Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 23 Oktober 2014 kami baru saja mengadakan acara doa di rumah untuk memperingati sepuluh tahun meninggalnya bapak Solechan KS atau almarhum bapak mertua saya, founder dari Gelora group dan dibarengkan dengan tiga puluh tahun wafat almarhum ayah saya yang berdekatan tanggalnya.
Sebelum
acara yang dipimpin oleh romo dimulai, ketua lingkungan kelompok kebagian
memberikan sambutan singkatnya. Dalam sambutannya antara lain menyebutkan bahwa
tidak banyak anak atau keluarga yang masih mengenang kepergian orang tuanya
sampai sepuluh tahun kemudian, apalagi sampai tiga puluh tahun.
Kemudian
romo juga menambahkan bahwa ketika menghadiri pemakaman almarhum bapak mertua
sepuluh tahun lalu, dia melihat begitu banyak orang yang datang ke pemakaman
karena kontribusi almarhum semasa hidupnya terhadap orang lain dan masyarakat.
Walaupun hanya sebagai seorang pengusaha bukan tokoh masyarakat, namun almarhum
dikenal banyak orang karena kerendahan dan kemurahan hatinya.
Masih
melekat dalam ingatan, ratusan orang bahkan mungkin ribuan pelayat yang sengaja
datang dari berbagai kota untuk mengiringi pemakaman jenasah bapak mertua.
Ratusan karangan bunga yang berdatangan, harus diangkut saat tengah malam
dengan beberapa truk ke tempat pemakaman dan baru selesai di pagi hari. Ratusan
kendaraan pelayat juga memenuhi area parkir siang itu.
Setelah
acara doa selesai, giliran saya sebagai tuan rumah yang harus memberikan
sambutan. Suara saya sebetulnya sedang gangguan, agak kurang sehat karena
selama berhari-hari keliling memotivasi para karyawan di luar kota. Setelah
mengucapkan terima kasih kepada romo, semua tamu undangan serta sahabat, saya
mulai bercerita sedikit seperti biasanya.
Bercerita
tentang apa yang saya pikirkan. Ketika itu saya berpikir, mungkin ketika saya
meninggal tak sebanyak itu orang yang akan menghadiri pemakaman saya. Tidak
bakal selama itu anak-anak dan keluarga akan mengenang saya, karena saya merasa
belum banyak memberi manfaat bagi keluarga yang saya cintai, apalagi terhadap
orang lain.
Ketika
kita bertanya kepada seseorang tentang nama orang tuanya, saya yakin 99 persen
mampu menjawab dengan benar. Ketika kita bertanya tentang nama kakek neneknya,
saya yakin hasilnya menurun, paling hanya berkisar 70-80 persen. Ada yang bisa
menyebut nama kakeknya tapi mungkin lupa nama neneknya. Sampai buyut, sudah
jelas semakin sedikit orang yang mengetahuinya.
Mengapa
kita sampai melupakan leluhur kita ? Banyak jawaban atau alasan untuk itu,
karena orang tua kita tidak menceritakannya, bahkan kita tidak tahu makamnya di
mana dan mungkin para leluhur tidak meninggalkan warisan yang membuat mereka
dikenang oleh para penerus generasinya. Warisan yang saya maksud bukan sekadar
harta yang tidak habis tujuh turunan, tapi bisa juga cerita kepahlawanan atau
karya besar yang tidak terlupakan.
Apabila
kita tidak melakukan sesuatu yang berharga untuk dikenang oleh para penerus
kita, maka dapat dipastikan
kita pun akan segera dilupakan setelah kita meninggal. Oleh karena itu saya
selalu iri kepada mereka yang meninggalkan warisan berupa karya yang bukan saja
dikenang oleh sebuah bangsa, tapi juga menjadi legenda dunia. Iri karena belum
dapat menjawab pertanyaan sederhana, “ Kita ingin dikenang sebagai apa ?”
Jika
Anda sudah punya jawabannya, tolong beritahu saya.
Salam SUKSES, HIDUP LUAR
BIASA.