Awal April, perkiraan cucu pertama saya akan lahir. Saya sudah beli tiket pesawat Jogya-Singapura pp untuk tanggal 2 sampai 6 April yang akan datang. Kalau ingat bayi saya jadi ingat popok, tapi sekarang mungkin sudah ganti model tidak seperti dulu, juga belum ada pamp**s.
Kehidupan
bermula ketika kita masih memakai popok. Masih ingat bagaimana kita
diperlakukan saat itu ? Bila kita menyuarakan suatu keinginan, dunia selalu mau
mendengarkan. Ketika kita ingin disuapi, demi Tuhan, kita akan disuapi, tanpa
menunggu makan malam yang harus disiapkan atau menunggu pembantu melihat kita
melambaikan tangan. Kalau kita merasa basah, kita tinggal menyuarakan
keprihatinan kita, dan wow...semuanya segera diurus. Kita pemegang kuasa.
Popok
yang kita pakai saat itu bukan sekedar pakaian belaka. Popok itu mewakili untuk
pertama kali, dan mungkin satu-satunya, saat pada masa hidup kita ketika kita
bisa memperoleh apa saja yang kita inginkan hanya dengan berteriak. Sejak
meninggalkan popok, selama masa sisa hidup kita, kita harus memakai cara lain
untuk menyuruh orang melakukan apa yang kita minta.
Selama
dua dasawarsa pertama setelah memakai popok, orang yang memakaikan popok kepada
kita, membuat kita mengikuti aturan dan rambu-rambu yang mereka buat untuk
kita. Sekarang kita yang harus menuruti kemauan mereka. Mereka sebagai pemegang
kuasa dan kita dikuasai.
Baru
setelah memasuki tahap ketiga, kita tumbuh dan dewasa lalu kita menjadi
pemegang kuasa atas diri kita sendiri. Orang yang memakaikan popok kepada kita,
masih suka memberi nasihat, kadang-kadang kita masih mau mendengarkan, tetapi
lebih sering kita harus memutuskan sendiri. Jika beruntung, kita tidak
menganggap mereka sebagai orang lain yang mengatur hidup kita tetapi lebih
sebagai orang tercinta yang mempunyai tujuan yang sama.
Kita
mulai masuk ke dalam lingkaran tak bertepi, meminta dan dimintai, menerima dan
memberi, memanipulasi dan dimanupulasi, itu yang terjadi dalam setiap kehidupan
manusia. Apakah kita akan dikuasai atau sebagai pemegang kuasa dalam suatu
hubungan tergantung pada kemampuan dan pengetahuan kita dengan orang yang kita
hadapi.
Kadang-kadang
kita lebih pintar, khususnya ketika kita mempunyai sasaran yang jelas dan
informasi lengkap. Penjual mobil selalu mengalahkan pembeli mobil, sebab
penjual mempunyai informasi penting yang tidak dimiliki oleh pembeli. Saat kita
memperoleh informasi yang sama dengan yang ia punyai, kita berhenti sebagai
yang dikuasai dan kita menjadi pemegang kuasa.
Mungkin
kita meyakini bahwa pengalaman adalah guru terbaik yang membantu kita
memperoleh pengetahuan dan menghindarkan terjadinya kesalahan dua kali. Tapi
seringnya kita selalu membuat kesalahan yang sama berulang-ulang. Kita bahkan
tidak cukup pintar membuat kesalahan baru.
Saya
rasa, pendidikan atau belajar dapat membantu kita menghindari harga mahal yang
harus kita bayar untuk sebuah pengalaman. Seminar, sekolah, buku, komunitas,
itu semua lebih baik daripada merasakan pengalaman yang buruk.
Dan
saya percaya Anda dapat melakukannya dan menjadi pemegang kuasa atas orang lain.
Bukan hanya karena Anda membaca artikel ini. Namun karena seperti orang lain
dan saya, Anda pernah juga menjadi pemegang kuasa dengan popok Anda.
Salam
SUKSES, HUDUP LUAR BIASA.