Kemarin seharian saya dibengkel milik teman di Bandung untuk memperbaiki mobil. Keluhannya adalah karena kenyamanannya sudah berkurang drastis, kaki-kaki bersuara bila dijalan yang tidak rata dan suara mesin juga terlalu keras. Mobil ini boleh dibilang belum terlalu tua, keluaran tahun 2009, kilometer juga baru 50 ribuan, seharusnya sangat nyaman digunakan karena mobil ini jenis mobil luxury yang saya beli untuk membawa keluarga terutama ibu bila perjalanan jauh agar tidak terlalu capek. Menurut teknisi bengkelnya ternyata kerusakannya adalah karena ketidakpahaman cara pemakaian dan perawatan yang benar. Yang biasa mengemudikan dan merawat selama ini adalah sopir tua yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai sopir.
Setelah saya pelajari ternyata kesimpulan
teknisi bengkelnya benar, sopir sayalah yang sudah tidak mau lagi belajar menyesuaikan
dengan teknologi baru. Dulu, dia biasa mengendarai mobil manual, sekarang pakai
transmisi matic apalagi yang sudah pakai triptonic, tentunya harus mau belajar
bagaimana cara mengendarai dan merawat mobil dengan teknologi yang baru. Dan
setelah kejadian ini tentunya saya sudah berpikir untuk bersikap bagaimana
terhadap si sopir apabila dia masih seperti sekarang.
Demikian pula dalam kehidupan, kita malas
sekali berubah, tidak lagi mau untuk belajar. Meskipun kita tahu bahwa sudut pandang yang lama
tidak relevan lagi, cara yang lama sudah tidak efektif lagi, bahkan kadang kita
tahu bahwa kita keliru. Ada yang bilang kita sudah terlalu lama di zona nyaman.
Walau saya kurang sependapat, tapi ada benarnya. Kita terjebak oleh rutinitas,
kehidupan yang aman, juga oleh pola pikir yang keliru yang tertanam dalam diri
kita.
Saya jadi teringat cerita lama pada saat belum
ada listrik dan tv masuk kampung. Ada seorang bapak yang tidak bisa baca tulis,
tinggal dikampung, ingin membeli radio seperti tetangganya. Kemudian dia tanya2, cari informasi, merknya
apa, belinya dimana. Akhirnya, berangkatlah bapak itu kekota.
“Ada radio Sony, mbak ?” tanyanya kepada
pelayan toko.
“Ada, pak ? Mau model yang mana ?” tanya pelayan toko sambil tersenyum.
“Saya bingung pilih yang mana, mbak”, jawab si bapak.
“Oo..bapak mau beli yang harga berapa?” tanya si pelayan dengan ramah.
“Saya punya uang Rp.500.000,-, mbak”, tukas si bapak.
“Yang ini mungkin cocok, karena harganya dibawahnya sedikit” kata si pelayan sambil memperlihatkan beberapa model kepada si bapak. Akhirnya, si bapakpun memilih salah satu dan memastikan kepada si pelayan toko, “ Ini betul radio merk Sony, kan ?”
“Betul, bapak...ini radio Sony”.
“Ada, pak ? Mau model yang mana ?” tanya pelayan toko sambil tersenyum.
“Saya bingung pilih yang mana, mbak”, jawab si bapak.
“Oo..bapak mau beli yang harga berapa?” tanya si pelayan dengan ramah.
“Saya punya uang Rp.500.000,-, mbak”, tukas si bapak.
“Yang ini mungkin cocok, karena harganya dibawahnya sedikit” kata si pelayan sambil memperlihatkan beberapa model kepada si bapak. Akhirnya, si bapakpun memilih salah satu dan memastikan kepada si pelayan toko, “ Ini betul radio merk Sony, kan ?”
“Betul, bapak...ini radio Sony”.
Setelah selesai transaksi, pulanglah si bapak
dengan senangnya. Tapi keesokan harinya si bapak tadi balik lagi ke toko sambil
marah-marah.
“Katanya ini radio Sony, ternyata bukan. Kamu
menipu saya”, kata si bapak dengan sedikit keras.
Pelayan tokopun ketakutan, sampai si pemilik toko keluar untuk membantu menjelaskan.
Setelah melihat permasalahannya si pemilik toko yakin bahwa radio tersebut memang merk Sony, maka ia berusaha ikut menjelaskan, “Sudah betul, radio yang bapak beli memang merk Sony”.
