Mengapa tempat kerja sering diibaratkan rumah kedua ? Karena waktu dan pikiran kita banyak habis di kantor atau tempat kerja. Soal kepentingan juga sering saling berebut posisi di dalam kepala kita. Ketika di kantor memikirkan keluarga, ketika di rumah malah memikirkan pekerjaan. Tapi ternyata bukan cuma itu, rumah dan kantor juga ada kemiripan.
Jika
kantor ada pemimpin dengan pengikut banyak karyawan, di rumah juga ada pemimpin
dengan anggota keluarga sebagai pengikut. Rumah dan kantor juga sama memiliki
kompleksitas persoalan gagal dan suksesnya sangat tergantung pada ilmu
kepemimpinan. Saya melihat ujian kepemimpinan juga tersedia di dalam sebuah
keluarga.
Salah
satunya adalah soal rutinitas. Soal ini penting sekali baik di kantor maupun di
rumah, sehingga ada istilah jebakan rutinitas. Saya atau siapa pun dari kita
memiliki potensi ancaman serupa. Karena rutin ketemu, rutin bicara dan rutin
acara, hal-hal yang luar biasa di dalam keluarga menjadi tampak biasa. Kita
dapat mengamatinya dari romantika kehidupan orang lain.
Dia
yang sangat dikagumi di luar rumah adalah pribadi yang tiba-tiba menjadi sangat
biasa begitu di rumah. Sepertinya cuma orang lain yang kagum, tetapi keluarga
tidak. Di luaran orang berebut foto dan tanda tangan. Di rumah, anak-anak
sendiri enggan diajak jalan. Mereka lebih gembira bersama teman-temannya.
Seberapa pun tinggi prestasi anggota keluarga bisa terlihat sebagai soal biasa
saja.
Ketika
berkunjung ke kantor-kantor cabang, seluruh karyawan berebut memberikan salam.
Di kantor pusat, malah saya yang harus memberikan salam terlebih dahulu. Di
cabang-cabang saya dirindukan ceramahnya, tapi di kantor sendiri tidak, mungkin
karena karyawan bosan mendengar kata-kata saya setiap hari. Padahal, jika
sesuatu sudah tampak biasa perlu diwaspadai.
Jika
suami mulai tampak biasa di mata istri, istri biasa di mata suami., anak biasa
di mata orang tua, adik biasa di mata kakak, dan seterusnya maka akan merosot
nilai hubungan itu. Suami mulai bosan kepada istri, istri bosan kepada suami,
adik bosan berteman dengan kakak dan seterusnya. Jadi, rutinitas jika tidak
diwaspadai bisa berbahaya dan ini harus dicegah.
Sebuah
Keluarga bisa rusak nilai-nilainya jika membiarkan rutinitas menjadi kebosanan.
Kalau sukses mengatasinya, maka seluruh nilai di rumah akan menarik kita untuk
tinggal di dalamnya berlama-lama. Namun jika gagal, maka sebuah nilai yang
berharga bisa terbuang sia-sia. Padahal, tidak ada tempat sebaik dan senyaman
berada di rumah sendiri.
Demikian
pula kebosanan di tempat kerja, karyawan hanya akan menggunakan kantor sebagai
pusat tempat bekerja secara fisik, tapi hati mereka berada di luar kantor.
Ketika di kantor seluruhnya jadi pendiam, loyo dan tidak bersemangat, begitu di
luar kantor berenergi. Dampaknya bisa menular ke sekujur kantor. Padahal,
mengatasi rutinitas hanya sebagian kecil dari aspek kepemimpinan.
Tugas
pemimpin itu pasti tidak cuma mengatasi kejenuhan soal-soal rutin. Tapi hanya
dengan sukses mengatasi soal ini saja bisa mendatangkan hasil yang menakjubkan.
Soal biasa akan tampak menjadi luar biasa, soal luar biasa akan tampak menjadi
lebih luar biasa lagi. Nilai satu dapat berlipat menjadi dua, yang dua menjadi
empat, yang empat menjadi delapan dan seterusnya.
Rumah
adalah tempat sebaik-baiknya untuk berlatih mengatasi ancaman rutinitas.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.