Senin, 23 Februari 2015

Ketika Saya Mau Pergi


Bepergian sesungguhnya adalah soal biasa yang sering saya lakukan. Tapi, rencana pergi kali ini agak berbeda. Yang pertama, karena akan meninggalkan rumah cukup lama, selama dua minggu. Kedua, karena jauhnya sehingga saya perlu persiapan yang cukup matang, mengingat harus mengunjungi beberapa negara yang musim dan cuacanya juga perlu diwaspadai.

Terutama perlu persiapan fisik, tubuh harus benar-benar sehat selama bepergian. Obat-obatan yang wajib dibawa seperti obat sakit perut, minyak angin, obat penahan sakit, demam, sama sekali tidak boleh terlupakan. Saya pernah menderita terkena diare selama dua puluh jam penerbangan, tanpa mendapat obat karena memang di pesawat tidak tersedia, sampai trauma ke wc.
  
Maka, beberapa hari ini saya memang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk mengatur pekerjaan yang perlu didelegasikan selama tidak berada di tempat, apalagi ada beberapa proyek yang memerlukan perhatian ekstra. Tak kalah penting adalah soal barang bawaan yang tidak boleh terabaikan, karena saya pelupa, paspor pun pernah ketinggalan.

Kalau persiapan mental sesungguhnya tidak terlalu saya butuhkan karena sudah kerap bepergian ke luar negeri. Namun, kepergian kali ini lain, ada yang menjadi beban pikiran. Mungkin bukan soal penting bagi orang lain, tapi sangat penting bagi saya pribadi. Jujur, saya tidak tega dan kepikiran karena mau meninggalkan seekor kucing di rumah selama dua minggu.

Mungkin itu pula yang jadi pertimbangan teman saya yang jarang mau pergi lama, karena khawatir dengan burung peliharaannya. Saya sempat berpikir orang ini amat keterlaluan karena membiarkan isterinya pergi ke mana-mana sendiri, ketimbang harus meninggalkan burung-burungnya. Kini saya dapat merasakan sendiri ketidaktegaan terhadap hewan kesayangan.

Membayangkan kucing itu berada di dalam kandang selama dua minggu saja kasihan, padahal bukan soal kurang makan, karena masih ada pembantu yang mengurusnya. Mungkin saja saya berlebihan, sebab jika dibandingkan dengan kucing liar yang harus mengais makanan di tempat sampah, ia pasti lebih bahagia. Walau sementara ia harus terkurung, masih ada yang merawat dan melindunginya.

Kucing liar yang tidak terawat, tidur di sembarang tempat, makan hanya dari sisa-sisa makanan yang terbuang, banyak yang tumbuh jadi hewan yang sehat dan kuat. Sedangkan kucing saya yang selalu terawat, makan kecukupan, tempat selalu bersih, dan perawatan kesehatan terjamin, malah kadang rentan terhadap segala jenis penyakit.

Ternyata seperti juga kita, ada orang yang sejak dilahirkan selalu dalam kecukupan, tapi malah justru menjadi kekurangan. Ia menduga bahwa kehidupan hanya berisi kecukupan sampai lupa pada faktor kurang. Ia hanya mengenal rasa cukup sehingga terhadap kekurangan ia sangat miskin pertahanan. Akibatnya pun jelas, hidup yang hanya ingin serba cukup itu akan mendatangkan bermacam-macam persoalan.

Sebaliknya, orang yang selalu hidup dalam kekurangan bahkan diantaranya kerap penuh hinaan, tapi gagah saat terjun ke lautan kehidupan. Jadi, persoalan utamanya bukan soal apakah hidup kita lebih atau kurang, tapi bagaimana membuat kekurangan menjadi lebih dan yang kelebihan menjadi modal bertambah lebih. Intinya, adalah kesanggupan kita menggunakan modal yang Tuhan berikan, tidak peduli kurang atau lebih.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar