Senin, 22 Desember 2014

Kedatangan Cucu di Rumahku


Cucuku ada dua orang, tapi keduanya belum pernah datang ke rumahku karena keduanya masih kecil dan belum pernah diajak bepergian ke luar kota. Selama ini, aku yang mengalah ke sana jika kangen terhadap mereka. Maka, mendengar berita salah satu cucu akan datang membuat hatiku gembira setengah mati, lebih gembira daripada didatangi seorang presiden.


Perabotan di rumah ditata lebih rapi dari biasanya. Rumah pun dibersihkan. Barang-barang, buku-buku, dokumen yang biasanya berada di meja tanpa seorangpun berani memindahkannya, kali ini terpaksa kurelakan diungsikan ke lemari. Istriku sibuk mempersiapkan semuanya, dari mulai beres-beres kamar sampai menyediakan tempat plastik besar untuk mandi bayi.

Maklum, sudah terlalu lama rumah ini sepi dari kehadiran seorang bayi sehingga kedatangan cucuku  menjadi peristiwa yang istimewa. Semua acara dibatalkan, tidak ada yang lebih penting dari soal ini. Berbagai jenis jajanan disiapkan memenuhi meja. Kami lupa jika cucu ini baru berusia lima bulan dan belum boleh makan sama orang tuanya kecuali minum susu saja. Tapi, meskipun cuma minum susu, sehat, gendut, dan lucunya luar biasa.

Usianya baru lima bulan, tapi beratnya hampir sembilan kilo. Tanganku terasa pegal belaka setelah mencoba menggendongnya, padahal belum sampai bilangan jam lamanya. Baru sebentar saja aku sudah mengeluh, padahal ini pasti bukan pekerjaan sulit, hanya kurang terbiasa. Otot-ototku pasti kurang aktif terlatih sehingga terkejut terhadap beban karena tak pernah berlatih olah raga.

Begitu juga dengan pikiran dan hati. Semua tergantung pada pelatihan. Jika semakin sering dilatih, pikiran dan hati pun akan semakin aktif. Rasa iri misalnya, adalah jenis perasaan yang sangat sering mendapat pelatihan, maka hasilnya pun dapat ditebak.  Ketika mendengar keberhasilan anak orang lain melebihi anak sendiri, keirian adalah perasaan yang muncul sebagai awal permulaan.

Asalkan keirian yang timbul bukan berawal dari niat jahat kita, tentu masih bisa dikendalikan, karena hanya berupa spontanitas sebagai dampak dari kebiasaan. Kalau cuma karena kebiasaan, berarti kita juga dapat melatih spontanitas tandingan. Semuanya bisa dibangun dengan melakukan latihan agar menjadi kebiasaan baru yang berlawanan. Dari iri dengki menjadi gembira.

Melatih kebiasaan baru pasti sulit. Cobalah berlatih menikmati minum kopi tanpa gula sedikitpun. Kita yang terbiasa minum kopi dengan gula mungkin akan merasa ketidakenakan dan pahit, bahkan mungkin sulit menelannya. Tapi bersabarlah, tunggu beberapa pekan sampai kita terbiasa melawan ketidakenakan itu. Kita akan tertegun mendapat kebiasaan baru, minum kopi pahit tanpa gula.

Maka, cobalah bergembira saat mendengar keberhasilan orang lain atau melihat kegembiraan orang lain. Awalnya pasti sulit, tapi dengan memaksa diri pasti bisa. Paksa supaya kegembiraan itu muncul kalau perlu dengan segala cara. Kalau perlu dengan menyanyi-nyanyi, menari-nari, atau apapun yang perlu dilakukan sampai benar-benar gembira. 

Sayang sekali cucuku cuma sebentar di rumahku jika tidak, tentu aku akan terbiasa dengan beratnya dan tanganku tidak akan pegal lagi saat menggendongnya. Seperti kini aku tidak pernah iri lagi ketika mendengar keberhasilan orang lain berkat latihan yang terus menerus kuupayakan. Gembira melihat keberhasilan orang lain ternyata bisa membuatku bergembira karena sudah terbiasa.

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar