Senin, 10 November 2014

Saya Iri


Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 23 Oktober 2014 kami baru saja mengadakan acara doa di rumah untuk memperingati sepuluh tahun meninggalnya bapak Solechan KS atau almarhum bapak mertua saya, founder dari Gelora group dan dibarengkan dengan tiga puluh tahun wafat almarhum ayah saya yang berdekatan tanggalnya. 

Sebelum acara yang dipimpin oleh romo dimulai, ketua lingkungan kelompok kebagian memberikan sambutan singkatnya. Dalam sambutannya antara lain menyebutkan bahwa tidak banyak anak atau keluarga yang masih mengenang kepergian orang tuanya sampai sepuluh tahun kemudian, apalagi sampai tiga puluh tahun. 

Kemudian romo juga menambahkan bahwa ketika menghadiri pemakaman almarhum bapak mertua sepuluh tahun lalu, dia melihat begitu banyak orang yang datang ke pemakaman karena kontribusi almarhum semasa hidupnya terhadap orang lain dan masyarakat. Walaupun hanya sebagai seorang pengusaha bukan tokoh masyarakat, namun almarhum dikenal banyak orang karena kerendahan dan kemurahan hatinya.

Masih melekat dalam ingatan, ratusan orang bahkan mungkin ribuan pelayat yang sengaja datang dari berbagai kota untuk mengiringi pemakaman jenasah bapak mertua. Ratusan karangan bunga yang berdatangan, harus diangkut saat tengah malam dengan beberapa truk ke tempat pemakaman dan baru selesai di pagi hari. Ratusan kendaraan pelayat juga memenuhi area parkir siang itu. 

Setelah acara doa selesai, giliran saya sebagai tuan rumah yang harus memberikan sambutan. Suara saya sebetulnya sedang gangguan, agak kurang sehat karena selama berhari-hari keliling memotivasi para karyawan di luar kota. Setelah mengucapkan terima kasih kepada romo, semua tamu undangan serta sahabat, saya mulai bercerita sedikit seperti biasanya.

Bercerita tentang apa yang saya pikirkan. Ketika itu saya berpikir, mungkin ketika saya meninggal tak sebanyak itu orang yang akan menghadiri pemakaman saya. Tidak bakal selama itu anak-anak dan keluarga akan mengenang saya, karena saya merasa belum banyak memberi manfaat bagi keluarga yang saya cintai, apalagi terhadap orang lain.

Ketika kita bertanya kepada seseorang tentang nama orang tuanya, saya yakin 99 persen mampu menjawab dengan benar. Ketika kita bertanya tentang nama kakek neneknya, saya yakin hasilnya menurun, paling hanya berkisar 70-80 persen. Ada yang bisa menyebut nama kakeknya tapi mungkin lupa nama neneknya. Sampai buyut, sudah jelas semakin sedikit orang yang mengetahuinya.

Mengapa kita sampai melupakan leluhur kita ? Banyak jawaban atau alasan untuk itu, karena orang tua kita tidak menceritakannya, bahkan kita tidak tahu makamnya di mana dan mungkin para leluhur tidak meninggalkan warisan yang membuat mereka dikenang oleh para penerus generasinya. Warisan yang saya maksud bukan sekadar harta yang tidak habis tujuh turunan, tapi bisa juga cerita kepahlawanan atau karya besar yang tidak terlupakan.

Apabila kita tidak melakukan sesuatu yang berharga untuk dikenang oleh para penerus kita,  maka dapat dipastikan kita pun akan segera dilupakan setelah kita meninggal. Oleh karena itu saya selalu iri kepada mereka yang meninggalkan warisan berupa karya yang bukan saja dikenang oleh sebuah bangsa, tapi juga menjadi legenda dunia. Iri karena belum dapat menjawab pertanyaan sederhana, “ Kita ingin dikenang sebagai apa ?”

Jika Anda sudah punya jawabannya, tolong beritahu saya.

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar