Rabu, 17 September 2014

Menjaga Perasaan Orang Lain


Karena bengkel mobilku yang semakin ramai waktu itu, maka kutambahkan ruang tunggu yang ber ac untuk para pelanggan. Ada cafe kecil yang menyediakan makanan dan minuman, tersedia pula mesin karaoke dan tv berlangganan sebagai pelengkap hiburan. Namun, sebagai ruang publik serta untuk kenyamanan tidak diperbolehkan merokok di dalam ruangan yang tidak terlalu luas itu.

Tapi, ternyata masih ada orang yang mengabaikan tulisan ‘no smoking’ yang terpampang jelas di pintu masuk. Mereka merokok dengan santainya. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya orang yang bukan perokok di dalam ruangan akibat gangguan asap rokok itu. Kebetulan saya juga perokok berat, jadi larangan itu bukan karena saya anti rokok, tetapi lebih karena menjaga perasaan orang lain saja.

Semua jenis tindakan yang tidak menjaga perasaan orang lain, sering memancing kejengkelan saya. Kadang saya jengkel dalam diam, karena untuk langsung menegur saya tidak berani, apalagi jika tidak berhubungan langsung dengan kepentingan saya. Banyak di antara kita malah mengajak berkelahi kalau ditegur kesalahannya. Padahal, bukan pertengkaran semacam itu yang saya cari, sehingga paling banter saya menulis semacam ini.

Menulis pun belum tentu dibaca sama orang yang ingin saya tegur. Yang membaca justru mungkin malah orang yang sangat menghargai perasaan orang lain. Maka, semakin tidak jelas kalau jengkel tapi diam seperti ini. Akhirnya, sebatas kemampuan saya untuk menyuarakan tentang pentingnya menjaga perasaan orang lain lewat tulisan ini. Mudah-mudahan akan mengingatkan kita semua.

Padahal, sumber-sumber yang mengabaikan perasaan orang lain itu banyak sekali. Sudah tahu jalan setapak sempitnya minta ampun, e naik motor kencang sekali seperti di sirkuit. Sudah tahu itu jalan keluar masuk rumah orang, malah sengaja memarkir mobilnya melintang menutup jalan. Sudah tahu kalau tinggal berdesakan di kompleks perumahan, mengasapi tetangganya dengan membakar sampah seenak wudelnya.

Soal asap mengasap memang kita ahlinya. Sampai presiden pun ikut bicara, karena kebiasaan kita mengasapi negara tetangga. Entah salah siapa, tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, itulah hebatnya. Hutan-hutan itu sengaja dibakar atau terbakar juga tak jelas juntrungannya. Menyikapi soal kabut asap malah jadi soal yang lebih serius ketimbang kabut asap itu sendiri. Yang pasti, kerugian semata akibatnya. 

Begitu mudahnya manusia dibiarkan membuat kekacauan tanpa pengawasan, apalagi teguran. Tidak kurang-kurang kita mendengar anak-anak yang cedera karena bermain mercon atau kembang api, tanpa pengawasan orang tua. Tidak satu dua kali, kita melihat anak kecil yang mainan kesukaannya adalah api. Anak-anak semacam itu sungguh berada dalam bahaya yang nyata, tapi kita para orang tua mendiamkannya saja.

Jadi, bahaya yang sesungguhnya adalah kelalaian orang tua yang membiarkan anaknya bermain hal yang berbahaya. Anak itu sama sekali tidak berbahaya. Maka, saya percaya hanya dengan tegur sapa mulai dari rumahlah, yang dapat menjadi pendidikan terbaik untuk mengembangkan sikap menjaga perasaan orang lain. Pasti lebih mudah menegur anak sendiri, ketimbang menegur orang lain yang mungkin malah menantang kita berkelahi.

Itulah kenapa saya lebih suka menulis begini ketimbang menegur orang lain. Bukan karena takut atau tidak mampu, melainkan lebih karena penantang itu ada dimana-mana.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
2 Comments

2 komentar:

  1. Luar Biasa Pak,

    dimasyarakat manapun itu selalu berlaku hukum yang tidak tertulis,
    yang terkadang lebih berbahaya siksanya dari hukum yang tertulis,

    seseorang yang mencuri mungkin diundang-undang hanya akan dihukum 3 bulan kurungan,
    tetapi bila dia tertangkap basah oleh masyarakat mungkin dia akan dihukum mati dikeroyok massa,

    meskipun sudah ada tulisan NO SMOKING tetapi selama suasananya sepi mungkin orang akan lebih cenderung melanggar ketimbang menurut,

    tetapi jika disitu ada anak kecil umur 3 tahun beserta ibu dan bapaknya,
    yang kebetulan bapaknya seorang Anggota Kopassus berseragam lengkap maka orang akan cenderung takut dan tidak merokok,

    itulah negara kita Pak,
    memang orang indonesia itu sifat'nya seperti itu karena dulu bekas jajahan JEPANG dan BELANDA,

    coba saja bila indonesia dulu dijajah INGGRIS, mungkin akan maju seperti SINGAPURA dan MALAYSIA,...(◠‿◠)...hehe,

    Salam Sukses, Hidup Luar Biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi aku tetap cinta dengan negara kita, walau ikut prihatin...mas, hehehe....memang kebetulan yang bekas dijajah Inggris jadi negara lebih baik.

      Salam sukses, hidup luar biasa.

      Hapus