Jumat, 21 November 2014

Di Tengah Kemacetan


Setelah ada berita bahwa pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga bbm bersubsidi pada jam 21.00 wib, maka dapat dipastikan akan terjadi serbuan kendaraan di setiap spbu sampai dengan jam 00.00 di mana harga baru akan diberlakukan. Mobil-mobil akan di keluarkan, truk-truk besar apalagi, sepeda motor yang cuma mampu menampung beberapa liter pun rela mengantri berdesak-desakan.

Itu yang saya lihat ketika sekitar jam 22.00 tiba di pom bensin Wonosobo milik sendiri. Saya terlalu gegabah tidak mengisi penuh tangki bbm sebelum berangkat dari rumah sehabis magrib, sehingga sisa bbm tak memungkinkan sampai ke Semarang. Padahal tadi sudah diingatkan oleh istri. Hanya karena biasa pakai pertamax yang non subsidi, saya beranggapan dapat dengan mudah mengisi setiap saat.

Inilah akibatnya, jalan masuk ke pom tertutup oleh antrian kendaraan yang tidak beraturan, malang melintang. Kalau menunggu antrian pom bubar tentu terlalu lama setelah lewat tengah malam. Jadi, mau tidak mau minta petugas dan sopir untuk mengisi pertamax di jerigen lalu menuangkannya ke mobil secara manual di luar area pom. 

Di luar area pom pun, saya harus mencari tempat di pinggir sekali, karena jalan aspal tertutup rapat oleh arus kendaraan yang mau masuk ke pom dari ke dua arah. Kendaraan yang mau melintas tidak mendapatkan ruang gerak, macet total. Bisa dimaklumi jika mereka menahan kejengkelan terkena dampak orang-orang yang antri, padahal mereka cuma mau melintas.

Melihat situasi ini, dapat diperkirakan hampir di setiap pom bensin terjadi antrian meluber ke jalan raya menimbulkan kemacetan. Benar saja, ketika kami melanjutkan perjalanan sampai batas kota mau ke arah Kertek terjadi antrian panjang sekali. Padahal pom bensin Kertek masih jauh jaraknya. Bisa dibayangkan betapa panjangnya, seperti panjang kejengkelan saya yang selalu ingin buru-buru.

Bukan sekali dua kali, saya bersikap buru-buru meskipun tahu kalau yang namanya buru-buru tidak baik hasilnya. Tak terhitung seringnya karena berangkat buru-buru, ada saja yang tertinggal sehingga harus kembali ke rumah setelah setengah perjalanan. Selalu saja ada watak buru-buru, walaupun tidak ada yang memburu. Maka, berada di antrian yang panjang rasanya cuma menderita.

Tapi pasti bukan cuma saya yang punya watak buru-buru, terbukti ketika ada kendaraan yang ke luar dari antrian lalu berbalik arah dan mengambil jalan pintas. Namanya jalan pintas pasti bukan jalan utama, cuma jalan kecil dan sempit yang jika berpapasan harus berhenti dan berhati-hati. Tindakan ini memancing yang lain mengikuti masuk ke jalan kecil itu, termasuk juga sopir saya yang tidak mau ketinggalan membuntuti.

Akhirnya, jalanan kecil itu pun penuh sesak kendaraan berurutan termasuk puluhan sepeda motor. Tapi ketika sudah cukup jauh, tiba-tiba muncul konvoi kendaraan dari arah berlawanan yang mengatakan jalan tertutup, sehingga harus berbalik arah. Maka semua kendaraan pun berbalik arah dan ke luar dari jalan yang salah, kembali ke jalan utama yang macet. 

Semua orang berubah, yang tadinya bersemangat membuntuti, menjadi putus asa dan hanya dapat meringis dan tertawa. Semua harus mengulang antrian yang tadi. Lebih parahnya lagi antrian sudah semakin panjang, dan kami harus mengantri lagi dari belakang. Yang seharusnya kami sudah berada di antrian depan tadi, sekarang semakin jauh di belakang gara-gara mengikuti kendaraan yang salah.

Jangan-jangan, kendaraan paling depan yang dibuntuti adalah orang yang mau pulang ke rumahnya di jalan itu. Di tengah kemacetan, ternyata ada humor di dalamnya yang mendidik kita untuk bisa tertawa.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar