Kita tidak dapat memilih atasan dalam bekerja, kadang-kadang kita dapat atasan yang baik, kadang juga atasan yang buruk. Saat mendapatkan atasan yang baik, kerja selalu bersemangat, termotivasi, ingin tampil sebaik mungkin, rajin luar biasa, dan seterusnya. Kalau ketemu atasan yang buruk, huuh rasanya ingin menggantung dia, kalau saja itu diperbolehkan.
Bekerja
bersama atasan yang buruk, rasanya serba salah, ini salah, itu salah. Apa yang
harus kita lakukan ? Pindah kerja? Bagaimana kalau ketemu atasan buruk lagi ??
Jaman sekarang juga tidak mudah pindah-pindah kerja seperti kutu loncat. Siapa
pula yang mau mempekerjakan kita jikalau alasan kita keluar dari tempat lama
gara-gara atasan yang buruk ?
Kalau
saya pasti curiga, kalau dulu tidak betah bekerja gara-gara atasan yang buruk.
Jangan-jangan orang ini yang
tidak bisa bekerja sama dengan orang lain. Jika saya terima orang ini,
salah-salah jadi masalah di kemudian hari.
Hubungan
atasan dan bawahan memang sangat subyektivitas. Tiap-tiap orang mempunyai
persepsi masing-masing tentang kriteria seorang pemimpin. Ketika persepsi tersebut berbeda
dengan apa yang kita lihat dari perilaku atasannya, akan terjadi gap atau
kesenjangan. Gap ini yang kemudian menentukan terjadinya ada atasan buruk atau
atasan baik di mata bawahannya.
Seorang
yang dianggap atasan yang buruk oleh seseorang, bisa jadi bukan atasan yang
buruk bagi lainnya. Mungkin saja terbalik. Oleh karena itu, jangan terburu-buru
menilai buruk atasan Anda, lalu males kerja, hilang motivasi, mengeluh dan
menyalahkan terus.
Kelemahan
terbesar dalam kasus seperti ini biasanya adalah komunikasi, tidak berani
berkomunikasi dengan atasannya. Bagaimana kalau komunikasi malah dikira melawan
dan dikeluarkan ? Kalau diam saja dan kerja di bawah atasan buruk bukankah juga
ingin keluar ? Analisa dengan kepala dingin, cari tahu bagaimana berkomunikasi
dengan atasan yang dianggap buruk tersebut.
Saya
pernah anggap atasan tidak baik karena kalau ditanya tidak pernah menjawab.
Ternyata dia baik hanya saja dia sukanya komunikasi tidak langsung. Kita tidak
dapat menentukan atasan ini baik atau buruk karena tidak sesuai dengan yang
kita inginkan. Cobalah cari tahu lebih dalam tentang atasan Anda, sambil
melakukan refleksi terhadap diri sendiri.
Kalau
konteks masalahnya adalah karena gap persepsi, tentang cara kerja, cara
ngomong, cara bersikap, pertimbangkan untuk belajar memahaminya. Tanyakan
dengan jujur pada diri Anda sendiri, “ Apakah saya dapat menerima
perbedaan-perbedaan gap ini ? Dapatkah saya melakukan perubahan dari sisi saya
? ”
Untuk
sesuatu yang prinsip, saya tidak dapat bertoleransi terhadap atasan, misalnya
soal integritas. Kalau ada atasan yang menyuruh menyuap atau memanipulasi,
lebih baik saya keluar. Kita harus punya prinsip kuat masalah yang satu ini.
Akan
bagus sekali apabila Anda dapat bercakap-cakap tentang perbedaan gap antara
Anda dengan atasan Anda tersebut. Jelaskan tentang diri Anda, dan katakan
padanya bahwa Anda siap untuk belajar. Jangan hanya mengeluh, dan jangan pula
tergesa ambil keputusan keluar jika Anda memang suka berada di perusahaan
tersebut.
Dalam
konteks atasan buruk, selama masih bisa belajar dan tidak disuruh melanggar
integritas, saya akan berusaha menyesuaikan diri. Tetap jaga kinerja, jadilah
profesional. Saya percaya
apabila Anda berlian, biarpun di bawah atasan yang buruk Anda tetap bersinar.
Jika di dalam organisasi di bawah atasan buruk tadi sinar Anda ditutupi, lain
organisasi akan melihat sinar Anda jika Anda benar-benar sebuah berlian.
Jadi,
kuncinya adalah memahami atasan Anda, lakukan refleksi diri, berinisiatif untuk
berkomunikasi, jaga kinerja seprofesional mungkin dan tetap belajar. Ikan saja
tidak menjadi asin, walau pun tinggal di dalam laut yang airnya asin.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.