Suatu
hari, hp Blackberry Dakota saya tiba-tiba mati total, tepat di tengah
perjalanan ke Semarang. Saya agak tenang karena tidak terjadi pas di rumah,
tahu sendiri kota kecil seperti Cilacap mana ada bengkel yang canggih. Malam
itu saja tanpa bb, besok pasti beres setelah dibawa ke bengkel hp, toh masih
ada hp satunya, walaupun sudah mulai rewel tapi termasuk hp papan atas
nokia.
Esok
paginya, hp rusak segera dibawa ke toko, katanya dua jam selesai. Wah, ayem,
tapi sampai sore belum ada tanda-tanda yang melegakan dari tokonya, padahal
saya harus melanjutkan perjalanan ke Solo. Mendekati magrib baru ada kabar,
bahwa hp itu rusak dan tidak dapat diperbaiki alias harus ganti baru.
Setiap
harus berganti hp, selalu muncul perasaan berat atau setidaknya enggan. Kalau
dipikir-pikir, setiap kali saya ganti hp selalu karena peristiwa dramatik,
seperti hilang, ketinggalan entah di mana, kecemplung air, tombolnya rusak dan
sebab-sebab yang terpaksa. Terhadap setiap hal yang sudah kita akrabi, termasuk
juga terhadap teman, saudara apabila harus berpisah tentu ada perasaan tidak
tega, termasuk dengan hp yang sudah lama bersama kita.
Setiap
mau mengganti hp tentu kita akan memilih-milih dulu, cari info type yang lebih terbaru, lebih
canggih, lebih keren sekaligus lebih asing dan yang paling mengesalkan, pasti
rumit untuk dipelajari. Tapi yang penting, sesuaikan dengan budget , jangan
sampai kita kecewa sudah mengeluarkan uang yang tidak direncana seperti
ini.
Kebetulan,
di Solo ada teman kepala cabang salah satu bank swasta bermurah hati untuk
mengantar ke toko. Hasil konsultasi sana sini, akhirnya saya jatuh hati pada BB
type Q 10. Bentuk dan ukurannya bagus, sudah teknologi terbaru menggunakan
layar sentuh dan ada yang warnanya putih, lagi trend, sungguh memantapkan
pilihan. Singkat cerita, hari itu hp saya baru.
Keluar
toko, tiba-tiba hp baru saya berdering, dan ketika saya mencoba menerimanya
dengan cara menyentuh layarnya, waduh kok susah. Teman tadi segera memberi tahu
caranya menerima telpon, “ Bukan disentuh tapi diusap, pak.” Setelah saya
mencoba sarannya ternyata memang tidak mudah. Perlu
berkali-kali mengusap dan tidak selalu berhasil. Maklum, teknologi baru.
Cuma
untuk mencari sebuah fungsi saja sudah menghadapi kendala, belum lagi kalau
harus melihat buku petunjuknya. Seperti masuk ke hutan rimba, pasti menguras
tenaga dan pikiran sedemikian rupa. Untuk menerima panggilan saja sudah
menimbulkan kekesalan, memancing emosi kalau saja saya tidak ingat sebuah
nasihat sederhana.
Ya,
nasihat bahwa ada sebuah tahapan di mana manusia di minta bersabar pada
kesulitannya, yaitu ‘tahapan belajar’. Tidak ada yang enak pada saat belajar.
Sebelum bisa naik sepeda dengan gagahnya kita harus merasakan jatuh
berkali-kali sampai lutut berdarah-darah. Kerjanya tidak lain hanya keliru,
bodoh dan menderita.
Tapi,
kalau saya resapi, keberanian menjalani penderitaan dalam tahapan itulah yang
membuat saya berhasil hidup seperti sekarang, termasuk berhasil menulis kolom
ini. Tak terhitung hambatan dan kesulitan saya belajar bagaimana menulis saat
itu. Tak terkira banyaknya masalah yang harus saya hadapi saat memulai membuka
usaha baru. Tak terkatakan sulitnya mengembangkan karyawan dan memotivasinya.
Sesulit
apapun, itu hanya kesepadanan dengan nilai yang kita dapatkan. Silih berganti
harus dijalani. Seluruh jenis pekerjaan baru, hal-hal baru, perpindahan atau
pergeseran ke arah yang baru selalu menimbulkan kesakitan. Jalani saja tahapan
itu, kalau memang mengajak kita ke tatanan yang lebih bernilai, yang lebih memartabatkan
kita.
Jujur
saja, memang kadang mengesalkan, maka hp satunya walaupun layar sentuhnya
sering ngadat baru akan kuganti kalau sudah rusak-sak.
Salam
SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.