Pengalaman saya yang lalu, kalau naik taksi di bandara KLIA 2, Kuala Lumpur mahal. Waktu itu saya tidak dapat memperoleh taksi meter karena tiba sudah lewat tengah malam. Melihat tarif resmi di loket dari bandara menuju Genting 1200 ringgit sekali jalan, sekitar empat juta rupiah! Akhirnya, saya mencoba mencari taksi di luar bandara. Tarifnya sedikit lebih murah, hanya 700 ringgit atau sekitar dua setengah juta rupiah. Apa boleh buat.
Anda
mungkin pernah baca atau mendengar cerita tentang seorang sopir taksi yang
sukses, karena dia seorang yang mau membuat perubahan, pejuang yang bersemangat
dan mempunyai misi dalam bekerja. Ketika taksi-taksi yang lain kotor dan apa
adanya, taksinya betul-betul menarik perhatian calon penumpang karena bersih
dan sangat mengkilat.
Ketika
bertemu penumpang, dia akan berkata sambil tersenyum ramah dan sedikit
membungkukkan badan, “ Hai, nama saya Wally.” Dan ia akan menyerahkan secarik
kertas. Di bagian atasnya tertulis ‘ Mission Statement’ atau pernyataan misi.
Pernyataan itu menyebutkan bahwa dia akan mengantarkan Anda kemana saja Anda
mau pergi dengan selamat, dengan sopan, dengan nyaman dan dengan cepat serta
tepat waktu.
Dalam
perjalanan Wally akan memberi isyarat agar Anda jangan malu-malu dan mengambil
sendiri buah-buahan yang tersedia di keranjang di jok belakang. Menanyakan
musik jenis apa yang Anda sukai untuk dia putarkan di audio taksinya. Wally
tidak sekolah apa pun, tapi dia tidak pernah berhenti belajar. Wally membuktikan bahwa tidak ada
pekerjaan yang terpaksa dilakukan, yang ada hanya orang yang menghadapi jalan
buntu pekerjaan. Penghasilannya dua-tiga kali lipat dari sopir taksi yang lain.
Beruntung
, liburan kemarin saya menemukan orang yang sejenis Wally ketika memakai taksi
meter malam itu dari bandara. Namanya En Udin, umurnya baru tiga puluhan,
ibunya keturunan Medan katanya, walau ia
tidak tahu banyak tentang kampung ibunya. Sepanjang jalan dia berusaha ramah
dengan bahasa melayu yang tidak seluruhnya dapat saya tangkap dengan baik, tapi
secara garis besar saya dapat memahami ceritanya. Bandara ke hotel, saya hanya
membayar 65 ringgit.
Dua
hari kemudian, jam sembilan pagi Udin siap menunggu dengan mobilnya untuk
mengantarkan kami pindah hotel dari Kuala lumpur ke Genting, di mana saya sudah
pesan untuk menginap selama dua malam di sana. Ketika melihat kami di lobby,
dengan cekatan dia segera mendatangi untuk mengambil kopor-kopor dan menata di
bagasi mobilnya. Membukakan pintu dan membantu ibu mertua naik dengan aman ke
dalam kendaraan, melayani dengan baik.
Setelah
semua naik, dia menanyakan apakah kami masih memerlukan menukar uang, akan
dicarikan money changer yang memberikan nilai tukar tinggi, karena dia tahu
nilai tukar di bandara jauh lebih rendah. Dari money changer, dia mengajak kami
pusing-pusing dulu ( putar-putar, maksudnya ), ke tempat oleh-oleh dan wisata,
walau pun biaya yang kami sepakati hanya mengantarkan dari hotel sampai ke
Genting.
Sepanjang
perjalanan, kami banyak bercerita. Taksi yang dimilikinya ternyata sewa beli
selama lima tahun, dicicil setiap bulannya. Lalu saya sarankan juga untuk
mengambil taksi baru lagi dengan sistim sewa beli tapi mempekerjakan orang
lain, asalkan pelayanannya minimal sama seperti yang saat ini ia lakukan,
taksinya pasti akan laku keras. Saya pun lebih suka menggunakan jasanya selama
berada di sana.
Menurut
dugaan saya, jika datang lagi ke Kuala Lumpur dan naik taksi yang seperti ini,
sopirnya bisa jadi bekerja untuk Udin. Tapi, yang pasti saya akan meminta Udin
untuk menjemput saya lagi.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.