Rabu, 20 Agustus 2014

Masalah Kepercayaan


Siapa pun yang pernah menumpang mobil yang dikendarai oleh sopir tua pribadi saya pasti paham. Saya tidak bisa membayangkan kalau mobil yang dipakainya tidak memakai klakson. Dia punya kebiasaan unik, sebentar-sebentar membunyikan klakson ketika berkendara. Entah ada becak, sepeda, atau motor di klakson, bahkan ada ayam pun diklakson, semua diklakson tidak peduli mereka berjalan dengan baik dan benar atau memang membahayakan. Seolah-olah tidak mempercayai pihak lain.

Klakson mobil yang paling sering dipergunakan di dunia mungkin hanya di Indonesia, karena lalu lintasnya yang serba semrawut, pengguna jalan belum memiliki kesadaran sama sekali sehingga sulit dpercayai oleh pengendara lain. Gara-gara klakson bisa berantem, seperti pernah diberitakan media bahwa salah satu atlet bulu tangkis kita berhenti dan turun untuk memukul pengendara mobil yang di belakangnya.

Kalau di amerika, membunyikan klakson berkali-kali bisa dianggap sedang marah, orang sana santun sekali di jalan raya. Tidak perlu terlalu banyak lampu merah di perempatan. Cukup ada tulisan tanda stop, semua kendaraan yang lewat pasti akan berhenti sejenak meski jalanan sepi tidak ada apapun. Mereka layak dipercaya, meskipun tidak ada yang mengawasi.

Soal lampu rem yang menyala, berarti ada hambatan di depannya. Maka sudah sepantasnya yang di belakangnya ikut mengerem, tanpa harus membunyikan klakson tanda tidak setuju.Kendaraan yang paling depan memang tengah menjadi imam, melihat dengan mata kepala sendiri, paling menguasai data dan informasi. Karena azasnya sudah tidak dipercaya, maka sering terjadi insiden kecelakaan ketika mobil yang di belakang menyalip dengan tidak sabaran.

Kalau memang jalanan macet, sekeras apa pun klakson kita bunyikan, tidak akan membuat jalanan menjadi lancar. Padahal jika kita mau sedikit bersabar dan terpenting mau mempercayai kendaraan di depan kita, tentu tidak akan terjadi banyak kecelakaan. Tetapi memang begitulah keadaan di negeri tercinta ini, orang lain tidak pernah dibiarkan menjadi imam, walau ia tengah memegang otoritas yang sesungguhnya. 

Inilah kenapa kita selalu terdorong main klakson terhadap kendaraan di depan kita. Inilah kenapa dalam hal antrean panjang, leher kita menjulur paling panjang dan selalu gatal untuk menginterogasi keadaan di depan. Padahal, seringnya tidak terjadi apa-apa. Pada gilirannya, antrean pasti akan bergerak maju dengan sendirinya. Jika masih terhenti berarti masih ada persoalan yang harus ditunggu.

Persoalan, bagi yang paling depan yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, sedangkan kita yang di belakang tinggal mempercayainya saja. Penasaran dan berat ? Memang. Tapi itulah ongkos hidup bersama di dunia.  Ongkos kepercayaan sebagai mahluk sosial. Ketidakmauan membayar ongkos inilah yang sering membuat kekacauan hidup bersama.

Para imam, para pemimpin dan yang berada paling depan itu memang bisa saja menyelewengkan kepercayaan kita. Kita boleh kecewa tapi tidak perlu trauma. Karena untuk hidup bersama perlu rasa saling percaya. Soal sesekali tertipu juga hal yang lumrah tidak perlu diherankan lagi. Anggap saja sedang sial, karena kita pasti sama sekali tidak bisa luput dari kesialan. 

Kalau sopir tua itu saya ceramahi sampai dower, pasti percuma, dia tetap akan melakukan kebiasaan membunyikan klakson secara berlebihan kecuali, suatu saat ketemu atlit bulu tangkis yang temperamen itu.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
2 Comments

2 komentar:

  1. Kepercayaan adalah modal utama didalam banyak hal atau bahkan semua hal,

    Seorang Penulis Buku tentu dia percaya bahwa oranglain akan serius membaca-nya ketika dia serius didalam menulis buku itu, dengan menuliskan-nya dibagian INTRODUCTION; . . .
    "I trust that you will be as serious about reading this book as i have been about writing it".

    Begitu juga Pak Handojo sebagai seorang BUSSINESSMAN, tentu Bapak Percaya dengan anakbuah Bapak dalam menjalankan tugas-nya, . . .kepercayaan yang INTERDEPENDENT tentu-nya,

    Kita boleh saja percaya kepada siapapun tetapi hendak-nya Kepercayaan yang INTERDEPENDENT, maksud-nya adalah kita percaya kepada oranglain tetapi tidak bergantung kepada orang tersebut,

    hanya Orang-orang yang INDEPENDENT sajalah yang bisa INTERDEPENDENT,


    Luar Biasa Pak, ini Catatan yang makna-nya sangat dalam, . . .
    Awal-nya juga saya kurang PERCAYA DIRI saat mau mengomentari Artikel ini,

    tetapi begitu saya memberanikan diri untuk PERCAYA, akhir-nya Komentar-nya Bisa di RELEASE juga,hehe


    SALAM SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas komentarnya, mas Nuzul. Ternyata coretan sederhana ini bisa membuat Anda lebih percaya diri dalam me release komentarnya. Sama, saya pun harus percaya diri sebelum menayangkan artikel ini. Adalah hal yang wajar kalau terbesit, apakah tulisan ini akan disukai atau malah dikatakan jelek dan lain sebagainya. Hidup adalah tentang tindakan yang harus diterima semua konsekuensinya.
      Teruslah berkarya, apabila sudah genap setahun ada rencana, tulisanku akan saya kurangi menjadi 3 artikel setiap minggu dan akan dibuka untuk menayangkan tulisan-tulisan orang lain yang dikirimkan ke blog ini setelah melalui seleksi. Harapannya akan lebih bermanfaat bagi sesama dan menambah kualitas dari blog hidup luar biasa. Bersiaplah jadi kontributor..

      Salam Sukses, Hidup Luar Biasa.

      Hapus