Kamis, 21 Agustus 2014

HP Rusak


Suatu hari, hp Blackberry Dakota saya tiba-tiba mati total, tepat di tengah perjalanan ke Semarang. Saya agak tenang karena tidak terjadi pas di rumah, tahu sendiri kota kecil seperti Cilacap mana ada bengkel yang canggih. Malam itu saja tanpa bb, besok pasti beres setelah dibawa ke bengkel hp, toh masih ada hp satunya, walaupun sudah mulai rewel tapi termasuk hp papan atas nokia. 

Esok paginya, hp rusak segera dibawa ke toko, katanya dua jam selesai. Wah, ayem, tapi sampai sore belum ada tanda-tanda yang melegakan dari tokonya, padahal saya harus melanjutkan perjalanan ke Solo. Mendekati magrib baru ada kabar, bahwa hp itu rusak dan tidak dapat diperbaiki alias  harus ganti baru. 

Setiap harus berganti hp, selalu muncul perasaan berat atau setidaknya enggan. Kalau dipikir-pikir, setiap kali saya ganti hp selalu karena peristiwa dramatik, seperti hilang, ketinggalan entah di mana, kecemplung air, tombolnya rusak dan sebab-sebab yang terpaksa. Terhadap setiap hal yang sudah kita akrabi, termasuk juga terhadap teman, saudara apabila harus berpisah tentu ada perasaan tidak tega, termasuk dengan hp yang sudah lama bersama kita.

Setiap mau mengganti hp tentu kita akan memilih-milih dulu, cari info type  yang lebih terbaru, lebih canggih, lebih keren sekaligus lebih asing dan yang paling mengesalkan, pasti rumit untuk dipelajari. Tapi yang penting, sesuaikan dengan budget , jangan sampai kita kecewa sudah mengeluarkan uang yang tidak direncana seperti ini. 

Kebetulan, di Solo ada teman kepala cabang salah satu bank swasta bermurah hati untuk mengantar ke toko. Hasil konsultasi sana sini, akhirnya saya jatuh hati pada BB type Q 10. Bentuk dan ukurannya bagus, sudah teknologi terbaru menggunakan layar sentuh dan ada yang warnanya putih, lagi trend, sungguh memantapkan pilihan. Singkat cerita, hari itu hp saya baru.

Keluar toko, tiba-tiba hp baru saya berdering, dan ketika saya mencoba menerimanya dengan cara menyentuh layarnya, waduh kok susah. Teman tadi segera memberi tahu caranya menerima telpon, “ Bukan disentuh tapi diusap, pak.” Setelah saya mencoba sarannya ternyata memang tidak mudah.  Perlu berkali-kali mengusap dan tidak selalu berhasil. Maklum, teknologi baru.

Cuma untuk mencari sebuah fungsi saja sudah menghadapi kendala, belum lagi kalau harus melihat buku petunjuknya. Seperti masuk ke hutan rimba, pasti menguras tenaga dan pikiran sedemikian rupa. Untuk menerima panggilan saja sudah menimbulkan kekesalan, memancing emosi kalau saja saya tidak ingat sebuah nasihat sederhana.

Ya, nasihat bahwa ada sebuah tahapan di mana manusia di minta bersabar pada kesulitannya, yaitu ‘tahapan belajar’. Tidak ada yang enak pada saat belajar. Sebelum bisa naik sepeda dengan gagahnya kita harus merasakan jatuh berkali-kali sampai lutut berdarah-darah. Kerjanya tidak lain hanya keliru, bodoh dan menderita. 

Tapi, kalau saya resapi, keberanian menjalani penderitaan dalam tahapan itulah yang membuat saya berhasil hidup seperti sekarang, termasuk berhasil menulis kolom ini. Tak terhitung hambatan dan kesulitan saya belajar bagaimana menulis saat itu. Tak terkira banyaknya masalah yang harus saya hadapi saat memulai membuka usaha baru. Tak terkatakan sulitnya mengembangkan karyawan dan memotivasinya.

Sesulit apapun, itu hanya kesepadanan dengan nilai yang kita dapatkan. Silih berganti harus dijalani. Seluruh jenis pekerjaan baru, hal-hal baru, perpindahan atau pergeseran ke arah yang baru selalu menimbulkan kesakitan. Jalani saja tahapan itu, kalau memang mengajak kita ke tatanan yang lebih bernilai, yang lebih memartabatkan kita. 

Jujur saja, memang kadang mengesalkan, maka hp satunya walaupun layar sentuhnya sering ngadat baru akan kuganti kalau sudah rusak-sak.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar