Beberapa
minggu lalu saya kedatangan seorang tamu. Bukan sekadar tamu biasa, karena
sudah melebihi saudara. Tamu ini sengaja datang dari benua Amerika memenuhi
undanganku untuk ikut merayakan ulang tahun perusahaanku. Ia akan tinggal di
rumahku selama sebulan. Biar sepadan capainya menempuh perjalanan, seperti
kalau saya berkunjung ke sana juga minimal tiga minggu.
Ia
seorang laki-laki tua dan berkulit hitam, yang sangat baik dan santun. Saya
katakan tua dan hitam karena memang dia lebih tua dan lebih hitam dariku.
Sering saya perkenalkan sebagai saudara tua dari Obama, tapi dia hanya
tersenyum karena tidak tahu apa yang saya katakan. Maklum, jika dia belum bisa
bahasa kita, karena kita pun selalu kesulitan belajar bahasanya.
Suatu
pagi setelah beberapa hari di rumahku, ia datang menemuiku dan minta diberi
kesibukan apa saja yang
dapat meringankan pekerjaanku. Rupanya, tamuku jenis orang yang langka, tidak
sekadar numpang berlibur, tapi juga ingin berbuat sesuatu pada yang memberinya
tumpangan. Orang seperti ini pasti sedikit jumlahnya, tidak seperti umumnya
tamu lain yang suka menguji tuan rumah seperti apakah diriku.
Singkat
cerita, saya meminta tenaganya untuk membantu mengerjakan inventory di bengkel
variasi atau membantu membereskan gudang yang tak pernah beres selama ini.
Mumpung ada orang asing mau jadi sukarelawan, tidak ada ruginya mendapat
bantuan sekaligus belajar darinya. Kalau cocok akan kugunakan jika tidak sesuai
tidak perlu kuikuti, karena mungkin kurang tepat untuk orang kita.
Baru
sehari bekerja bersamanya, ternyata sudah mendapat pelajaran. Dia heran melihat
gudangku ternyata berfungsi ganda, yaitu untuk menyimpan barang-barang berguna,
sekaligus juga sampah atau barang yang tak jelas kegunaannya. Tengoklah rumah
kita, banyak barang yang kita miliki tapi tidak jelas manfaatnya. Almari yang
penuh berjejalan, ternyata hanya berisi pakaian yang jarang dikeluarkan.
Demikian pula gudangku, jelas banyak sampah yang harus disingkirkan keluar.
Hari
berikutnya semakin banyak pelajaran yang kupetik, mengenai kebiasaan bekerja
yang baik dan produktif. Kebiasaan memakai sepatu kerja dengan baik, bukan
seperti yang sering kita lakukan. Ada orang-orang yang memakai sepatu layaknya
pakai sandal, ujung kaki saja yang masuk lalu tumitnya kelihatan. Memakai
sarung tangan dan masker
saat bekerja demi keselamatan dan kesehatan kerja.
Menata
barang-barang juga diletakkan sesuai dengan postur tubuh, sehingga memudahkan,
tidak membuat cepat lelah dan bisa kerja lebih cepat. Orang itu juga sangat
disiplin, jam istirahat kurang lima menit tetap tidak menurunkan
produktivitasnya. Layak sekali jika kita selalu kalah dalam hal produktivitas.
Bukan soal tidak mampu, tapi lebih karena kebiasaan kita suka mencuri
waktu.
Di
negara ini mencuri waktu adalah sesuatu yang hal yang lumrah bahkan ada yang
menganggap jadi haknya, karena keteladanan kita atau bahan bandingan kita adalah
para koruptor yang menurut kita lebih berdosa. Apa artinya mencuri waktu, jika
dibandingkan mencuri kekayaan negara atau rakyat ? Padahal, cuma itu yang bisa
kita lakukan selagi tidak di posisi yang memungkinkan.
Kehadirannya
sebagai tamu di rumahku tak hanya memberiku pelajaran tapi juga manfaat karena
pekerjaanku menjadi lebih ringan. Sementara itu, kalau aku bertamu cuma sebagai
turis yang butuh panduan, hanya kerepotan yang kuberikan. Minta diantar ke sana
kemari adalah permintaanku yang sungguh melelahkan. Apalagi soal makanku, pasti
selalu mengundang kerepotan, karena selera lidah diutamakan. Ternyata, menjadi
tamu yang baik pun sulit kulakukan, apalagi menjadi tamu yang bermanfaat.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.