Demikian
pula ketika adik kandung saya dipanggil olehNya hari Senin yang lalu, ada rasa
marah, rasa sesal bahkan luka yang mendalam karena merasa kehilangan. Perasaan
kehilangan saya sebagai kakak saja telah sedemikian hebatnya, apalagi perasaan
ibu saya yang terluka kehilangan putranya. Mungkin, kalau saja boleh, bertukar
nyawa pun pasti akan dilakukannya.
Mungkin
terlalu serius jika yang kita bicara soal nyawa. Dalam soal barang lain, begitu
kita dipinjami dalam jangka waktu yang lama maka barang itu rasanya telah
menjadi milik kita. Contoh, ketika kita membiarkan orang lain menempati lahan
kita tanpa menyewa karena iba, akan jadi persoalan yang rumit setelah mereka
lama menempati. Karena untuk mengusirnya, pemilik tanah harus membayar ganti
rugi, atau malah berseteru sebagai musuh melalui pengacara.
Dalam
kasus pinjam meminjam, betapa banyak yang berakhir dengan luka. Seorang teman
penulis yang biasa mengisi suatu kolom di sebuah media selama bertahun-tahun,
kepalanya mengepulkan uap kejengkelan ketika tiba-tiba kolom itu diisi oleh
tulisan orang lain. Kalau sudah tak memakaiku lagi, bukan begini caranya,
keluhnya sambil bersungut-sungut. Kolom itu seakan-akan sudah menjadi miliknya.
Mungkin
media itu mulai bosan dan menginginkan perubahan tetapi lebih memilih cara itu
daripada terang-terangan memecatnya. Demikian juga dalam dunia kerja, betapa
beratnya menggunakan kata ‘pecat’ bagi karyawan yang sudah tidak diinginkan
oleh perusahaan entah karena penyakit tua, atau tergusurnya keahlian, kebutuhan
dan sebagainya.
Jangan
dikira memberhentikan sopir pribadi yang sudah lama itu mudah. Ketika matanya
mulai tidak awas dan fisiknya mulai renta, tentu refleknya berkurang.
Keterampilannya juga terancam dengan keluarnya mobil-mobil baru berteknologi
canggih yang membutuhkan kemampuan lebih. Jika kita masih mengijinkannya
mengemudi jelas sebuah tindakan berbahaya.
Ketika
dipinjami secara teratur, kita merasa mendapatkan kepastian hidup. Semakin lama
kita semakin menikmati perasaan ini, sehingga yang awalnya hanya ‘merasa pasti’
menjadi benar-benar ‘pasti’. Lalu mulai berani mengambil skala prioritas. Tapi,
ketika kenyataan melempar kita kembali sebagai peminjam, yang muncul adalah
kemarahan, kekecewaan. Perasaan memiliki memang bisa menjadi biang persoalan dan
sumber keangkuhan.
Keangkuhan
yang membuat kita lupa pada hakikat kehidupan bahwa semua yang kita miliki
hanya barang pinjaman yang sifatnya sementara, yang tak pernah akan kita bawa
mati. Tapi kenapa kadang kita dipinjami begitu lama ? Saya juga tidak tahu
jawabannya. Tapi, konon katanya hanya orang yang kehilangan yang akan
mendapatkan ganti. Katanya.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.