Senin, 29 Desember 2014

Film Serial Drama TV


Saya bukan penggemar film serial drama di tv, karena itulah saya heran ketika melihat istri pada jam-jam tertentu sudah melotot di depan tv sambil memegangi remote tv seolah-olah takut channelnya bergeser. Celakanya, film seri harus ditonton berurutan tidak bisa sepotong-sepotong jika ingin utuh mengikuti ceritanya. Maka, kegemaran ini pasti akan menyita waktu kita cukup lama.  

Bagaimana tidak lama, satu seri bisa sampai ratusan episode. Lebih menyita waktu lagi jika menyukai film sinetron Indonesia yang entah kapan tamatnya. Sudah aktingnya kurang, jalan ceritanya mudah ditebak dan bertele-tele, kata seorang teman. Saya tidak bermaksud menghina karya bangsa sendiri, tapi itulah komentar pada umumnya atau yang sudah dibikin umum oleh kita.

Memang istri belum sampai kecanduan sedemikian rupa, tapi yang pasti selalu ada rasa ingin tahu lanjutannya setiap kali satu episode selesai. Penasaran saja maunya. Itu yang saya rasakan saat usia SD kecanduan buku cerita silat bersambung. Padahal, membaca buku silat sangat dilarang oleh ibu. Jika sampai ketahuan, berat hukumannya. Tapi namanya sudah kecanduan, melanggar saja maunya.

Kesenangan yang melanggar, jelas tindakan berbahaya. Waktu itu saya tidak pernah menyadari jika  kecanduan buku silat pun ternyata ada resiko dan ongkosnya. Resikonya dihukum karena pelajaran sekolah terganggu, sedang ongkosnya adalah membayar sewa buku setiap hari. Itu baru soal sepele, apalagi soal narkoba. Mendekam di penjara resikonya dan terkuras harta ongkosnya, sungguh amat berbahaya. 

Tapi soal kegemaran istri nonton film seri ini tidak berani saya kategorikan berbahaya karena sebagai seorang istri belum sampai merosot mutunya. Malah mungkin kegemaran saya membaca buku dan menulis yang nyaris setiap malam saya lakukan telah menurunkan mutu saya sebagai seorang suami. Oleh karena itu, sudah sepantasnya saya hormati kegemarannya itu, supaya kegemaran saya juga dihormati. 

Yang menggemari film serial drama asing ternyata bukan cuma istri saya saja tapi cukup banyak di negeri ini. Itulah kenapa banyak saluran tv kita yang berebut memutarnya. Karena ternyata banyak orang kita yang haus akan film bermutu tapi kecewa dengan mutu film bangsanya sendiri. Jadilah film-film seperti drama Korea menghiasi acara tv kita.

Bahkan gara-gara film seri korea, banyak orang Indonesia berbondong-bondong pergi berwisata ke Korea. Demikian hebat pengaruhnya terhadap kita para penontonnya sehingga sampai mau keluar biaya menghamburkan devisa. Maka, ketika film-film serial asing itu sedang ditayangkan di tv kita, saya hanya bisa berfantasi, mestinya film sinetron kita juga ditayangkan di seluruh dunia.

Saya pikir karena betapa banyak dari kita ini yang berkonsentrasi pada prestasi orang lain dan suka menjadi penonton. Orang lain yang balapan, kita yang teriak-teriak di pinggir jalan. Orang lain yang lomba nyanyi, kita yang menghabiskan pulsa mengirimkan sms. Sudah harus rugi waktu, tenaga dan biaya, masih harus berduka ketika orang lain itu kalah. Ketika ia menang, kita ikut gembira padahal tidak ikut dapat apa-apa.

Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari, jika kita hanya sibuk menjadi penonton maka kita tidak memperoleh apa-apa. Ketika orang lain sibuk balapan, mestinya kita juga ngebut dengan pekerjaan kita sendiri. Ketika orang lain sedang lomba, mestinya kita juga berusaha memenangkan target kita. Jadi, sekali waktu kita bisa menyoraki diri sendiri dan bergembira karena prestasi kita sendiri.
  
Pasti tidak keliru jika kita turuti nasihat pakar sukses, “ Jadilah pemain, jangan cuma jadi penonton.”


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar