Jumat, 12 September 2014

Tamu di Rumahku

Beberapa minggu lalu saya kedatangan seorang tamu. Bukan sekadar tamu biasa, karena sudah melebihi saudara. Tamu ini sengaja datang dari benua Amerika memenuhi undanganku untuk ikut merayakan ulang tahun perusahaanku. Ia akan tinggal di rumahku selama sebulan. Biar sepadan capainya menempuh perjalanan, seperti kalau saya berkunjung ke sana juga minimal tiga minggu.

Ia seorang laki-laki tua dan berkulit hitam, yang sangat baik dan santun. Saya katakan tua dan hitam karena memang dia lebih tua dan lebih hitam dariku. Sering saya perkenalkan sebagai saudara tua dari Obama, tapi dia hanya tersenyum karena tidak tahu apa yang saya katakan. Maklum, jika dia belum bisa bahasa kita, karena kita pun selalu kesulitan belajar bahasanya.

Suatu pagi setelah beberapa hari di rumahku, ia datang menemuiku dan minta diberi kesibukan  apa saja yang dapat meringankan pekerjaanku. Rupanya, tamuku jenis orang yang langka, tidak sekadar numpang berlibur, tapi juga ingin berbuat sesuatu pada yang memberinya tumpangan. Orang seperti ini pasti sedikit jumlahnya, tidak seperti umumnya tamu lain yang suka menguji tuan rumah seperti apakah diriku.

Singkat cerita, saya meminta tenaganya untuk membantu mengerjakan inventory di bengkel variasi atau membantu membereskan gudang yang tak pernah beres selama ini. Mumpung ada orang asing mau jadi sukarelawan, tidak ada ruginya mendapat bantuan sekaligus belajar darinya. Kalau cocok akan kugunakan jika tidak sesuai tidak perlu kuikuti, karena mungkin kurang tepat untuk orang kita.

Baru sehari bekerja bersamanya, ternyata sudah mendapat pelajaran. Dia heran melihat gudangku ternyata berfungsi ganda, yaitu untuk menyimpan barang-barang berguna, sekaligus juga sampah atau barang yang tak jelas kegunaannya. Tengoklah rumah kita, banyak barang yang kita miliki tapi tidak jelas manfaatnya. Almari yang penuh berjejalan, ternyata hanya berisi pakaian yang jarang dikeluarkan. Demikian pula gudangku, jelas banyak sampah yang harus disingkirkan keluar.

Hari berikutnya semakin banyak pelajaran yang kupetik, mengenai kebiasaan bekerja yang baik dan produktif. Kebiasaan memakai sepatu kerja dengan baik, bukan seperti yang sering kita lakukan. Ada orang-orang yang memakai sepatu layaknya pakai sandal, ujung kaki saja yang masuk lalu tumitnya kelihatan. Memakai sarung tangan dan  masker saat bekerja demi keselamatan dan kesehatan kerja. 

Menata barang-barang juga diletakkan sesuai dengan postur tubuh, sehingga memudahkan, tidak membuat cepat lelah dan bisa kerja lebih cepat. Orang itu juga sangat disiplin, jam istirahat kurang lima menit tetap tidak menurunkan produktivitasnya. Layak sekali jika kita selalu kalah dalam hal produktivitas. Bukan soal tidak mampu, tapi lebih karena kebiasaan kita suka mencuri waktu. 

Di negara ini mencuri waktu adalah sesuatu yang hal yang lumrah bahkan ada yang menganggap jadi haknya, karena keteladanan kita atau bahan bandingan kita adalah para koruptor yang menurut kita lebih berdosa. Apa artinya mencuri waktu, jika dibandingkan mencuri kekayaan negara atau rakyat ? Padahal, cuma itu yang bisa kita lakukan selagi tidak di posisi yang memungkinkan.

Kehadirannya sebagai tamu di rumahku tak hanya memberiku pelajaran tapi juga manfaat karena pekerjaanku menjadi lebih ringan. Sementara itu, kalau aku bertamu cuma sebagai turis yang butuh panduan, hanya kerepotan yang kuberikan. Minta diantar ke sana kemari adalah permintaanku yang sungguh melelahkan. Apalagi soal makanku, pasti selalu mengundang kerepotan, karena selera lidah diutamakan. Ternyata, menjadi tamu yang baik pun sulit kulakukan, apalagi menjadi tamu yang bermanfaat.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar