Saya paling risih kemudian rewel jika melihat langit-langit ruangan atau dinding kotor dipenuhi oleh sarang laba-laba. Biasanya saya langsung perintahkan untuk segera membersihkannya ketika mendapatinya. Sering kali sarang-sarang itu memang berada di tempat yang sulit dijangkau oleh kita sehingga perlu bantuan ekstra untuk membersihkannya. Mungkin karena itulah, jarang yang mengerjakan sebelum saya menemukan terlebih dahulu.
Suatu
ketika, sambil menunggu air mendidih untuk membuat kopi, saya berada beberapa
saat di dapur. Ketika saya menyapu pandangan ke sekeliling, tidak ada yang aneh
dengan suasana dapur, semua tampak bersih dan rapi. Langit-langit dapur juga
bersih dari sarang laba-laba, karena pembantu tahu kalau saya paling risih.
Tapi tiba-tiba, di tempat tak terduga, tanpa sengaja saya menemukannya.
Bermula
dari seekor nyamuk yang terbang berputar-putar seperti kelaparan hendak
menyerang, tapi saya tak mau tinggal diam dan menyerah begitu saja. Saya
bergerak menghindar sedikit, mata saya mengikuti kemana nanti ia hendak
hinggap, kalau perlu tinggal saya menepuknya. Tapi rupanya ia menangkap maksud
saya. Ia tak mau benar-benar hinggap, seperti hendak menguji kesabaran saya.
Maka,
adu kesabaran kami dimulai, karena sekuat-kuatnya ia terbang pasti akan
kelelahan juga. Kopi sudah selesai tertuang, tapi belum saya tinggal pergi
karena saya masih berkutat dengan penasaran terhadap nyamuk satu ini. Penantian
pun berakhir juga ketika ternyata tempat terakhir nyamuk itu adalah
terperangkap di sarang laba-laba yang keberadaannya lolos dari pengamatan saya.
Sarang
itu agak tersembunyi di bagian bawah lemari dinding dapur dan berukuran tidak
begitu besar sehingga pasti lolos dari pengamatan pembantu kecuali mengelap
bagian bawahnya. Pemandangan berikutnya sudah dapat ditebak, nyamuk itu
terjaring, cuma bisa meronta-ronta tak berdaya. Dalam jerat jaring itulah
nasibnya ditentukan, sekalipun saya tidak menepuknya mati.
Laba-laba
itu tidak perlu meninggalkan sarangnya karena wilayah jangkauannya sudah
ditentukan. Tetapi alam tetap memberinya makan walau hanya dengan menunggu.
Jadi, sesuai dengan hukum alam bahwa rejeki masing-masing telah ditentukan.
Meskipun nyamuk bisa terbang, ia akan datang dan terjaring dengan kemauan
sendiri. Yang dibutuhkan oleh laba-laba itu hanyalah menunggu.
Ternyata,
menunggu pun sebuah pekerjaan. Tapi bukan menunggu yang pasif, yang malas,
tidak mau berupaya tapi mengharapkan sesuatu datang cuma-cuma. Karena setelah
kita bekerja keras, kursus sana-sini untuk meningkatkan kompetensi, sudah pula
melakukan semua cara dan strategi, tetaplah pekerjaan terakhir adalah menunggu.
Karena
di alam menunggu seseorang tengah menjadi pihak yang menepati hukum alam,
rejeki sudah ditentukan. Jika laba-laba itu begitu patuh, sabar menunggu
jatahnya, bahkan seluruh hidupnya dipercayakan sesuai dengan perannya kepada
hukum alam ini, saya malu ketika teringat kelakuan sendiri. Betapa tidak
sabarnya saya dalam menunggu, bahkan kadang meragukan pada yang maha memberi.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.