Si bapak bertambah marah, dan berkata dengan lebih keras,” Bukan, karena waktu saya nyalakan radio ini berbunyi, inilah Radio Republik Indonesia. Kalian menipu saya, ini bukan radio Sony, tetapi Radio Republik Indonesia !”
Pelayan tokopun ketakutan, sampai si pemilik toko keluar untuk membantu menjelaskan.
Setelah melihat permasalahannya si pemilik toko yakin bahwa radio tersebut memang merk Sony, maka ia berusaha ikut menjelaskan, “Sudah betul, radio yang bapak beli memang merk Sony”.
Si bapak bertambah marah, dan berkata dengan lebih keras,” Bukan, karena waktu saya nyalakan radio ini berbunyi, inilah Radio Republik Indonesia. Kalian menipu saya, ini bukan radio Sony, tetapi Radio Republik Indonesia !”
Sahabat-sahabatku yang luar biasa...
Waktu mendengar cerita ini pertama kali, saya
tertawa karena lucunya. Jangan-jangan anda juga sedang menertawakan saya,
hehehe...... Atau mungkin anda juga pernah ditertawakan oleh orang lain. Maka, marilah kita semua belajar terus,
karena mungkin cara-cara kita, metoda-metoda kita sudah kedaluarsa, atau bahkan sudah tidak
tepat lagi. Tambahlah ilmu terus menerus, maka penghasilan juga akan bertambah
terus menerus. Kalau kita menutup saluran informasi kedalam otak kita, maka
kita menutup peluang kita sendiri untuk bergerak maju.
Kapan Anda meluangkan waktu untuk belajar ?
Salam SUKSES, HIDUP LUAR BIASA.
Belajar itu bukan hanya di sarana akademik seperti sekolah dan kursus. Anda juga dapat terus belajar dalam bekerja...betapa beruntungnya kita, keluarga Gelora Group yang bisa bekerja dan 'belajar' bukan hanya belajar dalam bekerja/pekerjaan, namun belajar motivasi dan "pengembangan diri"..semakin kita mau membuka diri terhadap sang 'ilmu'..Insya Allah kita bisa makin maju dan berkembang...
BalasHapusSALAM HIDUP LUAR BIASA
" Every Day " Dengan Belajar kita akan lebih tahu segala hal...karena orang yang lebih tahu tidak akan dapat disamai oleh beribu-ribu bahkan berjuta-juta orang yang tidak tahu...
BalasHapusSalam Hidup Luar Biasa..
SADEWO
kalau hati senang,otak lebih mudah belajar....
BalasHapusSalam Luar Biasa
Can't agree more, Hand... I personally believe that actually we have obligation to learn start from we are born to the day we die... We have to learn and adjust with positive changes, otherwise we will left behind...
BalasHapus" Belajar layaknya mendayung ke hulu; Jika tidak maju, maka akan terhanyut ke bawah " Salam ; HIDUP HANYA SEKALI ,HIDUPLAH DENGAN LUAR BIASA.
BalasHapusBelajar adalah suatu bukti kongkrit untuk kita lebih tau lebih maju dan menambah kecerdasan kita dalam kehidupan ini.
BalasHapusBelajar tidak mengenal waktu dan usia, baik dari usia dini hingga akhir hayat.
Akhirnya ; ikan sepat, ikan gabus, dan ikan lele : lebih cepat lebih bagus dan tidak bertele-tele.
Sekarang inilah yang harus kita lakukan :
- Temukan satu motivasi terkuat untuk lebih semangat anda dalam belajar
- Ubahlah segala keadaan yang mendukung dengan trilogi doa, ibadah dan ikhtiar juga perbanyak zikir "ya Fattah, ya Razzak"
- ajak kerabat dan sahabat kita untuk lebih maju, caranya ajak mereka untuk belajar menulis artikulasi, dsb.
- Diskusikan dan temukan pembeda ( differentiation) dan pengali (leverage) dengan kerabat dan sahabat kita
- Kuasai juga jalur-jalur cepat menuju cerdas / pintar dengan cara kita menggali ilmu dari orang-orang hebat dan handal yang ada di sekitar kita
- Bergabunglah cepat di blog ini tepatnya di http://handojowibowo.blogspot.com Hehehee ....
Salam sukses, Hidup luar biasa
RAJIMAN ANTOKO