Seorang anak kelas 5 SD, mengayuh sepeda kesayangannya dengan sebentar-sebentar tangannya membasuh keringat yang membasahi sebagian wajahnya, karena menempuh perjalanan cukup jauh, dari rumah menuju pusat kota. Dengan sedikit takut-takut, karena hari sudah petang, kondisi kota saat itu belum banyak lampu kota di sepanjang jalan seperti sekarang karena listrik masih terbatas. Anak itu disuruh ayahnya untuk pergi membeli sabun mandi di sebuah toko yang terkenal murah di kota itu. Setelah sampai dilokasi, ternyata toko kelontong tersebut, tutup. Seketika wajah anak itu berubah sedikit kebingungan karena ia diperintah untuk membeli 5 buah sabun mandi merk Camay, selain mau digunakan untuk mandi malam ini oleh sang ayah, juga untuk persediaan. Ia turun dari sepeda, menepikannya didepan toko, sambil mencoba memutar otak. Kalau ia kembali ke rumah dengan tangan kosong, khawatir akan disuruh lagi pergi membeli di tempat lain, pasti melelahkan. Kalau ia membeli dari toko lain tidak sesuai dengan yang diperintahkan, ayah pasti marah. Akhirnya, ia mencoba memutuskan untuk mencoba masuk ke toko kecil di sebelah toko tersebut dan menanyakan, “ Apakah disini jual sabun Camay ?” Jawab si penjaga toko, “Ada.” Berapa harganya satu ?” tanya anak itu. Ternyata, harganya memang lebih mahal dari harga di toko yang tutup. Maka anak itu pun mengambil keputusan membeli satu buah di toko tersebut, kemudian pulang.
Sesampainya di rumah, si anak segera memberitahukan ayahnya,
“ Yah, tokonya ternyata tutup hari ini, sehingga saya membeli satu buah saja di
toko sebelah, karena harganya lebih mahal dan saya tahu ayah menunggu sabun ini
untuk mandi. Mungkin besok atau lusa, saya akan berangkat lagi untuk membeli
kekurangannya.” Sang ayah hanya diam
tanpa sepatah kata, menerima sabun kemudian pergi mandi, tidak marah seperti
biasanya apabila perintahnya tidak dilaksanakan dengan baik. Anak itu pun
merasa lega, telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Kejadian ini, adalah kejadian empat puluh lima tahun yang
lalu, dimana pada saat itu belum banyak yang mempunyai alat komunikasi seperti
telepon, hp, ataupun kendaraan bermotor yang mempermudah seseorang bepergian.
Sang Ayah memang mempunyai karakter itu, mungkin gaya pada jamannya, sehingga
selalu bersikap angker, bahkan teman-teman anak itu menjulukinya ayah yang
galak. Pada saat itu si anak juga setuju dengan sebutan itu, namun setelah
dewasa ia mengerti bahwa ayahnya telah memberikan pelajaran sedari ia kecil
bagaimana menjadi seseorang yang bisa berpikir dan berani mengambil keputusan,
sekaligus bertanggung jawab. Ia pun berterima kasih dalam hati, walaupun
pelajaran yang diberikan ayahnya seperti tanpa belas kasih. Ia hanya bisa
mengenangkan, karena sang ayah juga sudah bahagia di alam sana, pasti sedang
tersenyum melihat kesuksesan anaknya yang tidak lepas dari jasa seorang ayah
yang luar biasa.
Sahabat-sahabatku yang luar biasa,
Walaupun ayah anak itu bukan seorang motivator seperti Andri
Wongso, namun rasanya ajarannya tidak berbeda jauh, "Jika kita lunak pada
diri sendiri, maka dunia akan keras kepada kita. Sebaliknya, jika kita keras
pada diri sendiri, maka dunia akan lunak kepada kita."
Kebiasaan untuk selalu menganalisa suatu pekerjaan kemudian
memikirkan jawaban atau solusi sebaik dan selengkap mungkin apabila diberi
tugas, adalah salah satu kebiasaan seseorang kategori bintang, bukan kategori
orang rata-rata. Bagaimana dengan kebiasaan Anda ? Kalau belum, segera
biasakanlah.
Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Betul sekali Pak Hand ...
BalasHapusKadang kita terlalu menyepelekan hal-hal kecil....pdhal hal yg BESAR berawal dari yg kecil dan sepele
Jika kita ingin hasil yang biasa, lakukanlah hal yang biasa kita lakukan, jika ingin hasil yang sedikit lebih baik, ubahlah sikap kita dan jika kita ingin hasil yang luar biasa, ubahlah POLA PIKIR kita
Salam Sukses Luar Biasa
Mungkin pepatah mengatakan "Surga di telapak kaki ibu"
BalasHapustetapi apakah seorang Ayah tidak bisa mengantarkan anaknya ke Surga?
BISA!!!
There is no perfect father, but the father's love perfectly
Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Aziz - Ngasinan