Sabtu, 27 September 2014

Secangkir Kopi di Pagi Hari


Kalau saya harus memilih antara bepergian ke luar negeri atau di rumah, saya lebih suka berada di rumah. Jika bepergian ke luar negeri, yang terberat adalah terputusnya siklus kebiasaan saya. Dari mulai soal kebiasaan makan nasi dan lauknya, sampai soal sulitnya merokok. Ada negara yang susah cari nasi, apalagi lauk-lauk yang kusuka. Ada pula negara yang ketat membatasi kebebasan merokok. 

Bahkan ada negara yang melarang keras membawa rokok sama sekali seperti Singapura, sedangkan beli rokok di sana mahalnya setengah mati, jelas cuma menambah penderitaan saja. Tapi terpaksa saya sering pergi ke sana, karena ada anak cucuku yang tinggal di sana, berobat pun langganan di sana. Jadi, kalau cuma menderita sedikit, masih setara dengan kegembiraan yang bakal kudapatkan.

Terlepas dari suka atau tidak suka bepergian, baru terasa manfaatnya ketika kita pulang. Banyak pengalaman yang justru didapat saat berada di luar rumah. Banyak ijasah hidup yang dibentuk oleh bepergian. Setelah pulang, manusia mendapatkan arti-arti baru, bobot hidup yang baru. Jadi, sekali waktu ada jenis kebiasaan yang harus dikorbankan demi itu.

Memang kebiasaan ini adalah soal yang sangat bersifat personal atau tergantung pribadi masing-masing. Seperti setiap pagi saya bangun tidur, yang pertama harus tersedia adalah secangkir kopi panas merek kapal api, bukan sembarang merek kopi. Sudah harus merek tertentu, jenisnya juga harus tertentu yaitu kapal api yang special. 

Menyeruput kopi masih panas di pagi hari, wah...luar biasa nikmatnya. Seruputan yang sedikit saja mampu langsung membakar syarafku, apalagi ditemani sebatang rokok kegemaranku. Sudah semacam ritual terpenting yang harus kulakukan setiap pagi hari. Ada puluhan seruputan dalam satu cangkir, satu seruputan diselingi kepulan asap berarti satu imajinasi. Seruputan demi seruputan itu menyebabkan lahirnya ide-ide, lamunan dan rencana kerja, sekujur tubuh jadi segar dan bangkitlah semangatku.

Mungkin terasa berlebihan bagi orang lain jika aku merasa segar dan bersemangat cuma gara-gara secangkir kopi panas di pagi hari. Tapi karena kebiasaan ini sifatnya pribadi maka, bisa jadi aku saja yang mengerti betapa sulitnya mengabaikannya. Jika terpenuhi, seakan-akan siap tempur jiwa raga menuju kerja selanjutnya. Jika kebiasaan ini tidak dilakukan, langsung bisa menjadi pihak yang lesu, loyo dan tak berdaya serta rawan terhadap gangguan.

Gangguan kecil dapat menyulut api kemarahan, mungkin karena sudah seperti kecanduan. Layaknya pecandu narkoba yang kehabisan pasokan. Pengaruhnya dapat menjadi biang kekacauan sepanjang hari. Ada yang keliru sedikit, rasanya seperti sebukit. Ketergantungan terhadap secangkir kopi amat nyata, sehingga pergi kemana pun saya selalu siap sedia kopi special di dalam tas bepergian. 

Jadi, ada jenis kebiasaan yang dapat dilanggar demi bepergian, seperti soal makan dan yang lainnya, tapi ada juga jenis kebiasaan yang harus dijalankan yaitu secangkir kopi panas di pagi hari. Secangkir kopi terasa begitu pentingnya, sehingga saya lebih menghargainya ketimbang makan yang jelas-jelas lebih penting karena menopang tubuh dan hidup manusia. 

Kita adalah orang-orang yang terancam lupa dengan soal yang begitu pentingnya. Padahal semakin penting sesuatu, semakin dekat dengan kita. Dan semakin dekat dengan kita, maka semakin mudah kita melupakannya. Itulah kenapa ada suami istri tidak perlu lagi saling memuji karena merasa telah begitu akrabnya. Itulah kenapa kepada anak-anak, kita suka lupa memeluknya karena merasa sudah mencintainya. Itulah kenapa secangkir kopi lebih penting dari sepiring nasi.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar