Selasa, 26 Agustus 2014

Senyum Irfan


Apabila Anda datang ke bengkel tokoku pasti akan ketemu Irfan, seorang remaja yang setiap hari duduk di lantai. Kesan pertama Anda mungkin akan menganggapnya gila atau kurang ingatan.  Dia sering tersenyum sendiri atau bergerak-gerak melambaikan tangannya yang tidak bisa lurus. Betapa pun, senyum yang menghiasi pelakunya akan memberikan kesejukan bagi penontonnya.

Irfan adalah seorang remaja yang cacat tubuh dan mental, tetangga kampung yang setiap hari selalu datang ke bengkel tokoku. Panjang kakinya tidaklah sama, sehingga cara berjalannya juga agak pincang, wajahnya mencerminkan keterbatasannya, salah satu tangannya pun agak bengkok tidak sempurna. Mungkin menderita celebral palsy saat dilahirkan, sehingga dia pun sulit berbicara secara normal.

Meskipun anak itu dapat dikatakan terbelakang, tetapi karena selalu tersenyum, ada gambaran damai di wajahnya. Saya malah jarang tersenyum sebanyak dan selepas itu. Secara kualitas dan kuantitas jelas sekali senyum saya tak seberapa, bukan tandingannya. Dan yang tak seberapa itu pun lebih banyak berisi senyum-senyum terpaksa. Bibir tersenyum, tapi pikiran melayang entah kemana.

Setiap pagi sebelum tokoku buka, dia setia menunggu di depan pintu yang masih tertutup melebihi karyawanku sendiri yang masih suka datang terlambat. Padahal jelas-jelas ada aturan perusahaan mengenai jam masuk kerja dan sangsinya bagi yang terlambat. Semangat kehadirannya membuat kita harus banyak bercermin tentang siapakah diri kita yang sesungguhnya.

Dia memang kurang, tetapi mau belajar dan diajari. Dia mau belajar memahami sesuatu, bagaimana harus bersikap selama berada di tokoku agar tidak mengganggu pekerjaan. Jika dia diberi air minum, tidak lupa membuang gelas plastik aqua ke tempat sampah, sekali diajari. Tak seperti kita yang suka mengabaikan dan meninggalkan begitu saja bekas-bekas kita karena tidak membiasakan diri yang baik.

Kita pun termasuk orang yang sulit diajari dan belajar karena menganggap diri sendiri terlalu tinggi. Ada pepatah kosongkan cangkirnya jika kita ingin belajar, karena gelas yang kosong bisa menampung isi lebih banyak. Tetapi, pada kenyataannya yang kita gunakan prinsip cangkir kosong terbalik, hanya pantat cangkir yang kita sisakan untuk pendapat atau gagasan orang lain.

Banyak tamu pelanggan yang baru mengenal memberinya uang karena iba dan kasihan, mungkin menyangkanya butuh uang seperti kita. Uang yang diberikan tamu biasanya ditinggal begitu saja di atas lantai, sebelum diajari untuk menyimpannya. Kebutuhannya beda dengan kita, bukanlah uang seperti kebutuhan kita. Kerap kali, jika seseorang biasa memberi kita uang tip setiap kali bertemu dan suatu saat lupa untuk memberi lagi, kita menyesalkannya.

Tidak mudah menghadapi berbagai persoalan hidup dengan senyum. Wajah ini lebih tertarik untuk melayani soal-soal yang membuat bibir ini cemberut dan kening berkerut. Tergantung apakah hari sedang cerah. Jika rejeki sedang seret dan kebutuhan menumpuk lalu datang seseorang yang minta sumbangan setengah memaksa, bisa mendidihkan uap di kepalaku. Ini persoalan yang cukup serius, padahal untuk membuat kesal, persoalan sepele saja bisa jadi penyebabnya.

Ada banyak persoalan hidup yang membuat senyum ini terusir dari wajahku yang kata orang cukup angker, termasuk di dalamnya adalah persoalan remeh temeh. Banyak pekerjaaan yang terbengkelai karena ketidakdisiplinan kita, banyak masalah yang tidak mampu kita atasi karena tidak mau belajar dan dalam banyak hal sejatinya kita tidak lebih mulia daripada Irfan. Setiap kali melihatnya, saya seperti menemukan kembali senyum saya yang hilang.


Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar