Rabu, 01 Oktober 2014

Soal Yang Sederhana


Beberapa hari yang lalu, saya berkumpul dengan sanak saudara yang jauh-jauh. Ada paman-paman, bibi, adik, sepupu, keponakan dan banyak lagi yang mustahil kukenali satu persatu saking lamanya tidak saling kontak dan silaturahmi. Bahkan ada yang tinggal se kota denganku pun jarang bertemu. Kalau pun ketemu pada acara yang tidak sengaja seperti di tempat resepsi dan lain-lain.

Kali ini pun kami bisa bertemu dan berkumpul hanya karena uwak (sepupu dari ayah) meninggal. Di dalam rumah duka, tidak tampak tangis dan keharuan hanya sekadar kesedihan yang wajar, mungkin juga karena uwak yang meninggal sudah berumur. Tak banyak orang yang mampu mencapai di atas delapan puluh tahun. Boleh dikata, suasananya malah lebih menyerupai reunian antar sanak famili.

Malam itu menjadi ajang saling mengingat lagi karena ada yang beberapa puluh tahun tidak ketemu, ada yang melihat saat masih kecil, sehingga kalau ketemu di jalan juga tidak akan mengenalnya lagi. Bahkan ada yang sama sekali belum pernah bertemu. Ada sedikit rasa bersalah dalam hati terutama kepada saudara yang sudah tua-tua, karena saya terlalu sibuk untuk sekedar menyambangi.

Salah satu kelemahan saya antara lain jarang ke luar rumah, kecuali untuk urusan yang benar-benar penting. Kantor berada di lingkungan rumah sendiri, sehingga tidak perlu melangkah ke luar pagar halaman. Setiap hari selalu sibuk dengan sederet kegiatan, mulai dari bangun tidur sampai terkapar mendengkur di tempat tidur sebagai rutinitas.

Banyak orang yang terjebak bahwa hidup harus sibuk. Kalau tidak, dia merasa hidupnya tidak berarti, merasa membuang-buang waktu, merasa tak dibutuhkan lagi oleh orang lain dan tak ada orang yang menyayangi dan menginginkannya lagi. Maka, begitu bangun tidur, dia sudah siap mengisi sepanjang harinya dengan berbagai macam kegiatan. 

Sesampai di kantor, dia akan mengerjakan tugas-tugas yang sudah menunggunya. Kalau dia seorang bawahan, dia berusaha sebaik mungkin supaya atasannya melihat dia datang tepat waktu dan siap untuk bekerja. Kalau dia seorang atasan, dia menyuruh semua orang untuk segera bekerja. Kalau tidak ada tugas penting akan mencari kesibukan dan menciptakannya, mencetuskan rencana baru, dan tindakan yang diperlukan.

Tidak terkecuali saya, kerap menjadi sibuk dengan pekerjaan sehingga soal-soal yang bukan urusan pekerjaan sering dikesampingkan, bahkan terlupakan. Malam itu, saya kembali diingatkan soal seseorang yang selalu menanyakan, ingin bertemu dengan saya yang diakuinya sebagai cucu, walau bukan cucu sungguhan. Berulang kali, orang yang saya sebut eyang putri ini menitip pesan lewat orang-orang yang mengenalku untuk disampaikan ke padaku. 

Istri juga sudah sering mengingatkan jika eyang putri ini, yang usianya sudah delapan puluh tujuh tahun, minta dijenguk karena sudah sulit berjalan. Tapi tak pernah kusempatkan, apalagi kupentingkan. Sudah lebih dari setahun aku tahu dan mendengar, tapi selalu saja meremehkan. Padahal, permintaan yang sederhana ini, cuma butuh waktu sekejap. Rumahnya dekat cuma lima ratus meter dari rumahku.

Malam itu, aku baru sadar bahwa ada jenis kebaikan yang harus segera dikerjakan mengingat usia beliau. Kalau terlambat kulakukan mungkin hanya akan jadi penyesalan. Maka, saya bersama istri segera bergegas ke rumahnya, kusingkirkan dulu soal-soal lainnya. Masih terbayang, wajahnya yang sangat bahagia, saat kupeluk dan kuajak bercerita tentang apa saja. 

Jika aku terlena dengan kesibukan diri sendiri, mungkin tak ada lagi kebaikan yang bisa kuperbuat kepadanya. Kebahagiaan ternyata bisa datang lewat pintu mana saja, termasuk lewat soal-soal yang sederhana. Hanya perlu kusisihkan sedikit waktu untuk itu.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA. 
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar