Minggu petang, kami sebagai agen resmi pelumas Pertamina mengadakan gathering konsumen yang hampir setiap setahun sekali digelar. Yang kami undang adalah reseller, grosir, toko, bengkel-bengkel yang menjadi outlet-outlet pemasaran dari produk kami dan orang-orang Pertamina selaku pihak prinsipal.
Acara
seperti ini biasanya diisi permainan berhadiah sebagai hiburan seperti kim,
apresiasi untuk the best reseller, the best outlet dan lain-lain. Dilanjutkan
acara mengisi form order, yaitu mengisi form pesanan barang dengan harga
spesial gathering. Semakin banyak yang mereka order, mereka akan mendapatkan
hadiah yang semakin besar.
Tapi
kali ini agak beda dari tahun lalu, sebab setelah sambutan-sambutan diselipkan
motivasi singkat selama tiga puluh menit sesuai tema yang kami pilih, yakni We
Love Indonesia, mengedukasi tentang nasionalisme konsumen. Tujuannya agar para
konsumen kami, yaitu para pedagang lebih memiliki komitmen untuk menjual produk
Indonesia yaitu pelumas Pertamina dibandingkan merek asing.
Secara keseluruhan, penyelenggaraannya boleh dibilang sukses kalau melihat dari hasil
yang kami raih dalam penjualan malam itu melampaui target. Namun ada yang
terasa kurang greget pada saat motivasi berlangsung. Mungkin karena ini adalah
acara yang baru buat mereka sehingga agak mengejutkan, atau bisa jadi karena
kurangnya persiapan kami.
Mengapa
saya katakan kurang greget ? Karena kurang riuhnya tepukan tangan dari
audience. Tepuk tangan padahal dampak dari apa yang saya lakukan, bukan menjadi
tujuan saya memotivasi mereka. Gemuruh tepuk tangan merupakan suatu penghargaan
atau pujian dari mereka melihat apa yang kita lakukan, biasanya spontan
dilakukan ketika berkenan di hati mereka.
Kebiasaan
mendapatkan tepuk tangan ketika menjadi motivator untuk karyawan sendiri,
membuat saya lupa belajar. Membuat saya terlena karena merasa sudah diatas
rata-rata, dan saya sombong, merasa
paling baik, merasa pasti sukses dan yang lebih buruk lagi saya menjadi ingin
selalu dipuji.
Menurut
saya, persiapan saya amat minim. Menghadapi audience yang beraneka ragam
terdiri dari keluarga, bawa anak sampai pembantu memang merupakan tantangan
tersendiri, apalagi acara makan bagi yang terlambat hadir dalam satu ruangan.
Dan jujur, saya belum pernah menghadapi situasi
seperti ini.
Saya
perlu belajar lagi cara-cara yang lebih baik untuk menangani hal semacam ini
agar lebih sukses, walaupun menurut keterangan anak saya Yuga yang menjadi
Direksi Divisi Pelumas, “ Papih sudah tampil luar biasa malam ini, sangat
profesional tidak kalah dengan kek Jamil (motivator terbaik di Indonesia saat
ini).” Namun, saya masih merasa kurang greget.
Kurang
greget dapat juga diartikan hal yang datar, biasa-biasa saja atau kurang
menarik. Boleh juga diartikan kurang berkualitas, tidak berkelas. Hal semacam
ini sebenarnya amat wajar, namun dapat sangat mengganggu orang-orang yang
memiliki standar pencapaian tinggi dan berorientasi terhadap kualitas
pekerjaan.
Jadi,
kalau merasa apa yang Anda lakukan kurang greget, berarti Anda merasa kurang
puas dengan kualitas hasil yang Anda peroleh. Segera lakukanlah evaluasi,
jangan berdiam diri atau membiasakan mencari kambing hitam atau alasan. Akuilah
kekurangan atau kelemahan Anda, pelajarilah apa yang kurang, pikirkanlah
strategi untuk membuat apa yang Anda lakukan benar-benar memuaskan, sesuai dengan
apa yang Anda inginkan.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.