Kamis, 29 Januari 2015

Sarang Laba-Laba


Saya paling risih kemudian rewel jika melihat langit-langit ruangan atau dinding kotor dipenuhi oleh sarang laba-laba. Biasanya saya langsung perintahkan untuk segera membersihkannya ketika mendapatinya. Sering kali sarang-sarang itu memang berada di tempat yang sulit dijangkau oleh kita sehingga perlu bantuan ekstra untuk membersihkannya. Mungkin karena itulah, jarang yang mengerjakan sebelum saya menemukan terlebih dahulu.

Suatu ketika, sambil menunggu air mendidih untuk membuat kopi, saya berada beberapa saat di dapur. Ketika saya menyapu pandangan ke sekeliling, tidak ada yang aneh dengan suasana dapur, semua tampak bersih dan rapi. Langit-langit dapur juga bersih dari sarang laba-laba, karena pembantu tahu kalau saya paling risih. Tapi tiba-tiba, di tempat tak terduga, tanpa sengaja saya menemukannya. 

Bermula dari seekor nyamuk yang terbang berputar-putar seperti kelaparan hendak menyerang, tapi saya tak mau tinggal diam dan menyerah begitu saja. Saya bergerak menghindar sedikit, mata saya mengikuti kemana nanti ia hendak hinggap, kalau perlu tinggal saya menepuknya. Tapi rupanya ia menangkap maksud saya. Ia tak mau benar-benar hinggap, seperti hendak menguji kesabaran saya.

Maka, adu kesabaran kami dimulai, karena sekuat-kuatnya ia terbang pasti akan kelelahan juga. Kopi sudah selesai tertuang, tapi belum saya tinggal pergi karena saya masih berkutat dengan penasaran terhadap nyamuk satu ini. Penantian pun berakhir juga ketika ternyata tempat terakhir nyamuk itu adalah terperangkap di sarang laba-laba yang keberadaannya lolos dari pengamatan saya.

Sarang itu agak tersembunyi di bagian bawah lemari dinding dapur dan berukuran tidak begitu besar sehingga pasti lolos dari pengamatan pembantu kecuali mengelap bagian bawahnya. Pemandangan berikutnya sudah dapat ditebak, nyamuk itu terjaring, cuma bisa meronta-ronta tak berdaya. Dalam jerat jaring itulah nasibnya ditentukan, sekalipun saya tidak menepuknya mati.

Laba-laba itu tidak perlu meninggalkan sarangnya karena wilayah jangkauannya sudah ditentukan. Tetapi alam tetap memberinya makan walau hanya dengan menunggu. Jadi, sesuai dengan hukum alam bahwa rejeki masing-masing telah ditentukan. Meskipun nyamuk bisa terbang, ia akan datang dan terjaring dengan kemauan sendiri. Yang dibutuhkan oleh laba-laba itu hanyalah menunggu.

Ternyata, menunggu pun sebuah pekerjaan. Tapi bukan menunggu yang pasif, yang malas, tidak mau berupaya tapi mengharapkan sesuatu datang cuma-cuma. Karena setelah kita bekerja keras, kursus sana-sini untuk meningkatkan kompetensi, sudah pula melakukan semua cara dan strategi, tetaplah pekerjaan terakhir adalah menunggu.

Karena di alam menunggu seseorang tengah menjadi pihak yang menepati hukum alam, rejeki sudah ditentukan. Jika laba-laba itu begitu patuh, sabar menunggu jatahnya, bahkan seluruh hidupnya dipercayakan sesuai dengan perannya kepada hukum alam ini, saya malu ketika teringat kelakuan sendiri. Betapa tidak sabarnya saya dalam menunggu, bahkan kadang meragukan pada yang maha memberi.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar