Sabtu, 13 September 2014

Keharusan Yang Kutetapkan


Pernah seorang pemuda pengangguran yang mengecat hijau rambutnya meminta pekerjaan kepada saya. Bekerja apa saja, katanya. Ketika kulihat surat lamarannya ternyata cuma tamatan smp, segera aku menolaknya. Sebetulnya bukan soal tamatannya yang membuatku enggan menerimanya. Terus terang karena aku tidak suka dengan warna rambutnya. 

Pegawaiku yang lulusan smp juga ada beberapa dan mereka baik-baik saja dalam bekerja. Bahkan ada yang karirnya cukup baik. Memang tidak serta merta mendapatkan posisi yang nyaman. Harus mengawali pekerjaan dengan yang paling sederhana, misalkan petugas kebersihan. Tapi jika bekerja baik, tekun dan mau belajar, tidak tertutup kemungkinan untuk naik jabatan. Jadi, yang membuatku menolak, lebih karena prasangkaku tentang kelakuan pemuda itu.

Rambut warna hijau seperti pohon yang saya ketahui adalah meniru tokoh zetsu pada anime naruto cerita Jepang. Menurut saya lebih cocok untuk anak orang kaya, mungkin seorang mahasiswa atau orang-orang yang bergerak di dunia seni, bukan pemuda luntang lantung. Apalagi cuma lulusan smp, yang pasti tidak bermutu dan cuma bergaya ikut-ikutan.

Seperti terhadap pembantu rumah tangga, jika engkau seorang perempuan, sebaiknya jangan terlalu bersih dan cantik. Bisa membuat orang keliru mengenali, mana pembantu mana majikan. Pembantu cantik bisa merupakan kesalahan. Engkau bisa jadi rebutan antara sopir dan majikan. Kecantikan itu seolah tak layak kau sandang, sebab seorang pembantu seharusnya bodoh dan buruk rupa.

Terhadap orang lain, ternyata saya menetapkan banyak keharusan. Jika engkau hendak berhutang, lagakmu juga harus sopan sempurna. Jangan mengajak berdebat, jangan membuat gara-gara. Kalau aku sedikit menceramahimu, terimalah dan kalau aku sedikit mengomelimu, sabarlah. Daripada aku menjadi orang yang tega kepadamu.

Kalau bisa jangan memakai perhiasan, karena aku akan berpikir kenapa engkau lebih suka berhutang ketimbang menjual perhiasanmu. Jadi, jangan sekali-kali pamer harta, sama sekali tak sesuai dengan keperluanmu. Wajahmu harus tampak murung bukan gembira, karena bisa membuatku salah sangka kalau engkau cuma sekadar bergurau. 

Rambut hijaunya menurutku cuma sebuah kekeliruan, karena seorang pengangguran seharusnya mampu menarik simpati orang yang akan memberinya pekerjaan. Bukan malah membuat khawatir menerimanya. Paling tidak, rambut harus rapi, penampilan baik dan sopan agar mudah dipercaya. Pokoknya, harus tahu diri dan menyadari kedudukannya sebagai pihak yang butuh pekerjaan.

Maka, ketika ada seorang pemuda lulusan smp yang lain tapi sangat sopan, setiap kali papasan selalu membungkukkan badan, aku terpikat. Aku memberinya pekerjaan karena sesuai dengan keharusan yang kutetapkan. Apalagi ayahnya juga sudah bekerja sebagai petugas kebersihan di tempatku dan yang jelas rambutnya tidak berwarna hijau. Tidak hanya boleh bekerja, bahkan kupercayai untuk ikut tinggal bersamaku.

Diam-diam aku sering memuji dan membanggakan pemuda ini,  karena kerajinan dan kesopanannya. Sempat pula kutawari supaya melanjutkan sekolahnya, paling tidak punya ijasah sma. Berapa bulan kemudian, tiba-tiba pemuda ini menghilang, pergi tanpa pamit sambil membawa kabur uang kantor. Penilaianku ternyata keliru dan aku merasa bersalah dengan keharusan yang kutetapkan sendiri. Jadi, ‘keharusan yang kutetapkan’ terhadap orang lain sebenarnya cuma karena sudut pandangku, sama sekali tidak menjamin kelakuan, apalagi mutu hidup manusia. 


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
3 Comments

3 komentar:

  1. "Jangan menilai buku dari sampulnya"
    mungkin itu pesannya.

    Sukses, salam Hidup Luar Biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pesan tulisan di atas tergantung apa yang Anda tangkap itu yang Anda dapatkan. Sebenarnya tidak sekedar itu pesannya. Coba sharing dengan pembaca lain yang mungkin dapat menyimpulkan dari sisi yang lain. Semoga bermanfaat.

      Salam sukses, hidup luar biasa.

      Hapus
  2. nawainruK huruG @Kebumen ne ? .16 September 2014 pukul 09.42

    Kenapa disekolah ga ada pelajaran ahlak dan budi pekerti ya Pak .... he he he

    BalasHapus