Senin, 06 Oktober 2014

Jam Tanganku


Belum begitu lama saya tahu bahwa kesialan atau kejadian yang salah ternyata ada hukumnya yaitu hukum Murphy. Penjelasannya sederhana, ‘sesuatu yang berpotensi salah, maka akan menjadi salah’, terlepas dari pendapat benar tidaknya. Hukum ini tidak memerlukan pembuktian untuk diperdebatkan kebenarannya, tapi berdasarkan pengalaman kita bisa merasakan keberadaannya.

Contohnya dalil ini bekerja, dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketika kita diberi segepok anak kunci yang mirip satu sama lain untuk membuka pintu yang terkunci. Maka, kita harus mencobai satu persatu mana anak kunci yang tepat untuk pintu itu. Biasanya, berkali kita gagal dan baru berhasil membukanya dengan anak kunci yang terakhir, bukan yang kedua atau ketiga.

Atau ketika sedang sarapan pagi dengan tenang, potongan roti yang baru saja diolesi mentega tiba-tiba jatuh ke lantai. Dan sisi yang bermentega biasanya jatuh menghadap ke bawah sehingga kotor dan tidak dapat diselamatkan. Ketika kita sedang butu-buru, setiap lampu lalu lintas merah semua. Sehingga saya sempat berpikir bahwa pengalaman kesialan yang kemarin kualami adalah karena sedang berhadapan dengan dalil ini. Bahkan, kesialan masih berlanjut dengan soal jam tangan.

Sesampai di hotel usai makan malam bersama anak cucu dan menantu, saya baru merasakan bahwa jam tangan yang saya kenakan penutup kacanya lepas entah di mana. Saya berusaha berpikir keras di mana kejadiannya, tapi saya tidak merasa telah membentur sesuatu. Padahal, jam tangan yang ini, merupakan  jam kesukaan, walau hanya sekadar replika dari merek terkenal.

Coba kalau jam tangan ini bukan replika tentu reaksiku tidak seperti sekarang. Walaupun harganya cukup mahal tapi sangat berbeda jauh dari harga yang aslinya. Jadi, jika jam tangan ini asli, mungkin bepergianku kali ini semakin tidak keruan, dari mulai paspor ketinggalan, lalu sakit gigi dan sekarang jam tangan sungguh soal sangat serius, karena kalau yang asli, enolnya ada delapan. 

Meskipun bukan asli, tetap tidak mudah diabaikan begitu saja. Hampir saja kejengkelan belaka yang menguasaiku, jika kejadian ini soal kesialan yang pertama. Akrab dengan kesialan kemarin ternyata membuat lebih bisa berdamai, sehingga aku bisa menerima kesialan yang lain. Maka, ketika soal itu kuanggap sebagai tambahan kesialan saja, hasilnya cukup menentramkan.

Tapi rupanya dalam sial masih ada keberuntungan. Tanpa dicari, esok paginya saya menemukan kaca jam itu di atas wastafel kamar mandi hotel. Berarti cuma sedikit sial, sifatnya sementara dan masih bisa diperbaiki. Segera kaca jam itu kusimpan dan kuamankan, supaya nanti jam tangan kesayangan bisa kembali seperti semula. Rasa sayang untuk merelakannya rusak,  ternyata masih ada.

Tapi, bukannya jam tangan itu kusimpan baik-baik meski sudah tahu tidak ada kacanya, malah saya tetap mengenakannya, sehingga riwayat jam ini masih berlanjut. Akibat kecerobohan ini, jarum jam tersenggol tas istri copot berantakan saat berada di dalam bus. Jam yang seharusnya terselamatkan, kembali mendapat musibah baru, mempermainkan perasaan bimbang antara membuang atau menyimpannya.

Karena belum ikhlas kehilangan jam, jarum-jarum yang lepas kucari dan akhirnya bisa kutemukan di bawah tempat duduk. Mungkin memang jam ini masih harus kumiliki, sebab semuanya masih dalam kondisi lengkap walaupun terlepas. Jam tanganku pasti akan aman dan baik-baik saja, jika saja kaca jam itu tidak terlepas dari tanganku dan pecah jadi dua di atas meja kamar hotel. 

Segala sesuatu yang kita lakukan, hasilnya tetap rusak. Tempat yang paling tepat untuk jam tangan itu ya di tempat sampah. Maka, saat kubuang baru merasa lega. Seharusnya kulakukan lebih awal, karena ternyata murphy keparat itu ada.



Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar