Bepergian sesungguhnya adalah soal biasa yang sering saya lakukan. Tapi, rencana pergi kali ini agak berbeda. Yang pertama, karena akan meninggalkan rumah cukup lama, selama dua minggu. Kedua, karena jauhnya sehingga saya perlu persiapan yang cukup matang, mengingat harus mengunjungi beberapa negara yang musim dan cuacanya juga perlu diwaspadai.
Terutama
perlu persiapan fisik, tubuh harus benar-benar sehat selama bepergian.
Obat-obatan yang wajib dibawa seperti obat sakit perut, minyak angin, obat
penahan sakit, demam, sama sekali tidak boleh terlupakan. Saya pernah menderita
terkena diare selama dua puluh jam penerbangan, tanpa mendapat obat karena
memang di pesawat tidak tersedia, sampai trauma ke wc.
Maka,
beberapa hari ini saya memang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk
mengatur pekerjaan yang perlu didelegasikan selama tidak berada di tempat,
apalagi ada beberapa proyek yang memerlukan perhatian ekstra. Tak kalah penting
adalah soal barang bawaan yang tidak boleh terabaikan, karena saya pelupa,
paspor pun pernah ketinggalan.
Kalau
persiapan mental sesungguhnya tidak terlalu saya butuhkan karena sudah kerap
bepergian ke luar negeri. Namun, kepergian kali ini lain, ada yang menjadi
beban pikiran. Mungkin bukan soal penting bagi orang lain, tapi sangat penting
bagi saya pribadi. Jujur, saya tidak tega dan kepikiran karena mau meninggalkan
seekor kucing di rumah selama dua minggu.
Mungkin
itu pula yang jadi pertimbangan teman saya yang jarang mau pergi lama, karena
khawatir dengan burung peliharaannya. Saya sempat berpikir orang ini amat
keterlaluan karena membiarkan isterinya pergi ke mana-mana sendiri, ketimbang
harus meninggalkan burung-burungnya. Kini saya dapat merasakan sendiri
ketidaktegaan terhadap hewan kesayangan.
Membayangkan
kucing itu berada di dalam kandang selama dua minggu saja kasihan, padahal
bukan soal kurang makan, karena masih ada pembantu yang mengurusnya. Mungkin
saja saya berlebihan, sebab jika dibandingkan dengan kucing liar yang harus
mengais makanan di tempat sampah, ia pasti lebih bahagia. Walau sementara ia
harus terkurung, masih ada yang merawat dan melindunginya.
Kucing
liar yang tidak terawat, tidur di sembarang tempat, makan hanya dari sisa-sisa
makanan yang terbuang, banyak yang tumbuh jadi hewan yang sehat dan kuat.
Sedangkan kucing saya yang selalu terawat, makan kecukupan, tempat selalu
bersih, dan perawatan kesehatan terjamin, malah kadang rentan terhadap segala
jenis penyakit.
Ternyata
seperti juga kita, ada orang yang sejak dilahirkan selalu dalam kecukupan, tapi
malah justru menjadi kekurangan. Ia menduga bahwa kehidupan hanya berisi kecukupan
sampai lupa pada faktor kurang. Ia hanya mengenal rasa cukup sehingga terhadap
kekurangan ia sangat miskin pertahanan. Akibatnya pun jelas, hidup yang hanya
ingin serba cukup itu akan mendatangkan bermacam-macam persoalan.
Sebaliknya,
orang yang selalu hidup dalam kekurangan bahkan diantaranya kerap penuh hinaan,
tapi gagah saat terjun ke lautan kehidupan. Jadi, persoalan utamanya bukan soal
apakah hidup kita lebih atau kurang, tapi bagaimana membuat kekurangan menjadi
lebih dan yang kelebihan menjadi modal bertambah lebih. Intinya, adalah
kesanggupan kita menggunakan modal yang Tuhan berikan, tidak peduli kurang atau
lebih.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.