Kalau saya harus memilih antara bepergian ke luar negeri atau di rumah, saya lebih suka berada di rumah. Jika bepergian ke luar negeri, yang terberat adalah terputusnya siklus kebiasaan saya. Dari mulai soal kebiasaan makan nasi dan lauknya, sampai soal sulitnya merokok. Ada negara yang susah cari nasi, apalagi lauk-lauk yang kusuka. Ada pula negara yang ketat membatasi kebebasan merokok.
Bahkan
ada negara yang melarang keras membawa rokok sama sekali seperti Singapura,
sedangkan beli rokok di sana mahalnya setengah mati, jelas cuma menambah
penderitaan saja. Tapi terpaksa saya sering pergi ke sana, karena ada anak
cucuku yang tinggal di sana, berobat pun langganan di sana. Jadi, kalau cuma
menderita sedikit, masih setara dengan kegembiraan yang bakal kudapatkan.
Terlepas
dari suka atau tidak suka bepergian, baru terasa manfaatnya ketika kita pulang.
Banyak pengalaman yang justru didapat saat berada di luar rumah. Banyak ijasah
hidup yang dibentuk oleh bepergian. Setelah pulang, manusia mendapatkan
arti-arti baru, bobot hidup yang baru. Jadi, sekali waktu ada jenis kebiasaan
yang harus dikorbankan demi itu.
Memang
kebiasaan ini adalah soal yang sangat bersifat personal atau tergantung pribadi
masing-masing. Seperti setiap pagi saya bangun tidur, yang pertama harus
tersedia adalah secangkir kopi panas merek kapal api, bukan sembarang merek
kopi. Sudah harus merek tertentu, jenisnya juga harus tertentu yaitu kapal api
yang special.
Menyeruput
kopi masih panas di pagi hari, wah...luar biasa nikmatnya. Seruputan yang
sedikit saja mampu langsung membakar syarafku, apalagi ditemani sebatang rokok
kegemaranku. Sudah semacam ritual terpenting yang harus kulakukan setiap pagi
hari. Ada puluhan seruputan dalam satu cangkir, satu seruputan diselingi
kepulan asap berarti satu imajinasi. Seruputan demi seruputan itu menyebabkan
lahirnya ide-ide, lamunan dan rencana kerja, sekujur tubuh jadi segar dan bangkitlah
semangatku.
Mungkin
terasa berlebihan bagi orang lain jika aku merasa segar dan bersemangat cuma
gara-gara secangkir kopi panas di pagi hari. Tapi karena kebiasaan ini sifatnya
pribadi maka, bisa jadi aku saja yang mengerti betapa sulitnya mengabaikannya.
Jika terpenuhi, seakan-akan siap tempur jiwa raga menuju kerja selanjutnya.
Jika kebiasaan ini tidak dilakukan, langsung bisa menjadi pihak yang lesu, loyo
dan tak berdaya serta rawan terhadap gangguan.
Gangguan
kecil dapat menyulut api kemarahan, mungkin karena sudah seperti kecanduan.
Layaknya pecandu narkoba yang kehabisan pasokan. Pengaruhnya dapat menjadi
biang kekacauan sepanjang hari. Ada yang keliru sedikit, rasanya seperti
sebukit. Ketergantungan terhadap secangkir kopi amat nyata, sehingga pergi
kemana pun saya selalu siap sedia kopi special di dalam tas bepergian.
Jadi,
ada jenis kebiasaan yang dapat dilanggar demi bepergian, seperti soal makan dan
yang lainnya, tapi ada juga jenis kebiasaan yang harus dijalankan yaitu
secangkir kopi panas di pagi hari. Secangkir kopi terasa begitu pentingnya,
sehingga saya lebih menghargainya ketimbang makan yang jelas-jelas lebih
penting karena menopang tubuh dan hidup manusia.
Kita
adalah orang-orang yang terancam lupa dengan soal yang begitu pentingnya.
Padahal semakin penting sesuatu, semakin dekat dengan kita. Dan semakin dekat
dengan kita, maka semakin mudah kita melupakannya. Itulah kenapa ada suami
istri tidak perlu lagi saling memuji karena merasa telah begitu akrabnya.
Itulah kenapa kepada anak-anak, kita suka lupa memeluknya karena merasa sudah
mencintainya. Itulah kenapa secangkir kopi lebih penting dari sepiring nasi.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.