Senin, 27 Januari 2014

Bibir Yang Ringan


Pertama kali saya bekerja adalah sebagai pembantu unit gudang benang, di sebuah pabrik textile di Bandung. Ketika itu usia saya dua puluh satu tahun. Pekerjaan sehari-hari adalah menyiapkan dan mengirim benang untuk unit produksi, serta mengendalikan stock benang yang berada di gudang. 

Menjelang akhir bulan, saya dipanggil ke ruangan direksi dan menerima gaji yang pertama sebesar lima puluh lima ribu, sedikit nasihat untuk bekerja lebih baik dan tidak membicarakan besarnya gaji yang saya terima kepada rekan kerja yang lain. Saya merasa senang dan bangga, karena ternyata gaji saya lebih besar daripada rekan yang sudah memiliki jabatan di unit lain dan sudah bekerja selama lima tahun disitu, yang hanya menerima tiga puluh lima ribu sebulan.

Saya lupa dengan nasihat direksi ketika ditanya soal gaji oleh atasan langsung saya dengan berkata jujur. Bibir saya yang ringan berbuah kepala gudang tersebut seketika mengundurkan diri dan pindah ke perusahaan lain. Awalnya direksi agak marah dan menyesalkan tindakan saya, tetapi setelah mereka menguji saya mampu untuk menggantikan posisi kepala gudang, masalah dianggap selesai. 

Insiden ini menjadi peringatan bagi saya untuk menjadi lebih dewasa. Saya menyombongkan gaji yang saya peroleh kepada semua orang, dan berakibat mengecewakan orang lain. Saya termasuk beruntung, bisa saja saya yang akan dikeluarkan karena menyebabkan semua orang tidak senang atau kalau saya bertemu orang yang mempunyai tujuan buruk seperti di dalam kisah yang saya baca.

Selama masa percobaan, seorang karyawan baru berteman dengan seorang art director yang sudah bekerja beberapa tahun disitu, sebuah biro iklan. Art director itu sebagai pembimbing bagi tenaga percobaan tersebut. Ketika masa percobaan tenaga baru itu selesai, art director memberikan saran.

“ Jika mereka menawarimu pekerjaan, kau harus tahu berapa sebaiknya upah yang harus kau terima, jangan mau kalau kurang dari dua setengah juta rupiah,” kata art director.

“ Maksudmu kalau kurang dari itu, sebaiknya kutolak ?”

“ Jangan terima. Mintalah dua setengah juta. Kau layak menerima sejumlah itu,” katanya lagi.

Ternyata tenaga baru itu berbakat dan menyenangkan, ia ditawari pekerjaan. Begitu keluar dari kantor pimpinan, ia bergegas menghampiri teman barunya.

“ Aku senang, ia menawariku untuk bekerja tetap disini dan aku menerimanya.”

“ Bagus sekali. Berapa ?”

“ Kau tidak akan percaya, tiga juta rupiah !” Suasana berubah hening, art director percaya itu.

“ Itu sama dengan yang kuperoleh, dan aku sudah bekerja selama empat tahun,” kata art director.

Hari berikutnya pimpinan biro memanggil kembali  tenaga percobaan itu ke kantor. “  Maafkan, saya tidak dapat mempekerjakan Anda. Saya seperti menaruh pistol di tangan. Kami perusahaan kecil, dan bisnis ini memerlukan kerja sama. Kelihatannya Anda menyombongkan gaji yang akan Anda peroleh kepada semua orang, dan sekarang tak seorang pun mau bekerja sama dengan Anda. Sekali lagi, ini sayang sekali, tetapi beginilah keadaannya.”


Ada beberapa hal yang mutlak bukan urusan orang lain, tetapi urusan Anda sendiri. Mengenai gaji, penghasilan bersih, catatan medis dan kehidupan seks Anda. Jangan membicarakan itu dengan teman sekerja. Jangan diskusikan hal-hal itu dengan seseorang. Tak ada alasan untuk membicarakan hal itu dengan orang lain. Selamatkanlah informasi itu, dengan menjaga secara bijak bibir kita yang ringan.

Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.


Comments
3 Comments

3 komentar:

  1. Jika kita sudah dapat pekerjaan yg harus syukuri ,adalah : bahwa kita sudah mempunyai pekerjaan dan bukan pengangguran ,sehingga dengan kita bekerja kita akan mendapatkan penghasilan atau upah yg merupakan hak kita .

    Besar kecilnya upah yg kita terima kalau kita bisa mensyukurinya itu tidak menimbulkan masalah . asalkan upah yg kita terima sudah sesuai dengan aturan yg berlaku yg di berlakukan dalam undang-undang tenagakerja.

    Biasanya perbedaan upah yg di terima oleh pekerja dipengaruhi karena lamanya masa kerja ,jabatan dan prestasi seorang pekerja.

    Kita juga harus bisa mensyukuri jika perusahaan di tempat kita bekerja selain upah yg kita dapat perusahaan tsb juga memperhatikan kebijakan-kebijakan untuk kesejahteraan karyawannya.

    Masalah seorang pekerja mau dan tidaknya menerima upah yg di terimanya, semua itu tergantung individu masing-masing.

    Mohon maaf jika komentar saya keliru.
    Mohon di luruskan.

    Salam Sukses,Hidup Luar Biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar Anda tidak sesuai dengan konteks inti cerita yang ingin disampaikan oleh penulis. Tetapi terima kasih telah berbagi pemahaman dengan para pembaca blog ini. Salam Sukses, Hidup Luar Biasa.

      Hapus
    2. Terima kasih Pak....Atas koreksinya
      Salam Sukses,Hidup Luar Biasa.

      Hapus