senin, 09 Februari 2015

Hanya Tindakan


Menemukan kekeliruan, tidak pernah ada habisnya. Sumber kekeliruan rasanya ada di mana-mana. Banyaknya kekeliruan membuat saya terpaku kepadanya hingga lupa dengan kekeliruan saya sendiri. Jika dituruti, mengamati kekeliruan yang terjadi menggoda saya untuk terpancing menjadi kesal hati. Jika kesal hati dituruti, bisa memancing yang lainnya lagi, misalnya mengomel atau bahkan marah.

Saya sendiri belum bisa membebaskan diri dari soal-soal semacam itu. Cenderung terganggu ketika  melihat kekeliruan-kekeliruan itu terjadi, meski tak berhubungan langsung terhadap saya. Melihat saja sudah terganggu, apalagi terlibat dengannya. Di jalanan, di pekerjaan, bahkan di rumah sendiri, amat mudah menemukan soal-soal yang membuat kesal.


Semakin banyak sumber kekeliruan, semakin banyak pula sumber kekesalan saya. Tapi, setelah saya amati, kekesalan saya sia-sia, tidak merubah apa pun. Ketika pembantu lupa mengembalikan barang-barang pada tempatnya, sekalipun saya marah-marah tidak membuat barang itu balik ke tempatnya. Siapa yang marah malah cenderung tidak melakukan tindakan apa-apa.

Daripada cuma marah tanpa tindakan, pasti lebih baik marah sambil tetap bertindak, walau hasilnya belum tentu maksimal. Bertindak sambil marah atau mengomel juga akan menguras enerji kita lebih banyak. Lebih baik enerji untuk marah dipakai untuk menambah tindakan, tentu hasilnya akan lebih baik. 

Maka, ketika mobil saya mau ke luar tidak tampak satpam yang membukakan pintu gerbang, saya buka sendiri, apa susahnya. Melihat sampah yang tercecer di lantai kantor, saya memungut sendiri dan menyingkirkannya ketika berjalan melewatinya, apa sulitnya. Hal ini membuat karyawan yang melihatnya sungkan dan makin rajin dalam menjaga kebersihan. 

Awal ketika saya menginginkan para karyawan konsisten melakukan senyum salam sapa terhadap pelanggan, hawanya kesal belaka karena mereka belum terbiasa. Hampir hilang seluruh akal saya dan cuma uring-uringan saat sudah mencoba berbagai cara agar mereka bisa, tapi tidak membawa hasil. Sampai suatu saat saya menemukan ide, yaitu ‘dengan bertindak’ memberikan salam terlebih dahulu terhadap mereka.

Salam duluan dari saya sebagai pimpinan tentu mengejutkan mereka. Pada mulanya mereka kaget dan canggung sampai diam kebingungan terlambat bereaksi, tetapi kemudian memberi hasil yang memuaskan. Akhirnya mereka menjadi tidak enak hati didahului oleh pimpinan, sehingga berusaha memberikan salam setiap bertemu saya.

Kini, setiap ada dorongan untuk mengomel atau marah, segera saya ubah menjadi tindakan. Agak berat pada mulanya, tetapi saya yakini bahwa berat itu hanya suatu awalan. Setelah ia menjadi kebiasaan, maka yang berat itu menjadi biasa-biasa saja. Dari hari ke hari, saya makin yakin bahwa bukan omelan atau marah yang dapat memperbaiki keadaan, tetapi hanya tindakan.

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar