Ketika kebingungan mau menulis apa, terpaksa saya mengeksplorasi kenangan demi kenangan baik yang indah maupun yang sama sekali tidak membanggakan. Kadang penuh aib, kebodohan bahkan kecerobohan. Dulu saya tidak menyadari bahwa itu adalah aib ataulah kecerobohan. Sekarang baru merasa bahwa betapa tidak perlunya melakukan hal-hal semacam itu.
Hidup
yang sekarang tentu tidak dibentuk hanya dari kebenaran dan kemuliaan belaka.
Diantaranya pasti tersusun dengan aib, kebodohan dan kekeliruan. Oleh karena
itu, boleh dikatakan bahwa nilai daripada aib dan kesalahan kurang lebih sama
dibandingkan dengan kebenaran dan keberhasilan. Semuanya sama-sama menjadi
pembentuk kerangka pondasi hidup saya.
Malam
ini, saya mencoba mengingatnya kembali satu per satu hanya dengan tujuan
merefleksi diri seperti apa saya dulu dan sekarang. Saya yang sekarang memandang
hina anak-anak berseragam sma yang nongkrong di depan warung pinggir jalan
dekat sekolah sambil merokok pada jam-jam pelajaran, ternyata itu yang
kulakukan setiap hari di masa lalu.
Meninggalkan
pelajaran adalah kebiasaanku yang keliru karena bergaul dengan teman-teman yang
suka membolos. Meskipun banyak membolos, saya tetap dapat mengikuti dan
mendapat nilai yang bagus pada saat ulangan. Tapi rupanya, perilakuku membuat
kepala sekolah sangat berang sehingga raporku diberi nilai merah semua agar
tidak naik kelas.
Perasaan
saya waktu itu merasa terhina dan sangat terzalimi. Semua hasil ulanganku bagus
nilainya, tidak satupun yang dibawah tujuh. Karena itulah ayah mau membelaku
dengan menghadap kepala sekolah untuk menanyakan soal nilai merah di raporku.
Kepala sekolahku bersikeras dan berkata, “ Sekolah kami tidak mendidik murid
menjadi pandai tapi tidak berbudi pekerti.” Kata-kata inilah yang ingin
kukenang karena menentukan nasibku waktu itu.
Melihat
anak sekolah naik motor seperti kesetanan, selalu membuatku memendam sumpah
serapah yang tidak ada habisnya. Padahal seperti itu pula kelakuanku pada saat itu. Malu rasanya naik motor
pelan, kalau bisa lari sekencang-kencangnya dan tanpa rem. Kalau di tengah
malam gelap gulita, lampu malah harus dimatikan, biar tambah menyeramkan. Malu
memakai spion menghadap ke atas karena dikatakan seperti sedang berdoa, kuganti
dengan spion terkecil di dunia.
Kalau
menikung harus dengan kemiringan penuh seperti seorang pembalap, lutut
menyentuh aspal, baru jagoan. Sejak asyik dengan sepeda motor, tentu prestasi
sekolah bukan membaik tapi tambah menurun. Hanya karena ingin bangga disebut
jagoan, berbuah banyak kekeliruan. Jatuh kecelakaan dari motor sudah menjadi
santapan. Tidak heran, bila banyak bekas luka dari ujung kaki saya hingga
kepala.
Lihatlah
daftar kesalahan yang saya alami dalam kurun waktu yang singkat, hanya semasa
sma saja sudah cukup untuk menjadi aib yang berat, apalagi kalau ditambah
dengan kekeliruan-keliruan lain sepanjang hidup saya. Mungkin tidak cukup hanya
sehalaman kolom ini untuk memuatnya, bisa jadi perlu buku yang tebal untuk
menuliskannya.
Beruntung
saya masih hidup walau sudah tujuh kali kecelakaan motor yang cukup parah.
Membolos, kebut-kebutan, ugal-ugalan, merokok dan membandel semasa remaja
adalah kenangan buruk yang sebetulnya tidak perlu saya ingat-ingat. Tapi justru
selalu mengingatkan saya bahwa pelajaran utama untuk sukses sebagai manusia
adalah kemampuan kita melihat kesalahan diri sendiri !
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.